Penggunaan masker bisa mencegah penularan Covid-19. Untuk memastikan masker dipakai dengan benar, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan alat pendeteksi kepatuhan memakai masker.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Peneliti dari Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan detektor penggunaan masker dan nonmasker. Sistem perangkat lunak ini diprogram secara khusus sehingga dapat mendeteksi masyarakat yang tidak menggunakan masker ataupun yang penggunaan maskernya tidak sesuai dengan ketentuan.
Menggunakan masker merupakan salah satu langkah untuk mencegah penyebaran Covid-19 selain menjaga jarak dan mencuci tangan secara berkala. Penggunaan masker ini sangat penting karena penyebaran virus korona baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19 ditularkan melalui cairan atau droplet yang keluar dari mulut saat batuk atau bersin.
Anjuran penggunaan masker selama pandemi telah dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal April 2020. Di dalam negeri, anjuran tersebut dituangkan melalui sejumlah aturan mulai dari peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan menteri kesehatan, hingga surat edaran menteri kesehatan terkait penggunaan masker dan penyediaan sarana cuci tangan pakai sabun untuk mencegah penularan Covid-19.
Meski demikian, aturan penggunaan masker saat keluar rumah atau di tempat umum masih kerap dilanggar oleh sebagian orang. Di sisi lain, masyarakat yang sudah mematuhi aturan terkadang belum menggunakan jenis masker yang dianjurkan. Hal ini ditunjukkan dari banyak warga menggunakan masker berbahan kain tipis sehingga efektivitasnya tidak optimal menahan virus.
Berbagai masker yang sering digunakan masyarakat saat ini antara lain masker kain, masker scuba, masker medis, hingga masker N95. Sejumlah penelitian menunjukkan, berbagai jenis masker itu memiliki efektivitas beragam dalam menahan droplet. Masker kain berlapis satu dan scuba paling rendah efektivitasnya sehingga tidak disarankan digunakan di tempat umum.
Sementara masker medis dan N95 merupakan jenis masker paling disarankan digunakan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Riset yang dilakukan Profesor Holger Schünemann dan kawan-kawan dari McMaster University Kanada dan dipublikasikan di jurnal The Lancet, 1 Juni 2020, menyebut, kemampuan masker medis setara dengan memakai masker kain dengan 12-16 lapis.
Menurut Schünemann, jaga jarak lebih dari 1 meter beserta penggunaan masker N95 ataupun masker bedah atau yang setara berkorelasi dengan rendahnya risiko penularan. Masker N95 memiliki efektivitas lebih optimal karena bisa menahan partikel ukuran 0,01 mikron sampai lebih dari 95 persen.
Selain jenis atau bahan pembuatan, efektivitas masker untuk menangkal penyebaran Covid-19 dipengaruhi beberapa hal seperti kepatuhan pengguna dan ketepatan pemakaian. Masker harus digunakan sampai menutup hidung, mulut, dan dagu secara keseluruhan. Ketepatan pemakaian masker ini juga kadang masih diabaikan masyarakat.
Pentingnya jenis dan cara pemakaian masker ini membuat peneliti dari Pusat Penelitian Informatika LIPI mengembangkan detektor penggunaan masker dan non-masker yang diberi nama Demaspi dari akronim detektor masker LIPI.
Sistem ini berbentuk perangkat lunak yang diprogram secara khusus sehingga dapat mendeteksi masyarakat yang tidak menggunakan masker ataupun yang penggunaan maskernya tidak sesuai dengan ketentuan.
Peneliti Pusat Penelitian Informatika LIPI, Risnandar, menyampaikan, kewajiban menerapkan 3M (menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) dari pemerintah menjadi latar belakang dikembangkannya sistem Demaspi ini. Pengembangan juga bertujuan agar para peneliti khususnya di bidang pemrosesan citra digital dapat berkontribusi dalam mendukung pencegahan penyebaran Covid-19.
Akurasi tinggi
Risnandar menjelaskan, Demaspi diprogram secara khusus dengan bahasa pemrograman Python. Pemrograman dari Python ini juga didukung dengan berbagai pustaka (library), seperti tensorflow, keras, dan openCV, spyder, matplotib, pandas, torch, imutils, hingga streamlit. Semua pustaka yang mendukung bahasa pemrograman Python tersebut bertujuan untuk visualisasi ataupun komputasi.
Pengembangan Demaspi pada Juli 2020 dimulai dari pencarian dataset gambar dan video. Pada Agustus lalu, peneliti mengembangkan desain sistem detektor, persiapan coding dan pemrograman, serta implementasi menggunakan dataset yang tersedia. Uji coba sistem dan debugging hingga penyempurnaan Demaspi dilakukan pada September 2020.
Melalui sejumlah simulasi, akurasi pemrogram Demaspi untuk mendeteksi kepatuhan penggunaan masker rata-rata mencapai lebih dari 95 persen. Artinya, Demaspi dapat mendeteksi masyarakat dengan penggunaan masker yang tidak sesuai dengan ketentuan melalui detail terkecil, seperti mata, hidung, dan mulut.
”Demaspi memiliki kelebihan, yakni akan memeriksa lebih dulu mata atau retina apakah seseorang terbuka atau tertutup matanya untuk validasi. Kedua, Demaspi juga mendeteksi hidung karena standar penggunaan masker dari WHO, yaitu harus menutup hidung dan mulut. Kalau lubang hidungnya terbuka itu akan terdeteksi bahwa penggunaan maskernya tidak memenuhi standar,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat (25/12/2020).
Selain indera yang ada di muka, Demaspi juga diprogram agar bisa mendeteksi bahan atau material masker, warna, dan posisi. Pemrograman ini membuat Demaspi dapat mendeteksi orang yang tidak menggunakan masker meskipun orang tersebut menutup mulut dan hidungnya menggunakan tangan, kertas, atau benda nonmasker lainnya.
Memantau langsung
Adapun kelebihan lainnya dari Demaspi, yakni sistem ini dapat mendeteksi kepatuhan penggunaan masker dalam jumlah banyak dan secara langsung (real time). Kelebihan ini membuat Demaspi dapat diimplementasikan di titik-titik tertentu yang kerap terjadi kerumunan seperti jalan raya, stasiun, terminal, atau tempat
Demaspi memiliki kelebihan, yakni akan memeriksa lebih dulu mata atau retina apakah seseorang terbuka atau tertutup matanya untuk validasi.
Mengingat Demaspi berbentuk perangkat lunak, maka pengoperasian sistem ini membutuhkan perangkat keras berupa kamera yang terpasang di laptop, komputer, ponsel, atau kamera pemantau (CCTV). Spesifikasi kamera dengan resolusi tinggi dan jarak pengambilan juga dipertimbangkan karena Demaspi bekerja dengan mendeteksi muka seseorang sehingga perlu hasil gambar jelas.
”Demaspi bisa diimplementasikan di perangkat mana pun termasuk smartphone. Ke depan, perangkat itu akan dikembangkan di ponsel yang bisa digunakan oleh petugas keamanan. Jadi bisa langsung diperiksa sendiri apakah penggunaan masker sudah sesuai standar atau tidak,” tuturnya.