Jupiter dan Saturnus Terlihat Menyatu, Bangkitkan Memori Bintang Natal
Planet Jupiter dan Saturnus, Senin (21/12/2020), berada sangat dekat sehingga terlihat seolah-olah menyatu. Peristiwa langka konjungsi agung ini membangkitkan kenangan Bintang Bethlehem atau Bintang Natal.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·6 menit baca
Planet Jupiter dan Saturnus pada Senin (21/12/2020) berada pada jarak yang sangat dekat sehingga terlihat seolah-olah menyatu. Peristiwa langka yang disebut great conjunction alias konjungsi agung ini membangkitkan kenangan atas Bintang Natal atau Bintang Bethlehem yang muncul di sekitar masa kelahiran Yesus Kristus.
Jupiter dan Saturnus pada Senin malam terpisah pada jarak 6 menit busur atau sekitar seperlima diameter Bulan. Secara teoretis, resolusi sudut mata atau kemampuan mata melihat dua benda yang berdekatan secara terpisah adalah sejauh 3 menit busur. Artinya, Jupiter dan Saturnus hanya akan terlihat saling berdekatan atau nyaris bersinggungan.
”Namun, karena cahaya Jupiter yang sangat terang dan posisi Jupiter dan Saturnus sangat rendah di ufuk barat pada Senin petang, kedua planet itu akan terlihat menyatu,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung, Hakim L Malasan.
Meski dari Bumi terlihat menyatu, sejatinya kedua planet itu terpisah jarak ratusan juta kilometer. Namun, jika diamati menggunakan teleskop, Jupiter dan Saturnus akan terlihat terpisah karena teleskop memiliki kemampuan untuk memisahkan dua obyek berdekatan yang jauh lebih baik dibandingkan kemampuan mata telanjang.
Terlihat menyatunya Jupiter dan Saturnus merupakan fenomena langka. Karena itu, komunitas astronomi Indonesia pada Senin malam menggelar pengamatan di sejumlah daerah, seperti Bandar Lampung, Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta. Namun, langit yang mendung membuat konjungsi atau kesegarisan posisi Jupiter dan Saturnus jika dilihat dari Bumi itu tidak bisa diamati.
Selain mendung, rentang waktu pengamatan juga cukup singkat. Senin malam, posisi Jupiter dan Saturnus di awal malam sudah hampir tenggelam dengan posisi keduanya ada di arah barat daya. Sejak kontras cahaya langit senja makin besar hingga Jupiter dan Saturnus bisa diamati sampai kedua planet itu tenggelam hanya berlangsung sekitar satu jam.
Astronom Divisi Ilmu Keplanetan Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA), Henry Throop, di Washington DC, AS, seperti dikutip dari NASA, mengatakan, pergerakan Jupiter dan Saturnus ibarat balapan lari dalam lintasan lengkung dengan pengamat di Bumi berada di tengah lapangan.
Jupiter yang berada di lintasan dalam akan bergerak lebih cepat sehingga seolah bisa menyamai dan menyalip Saturnus yang ada di lintasan luar. Saat Jupiter sejajar dengan Saturnus menurut pengamat di tengah lapangan hingga Jupiter menutupi Saturnus, saat itulah terjadi konjungsi. Kondisi itu pula yang terjadi pada Senin malam saat Jupiter bergerak mendahului Saturnus melintasi langit malam.
Konjungsi Jupiter dan Saturnus itu rata-rata terjadi setiap 20 tahun sekali. Waktu yang lama itu terjadi karena kedua planet itu butuh waktu panjang untuk mengitari Matahari. Jupiter butuh 12 tahun untuk satu kali revolusi, sedangkan Saturnus butuh 29,5 tahun.
Namun, untuk jarak pisah Jupiter-Saturnus yang lebih dekat lagi, seperti yang terjadi pada Senin malam, rata-rata waktu terjadinya lebih lama lagi. Pada Senin, Jupiter dan Saturnus terpisah pada jarak 6 menit busur. Saat jarak kedua planet itu kurang atau sama dengan 6 menit busur hingga terlihat seolah menyatu, konjungsi yang terjadi dinamai konjungsi agung.
Salah satu konjungsi agung yang tercatat pada era modern terjadi pada 16 Juli 1623 atau 14 tahun sejak astronom Italia, Galileo Galilei, menemukan teleskop. Konjungsi itu juga terjadi 13 tahun setelah Galileo menemukan empat satelit Jupiter yang dinamai Io, Europa, Ganymede, dan Calisto serta menemukan cincin Saturnus menggunakan teleskopnya pada 1610.
Kala itu, jarak Jupiter dan Saturnus terpisah sejauh 5 menit busur. Namun, peristiwa ini hanya bisa disaksikan mereka yang tinggal di daerah tropis dekat khatulistiwa, seperti Amerika Selatan bagian utara, Afrika tengah, atau Indonesia. Sementara mereka yang tinggal di lintang tinggi tidak dapat melihatnya karena posisi kedua planet menjadi terlalu dekat dengan Matahari dan ketinggiannya sangat rendah di ufuk barat.
Dikutip dari Space, Sabtu (19/12/2020), sepanjang tahun 1 Masehi hingga 3000 Masehi, konjungsi agung Jupiter dan Saturnus itu setidaknya terjadi sebanyak 10 kali. Selama rentang tiga milenium itu, jarak terdekat Jupiter-Saturnus sebesar 2 menit busur terjadi pada 6 Maret 372 dan 25 Desember 2874. Sementara rata-rata terjadinya konjungsi agung Jupiter-Saturnus adalah tiap 300 tahun sekali.
Bintang Natal
Konjungsi agung Jupiter-Saturnus ini juga sering kali dikaitkan dengan kisah Bintang Natal atau Bintang Bethlehem yang terlihat di sekitar masa kelahiran Yesus Kristus. Salah satu teori yang paling populer tentang asal-usul Bintang Bethlehem itu adalah terjadinya konjungsi Jupiter dan Saturnus sebanyak tiga kali pada tahun 7 sebelum Masehi (SM).
Jupiter dan Saturnus merupakan planet yang terang. Saat kedua planet itu berdekatan sehingga terlihat menyatu, mata manusia akan mengesaninya sebagai obyek yang jauh lebih cemerlang sehingga makin mudah diamati di langit malam yang gelap.
Pada masa itu, pengetahuan manusia belum mampu membedakan antara bintang dan planet, seperti yang terjadi dalam ilmu pengetahuan modern saat ini. Dalam berbagai kebudayaan pada masa lalu, termasuk budaya di Nusantara pun, semua benda yang terang di langit malam, kecuali Bulan, biasanya disebut sebagai bintang. Pada masa itu, ilmu perbintangan lebih dikenal sebagai astrologi, yang dikaitkan dengan peramalan, belum menjadi sains astronomi seperti sekarang.
Selama tahun 7 SM itu, konjungsi pertama terjadi pada 29 Mei. Saat itu, Jupiter dan Saturnus terlihat pada pagi hari, sesaat sebelum Matahari terbit. Dikutip dari ”Rahasia Bintang Bethlehem” yang ditulis Judhistira Aria Utama di
Kompas, 23 Desember 2003, kemunculan bintang terang ini mendorong orang-orang Majus yang berasal dari timur pergi ke Yudea untuk menemui Raja Herodes dan mengabarkan telah lahirnya raja baru.
Orang-orang Majus yang ahli perbintangan atau astrolog itu diduga berasal dari wilayah Babilonia atau sekitar wilayah Irak pada era modern ini. Sementara Yudea saat ini berada di wilayah Palestina.
Konjungsi kedua berlangsung pada 30 September 7 SM. Saat ini, kedua planet terbit beriringan di arah timur saat Matahari mulai tenggelam di arah barat. Situasi ini membuat kedua planet yang berdekatan itu terlihat sebagai bintang yang sangat terang di sepanjang malam. Kondisi ini makin memperteguh tekad orang-orang Majus untuk menemui Raja Herodes.
Sementara itu, konjungsi terakhir terjadi pada 5 Desember 7 SM. Konjungsi Jupiter-Saturnus yang ketiga ini terjadi bertepatan dengan saat orang-orang Majus tiba di Yudea. Ketika itu, Jupiter dan Saturnus tampak pada malam hari di langit bagian selatan hingga terlihat seolah-olah mendahului kedatangan orang-orang Majus. Selanjutnya, Raja Herodes menyuruh orang-orang Majus itu untuk pergi ke Bethlehem guna menemui raja yang baru lahir tersebut.
Di luar teori konjungsi agung Jupiter dan Saturnus, ada berbagai teori lain tentang berbagai peristiwa dan fenomena langit lain untuk menjelaskan asal-usul Bintang Natal atau Bintang Bethlehem. Teori itu mulai dari okultasi atau melintasnya Bulan di depan Jupiter, munculnya komet, meteor, hingga ledakan bintang berupa nova atau supernova yang akan menghasilkan cahaya sangat terang.
Asal-usul Bintang Natal atau Bintang Bethlehem mungkin tidak akan pernah terpecahkan. Karena suatu misteri mungkin lebih baik tetap tersimpan sebagai misteri meski sains berupaya menafsir dan membongkarnya.
Selamat Natal untuk saudara-saudara Kristiani. Semoga damai senantiasa memberkati negeri ini.