Indonesia perlu melakukan surveilans molekuler secara intensif untuk mengetahui mutasi virus korona baru, SARS-CoV-2, di dalam negeri. Virus tersebut diketahui bermutasi menjadi lebih menular di beberapa negara.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mutasi terbaru SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, memicu penguncian di London, Inggris, dan pelarangan perjalanan di sejumlah negara. Mutasi ini menyebabkan virus lebih menular walaupun dampaknya bagi keparahan pasien masih didalami. Indonesia perlu melakukan surveilans molekuler secara intensif untuk mengetahui mutasi virus ini di dalam negeri.
”Mutasi SARS-CoV-2 yang ditemukan di Inggris ini perlu diwaspadai karena berbeda dengan sebelumnya. Mutasi terjadi pada protein spike yang memengaruhi kemampuan virus ini masuk ke sel tubuh kita,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Eijkman David Handojo Muljono di Jakarta, Senin (21/12/2020).
Laporan di The British Medical Journal (BMJ) pada 16 Desember 2020 menyebutkan, ada 17 mutasi dalam investigasi bulan ini. Salah satu yang paling signifikan adalah mutasi N501Y pada protein lonjakan yang digunakan virus untuk mengikat reseptor ACE2 manusia. Perubahan pada bagian protein lonjakan ini secara teori mengakibatkan virus menjadi lebih menular dan menyebar lebih mudah di antara manusia.
Pada konferensi pers secara daring, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan varian baru ”mungkin hingga 70 persen lebih dapat ditularkan”.
Kepala petugas medis Inggris, Chris Whitty, mengatakan, perkembangan baru mutasi itu dikhawatirkan memperburuk keadaan. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Inggris di Porton Down saat ini bekerja untuk menemukan bukti bahwa varian baru meningkatkan atau mengurangi keparahan penyakit.
Hingga saat ini belum ada bukti bahwa strain baru ini menyebabkan penyakit lebih parah meski terdeteksi di geografi yang luas, terutama di mana ada peningkatan kasus terdeteksi. Selain itu, belum ada bukti bahwa hal ini bakal memengaruhi efektivitas vaksin.
Namun, penyebaran strain baru virus ini yang meluas dengan cepat memicu larangan perjalanan internasional dan tindakan penguncian kepada sekitar 18 juta orang di Inggris mulai Minggu (20/12/2020). Wales dan Skotlandia mengikuti dengan pembatasan dan larangan perjalanan yang diperketat.
Staf darurat senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa, Catherine Smallwood, seperti dilaporkan BBC, mengatakan, sembilan kasus dari varian sama seperti yang terlihat di Inggris dilaporkan di Denmark, dengan satu kasus di Australia dan satu di Belanda. Beberapa negara lain juga mengonfirmasi varian yang ”membawa beberapa perubahan genetik yang terlihat di Inggris”, sebut Smallwood.
Surveilans molekuler
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics, Riza Arief Putranto, mengatakan, virus korona baru terus bermutasi dan sejauh ini terjadi 4.000 mutasi di protein spike.
Namun, mutasi kali ini amat berbeda karena terjadi penghapusan ganda di protein spike yang secara teoretis memengaruhi kelincahan virusnya dalam menginfeksi manusia. ”Teorinya demikian walaupun uji in vitro belum dilakukan,” katanya.
Sekalipun belum ada bukti bakal memengaruhi efektivitas vaksin, menurut Riza, peluang terjadi infeksi ulang menjadi lebih tinggi. ”Kalau peneliti yang fokus soal mutasi virus, situasi saat ini mengkhawatirkan. Namun, kita harus menunggu data lebih lanjut,” ujarnya.
Menurut David, risiko terjadi mutasi di Indonesia juga sangat tinggi. Ini karena mutasi pada virus, khususnya virus RNA, bersifat acak. Peluang mutasi membesar seiring dengan besarnya kasus penularan di komunitas.
”Untuk mengetahui perkembangan mutasi di Indonesia memang kita harus melakukan surveilans secara molekuler. Ini yang belum dilakukan di Indonesia karena kita masih fokus pada diagnosis dan pemeriksaan spesimen,” tutur David.
Tingginya tingkat kematian Covid-19 di sejumlah daerah, sepeti di Jawa Timur, dan kematian karena Covid-19 pada anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia, menurut David, seharusnya juga diselidiki dari aspek molekuler virusnya. ”Ini bisa diketahui jika dilakukan surveilans molekuler,” ucapnya.
Untuk mengetahui perkembangan mutasi di Indonesia memang kita harus melakukan surveilans secara molekuler.
Surveilans molekuler ini harus dilakukan dengan menganalisis perubahan genom virus secara menerus lalu membandingkan dengan filogenetik di tiap segmennya untuk mengetahui pergeserannya.