Salah satu kesuksesan keberlanjutan inovasi anak bangsa adalah produknya bisa diserap oleh pasar domestiknya sendiri. Penggunaan dan kepercayaan akan produk buatan dalam negeri masih perlu ditumbuhkan di Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai inovasi karya anak bangsa telah dihasilkan dengan mutu dan kualitas yang dinilai tak kalah dengan produk luar negeri. Namun, kepercayaan masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri masih rendah sehingga pemanfaatnya belum optimal.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, sebagian besar masyarakat belum percaya pada produk inovasi yang dihasilkan dari dalam negeri. Hal itu menyebabkan produk tersebut tidak bisa dimanfaatkan dengan baik serta tingkat ketergantungan dengan produk impor masih tinggi.
”Agar produk inovasi Indonesia bisa lebih bermanfaat intinya adalah masyarakat sendiri yang harus percaya dan memakainya. Tanpa percaya dan memakainya, akhirnya (inovasi) ini hanya jadi berita atau foto option, tetapi tidak menjadi sesuatu yagn benar-benar bisa membantu masyarakat,” katanya dalama acara Bakti Inovasi Universitas Udayana 2020 di Bali yang disaksikan secara virtual, Rabu (23/12/2020).
Bambang menuturkan, hal itu pula yang ditemukan pada pemanfaatan produk ventilator yang dihasilkan para peneliti dalam negeri. Ketika ia mencoba menawarkan ke Kementerian Kesehatan serta Satuan Tugas Penanganan Covid-19 justru disampaikan bahwa jumlah ventilator masih mencukupi sehingga belum memerlukan tambahan ventilator. Padahal, kondisi saat ini justru sebaliknya dengan jumlah kasus yang semakin meningkat.
Menurut dia, keinginan masyarakat untuk menggunakan dan membeli produk inovasi dalam negeri masih kurang sekalipun inovasi yang dihasilkan adalah karya dari para peneliti serta perekayasa yang unggul di bidangnya. Karena itu, kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri perlu ditingkatkan.
Desa inovasi
Bambang menambahkan, pengembangan inovasi juga dapat memperkuat sistem ekonomi di suatu desa. Setidaknya ada dua teknologi dasar yang harus dimiliki, yakni teknologi produksi dan teknologi digital. Teknologi produksi dimanfaatkan untuk mengembangkan produksi hingga pengemasan produk, sementara teknologi digital bisa dimanfaatkan dalam proses pemasaran.
”Pada sektor pertanian, misalnya, yang menjadi keunggulan desa, itu jangan berhenti pada proses tanam, pelihara, dan panen, melainkan harus ada lanjutannya. Maksudnya, ada kelanjutan dalam proses pengolahan yang memanfaatkan teknologi tepat guna agar produk yang dihasilkan bisa memiliki nilai yang lebih tinggi,” katanya.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan, pembentukan desa inovasi di Bali akan semakin dikembangkan. Saat ini, berbagai hasil bumi di Bali belum dimanfaatkan dengan baik. Pada produk gabah, selama ini masih dijual ke Banyuwangi untuk kemudian diolah menjadi beras di wilayah tersebut. Sementara, beras tersebut harus dibeli oleh penduduk Bali.
”Kondisi pandemi ini juga menjadi pembelajaran kita untuk bisa lebih mengembangkan bidang lain, termasuk pertanian yang dibantu dengan pemanfaatan teknologi. Jika hanya mengandalkan sektor pariwisata saja, sistem perekonomian Bali bisa terganggu jika ada bencana serupa seperti pandemi ini,” ujarnya.