Mendeteksi Covid-19 dari Embusan Napas
Tim peneliti Universitas Gadjah Mada mengembangkan alat deteksi Covid-19 melalui embusan napas. Keberadaan alat bernama GeNose C19 itu diharapkan bisa mempermudah penapisan Covid-19 di Indonesia.
Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, mengembangkan alat deteksi Covid-19 melalui embusan napas. Alat yang diberi nama GeNose C19 itu disebut bisa mendeteksi infeksi Covid-19 dalam waktu 3 menit. Keberadaan alat ini diharapkan bisa mempermudah penapisan Covid-19 di Indonesia.
Selama beberapa bulan terakhir, keberadaan GeNose C19 telah menjadi perbincangan luas di berbagai kalangan masyarakat. Berita dan informasi mengenai alat itu bertebaran di media massa dan media sosial. Sejumlah pejabat pun ikut memberi dukungan terhadap pengembangan GeNose C19, meski tak sedikit pula pertanyaan mengenai alat tersebut.
Kehebohan ihwal GeNose C19 itu wajar karena alat ini merupakan sesuatu yang baru dan disebut memiliki sejumlah kelebihan dibanding metode tes Covid-19 lainnya. Selain waktu pemeriksaan yang cepat, pemeriksaan dengan GeNose disebut membutuhkan biaya sangat murah, yakni sekitar Rp 25.000. Harga jual alat tersebut juga tak terlalu mahal, yakni Rp 62 juta per unit.
Anggota Tim Peneliti GeNose C19 UGM, Dian Kesumapramudya Nurputra, mengatakan, GeNose C19 mendeteksi pola dari volatile organic compounds (VOC) atau senyawa organik mudah menguap yang terdapat pada embusan napas seseorang. Dian menyebut, aktivitas bakteri atau virus di dalam jaringan tubuh manusia akan menghasilkan VOC yang khas.
Baca juga: UGM Kembangkan GeNose, Alat Deteksi Covid-19 dengan Embusan Napas
“ Virus atau patogen selama hidup di nasofaring atau orofaring manusia akan menghasilkan berbagai macam bentuk metabolisme. Salah satu bentuk metabolisme itu adalah VOC,” kata Dian dalam konferensi pers daring yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin (28/12/2020).
Dian menambahkan, GeNose dilengkapi sejumlah sensor yang bisa membedakan pola VOC yang terdapat dalam embusan napas seseorang. Pola VOC itu bisa dibedakan berdasarkan kondisi kesehatan seseorang. Oleh karena itu, pola VOC orang sehat akan berbeda dengan pola VOC orang sakit.
Selain itu, pola VOC orang yang terinfeksi Covid-19 berbeda dengan orang sehat maupun orang yang menderita penyakit lain. “Orang sehat akan memiliki pola VOC tertentu. Orang sakit pneunomia, TB (tuberkulosis), dan Covid-19 akan menghasilkan VOC yang berbeda,” ungkap Dian yang merupakan dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM.
Untuk membaca atau menganalisis pola VOC, GeNose C19 dilengkapi dengan sistem artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Dari hasil analisis tersebut, bisa disimpulkan apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. “Pola ini secara kasat mata mungkin akan sulit untuk dilihat. Makanya kami menggunakan artificial intelligence dengan algoritma-algoritma tertentu untuk membaca pola VOC,” tutur Dian.
Dian memaparkan, dalam proses pengembangan GeNose C19, tim peneliti telah melakukan dua kali penelitian atau pengujian. Pengujian pertama merupakan uji validasi yang bertujuan untuk memetakan bagaimana pola VOC orang yang terinfeksi Covid-19 dan pola VOC orang sakit bukan Covid-19.
Uji validasi itu dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) serta Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, DIY. Dalam uji validasi yang telah diselesaikan pada Agustus 2020 itu, tim peneliti GeNose C19 itu meneliti 615 sampel napas dan 382 sampel di antaranya merupakan sampel napas dari orang yang menderita Covid-19.
Dian menyebut, dalam uji validasi tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa GeNose C19 memiliki akurasi sampai 97 persen. Namun, tim peneliti tidak langsung mempercayai hasil uji validasi tersebut. “Kami tidak langsung percaya dan bersikap skeptis. Benarkah akurasi 97 persen itu?” katanya.
Oleh karena itu, tim peneliti GeNose kemudian melakukan uji diagnostik dengan jumlah sampel lebih besar. Uji diagnostik itu dilakukan di delapan rumah sakit di sejumlah kota di Indonesia pada pertengahan Oktober sampai awal Desember 2020. Dalam uji diagnostik itu, dilakukan penelitian terhadap embusan napas dari 1.476 orang di rumah sakit dan 523 orang di luar rumah sakit.
Baca juga: Uji Diagnostik Alat Deteksi Covid-19 Buatan UGM Libatkan 1.600 Orang
Dian memaparkan, berdasarkan hasil uji diagnostik, akurasi GeNose C19 mencapai 93 persen. Hasil uji klinis GeNose C19 itu kemudian diperiksa oleh tim independen yang dibentuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tim tersebut beranggotakan delapan orang guru besar dari sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Izin edar
Sesudah menjalani berbagai proses tersebut, GeNose C19 akhirnya mendapat izin edar dari Kemenkes pada 24 Desember 2020. Selain itu, sejak Desember lalu, sudah ada 100 unit alat GeNose C19 hasil produksi tahap pertama yang didanai Kemenristek/BRIN dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Dian menuturkan, GeNose C19 diharapkan bisa menjadi alat skrining Covid-19 yang ditempatkan di tempat-tempat umum, misalnya bandara, stasiun, sekolah, dan bahkan tempat ibadah. Dengan memakai GeNose C19, proses skrining untuk mendeteksi orang yang terkena Covid-19 bisa dilakukan secara cepat sehingga mereka bisa segera mendapat penanganan.
“Kalau ingin kemanfaatannya lebih tinggi, saya akan memposisikan GeNose C19 sebagai alat skrining saja. Harapannya itu bisa untuk memutus rantai penularan,” kata Dian.
Ketua Tim Peneliti GeNose C19 UGM, Kuwat Triyana, menuturkan, sesudah izin edar dari Kemenkes terbit, pihaknya segera mendistribusikan 100 unit GeNose C19 yang telah diproduksi secara massal pada tahap pertama. Dia menyebut, 100 unit GeNose itu diharapkan bisa didistribusikan ke sejumlah tempat, misalnya rumah sakit, bandara, stasiun kereta api, dan tempat keramaian lainnya.
Kalau ingin kemanfaatannya lebih tinggi, saya akan memposisikan GeNose C19 sebagai alat skrining saja. Harapannya itu bisa untuk memutus rantai penularan.
Sebagian alat itu juga diharapkan bisa diserahkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bisa melakukan pemeriksaan secara mobile atau berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Dengan didistribusikan ke tempat-tempat yang tepat, keberadaan GeNose diharapkan bisa membantu pemeriksaan Covid-19 secara cepat.
Baca juga: GeNose, Alat Deteksi Covid-19 Buatan UGM, Dapat Izin Edar dari Kemenkes
Kuwat menuturkan, pemeriksaan dengan GeNose hanya membutuhkan waktu sekitar 3 menit, termasuk proses pengambilan sampel napas. Dengan asumsi GeNose C19 bisa dioperasionalkan secara efektif selama 6 jam sehari, maka satu unit alat itu bisa memeriksa 120 orang per hari.
“Dengan 100 unit batch (tahap) pertama yang akan dilepas, kami berharap dapat melakukan 120 tes per alat atau totalnya 12.000 orang sehari. Angka 120 tes per alat itu dari estimasi bahwa setiap tes membutuhkan waktu 3 menit termasuk pengambilan napas sehingga satu jam dapat melakukan tes terhadap 20 orang dan bila efektif alat bekerja selama 6 jam,” ujar Kuwat.
Saat ini, GeNose C19 sedang dalam produksi massal tahap berikutnya. Kuwat menuturkan, sampai 31 Desember 2020, pihaknya sudah menerima lebih dari 10.000 pesanan GeNose C19. Pada Januari ini, kapasitas produksi GeNose ditargetkan sebanyak 5.000-10.000 unit. Mulai Februari, kapasitas produksi itu akan ditingkatkan sesuai dengan permintaan yang masuk.
Kuwat menyebut, produksi GeNose C19 diutamakan untuk pemerintah serta perusahaan yang akan memanfaatkan alat tersebut untuk melakukan tes kepada banyak orang. Hal ini agar keberadaan GeNose C19 bisa meningkatkan jumlah tes Covid-19 di Indonesia secara signifikan. Oleh karena itu, alat tersebut tidak direkomendasikan untuk dimiliki secara pribadi.
Berdasar kalkulasi Kuwat, jika terdapat 10.000 unit GeNose C19 yang aktif dioperasionalkan, maka jumlah orang yang diperiksa bisa mencapai 1,2 juta orang per hari. Hal ini karena satu alat GeNose C19 ditargetkan bisa memeriksa 120 orang per hari.
“ Tentu bukan hanya angka-angka seperti itu yang menjadi harapan kita semua. Kemampuan tes sebanyak itu diharapkan akan menemukan orang-orang yang terkena Covid-19 tanpa gejala dan segera diambil tindakan isolasi atau perawatan sehingga rantai penyebaran Covid-19 segera terputus,” papar Kuwat.