Menyedot Aerosol Pasien pada Layanan Kesehatan Gigi
Tim peneliti dari LIPI mengembangkan inovasi berupa mesin pengisap aerosol atau udara. Alat ini bermanfaat untuk memberi perlindungan ekstra bagi tenaga kesehatan gigi dari penularan Covid-19 melalui aerosol pasien.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Dokter gigi dan tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas layanan kesehatan gigi paling rawan terkontaminasi berbagai virus dari pasien, terutama yang ditularkan melalui droplet (percikan) serta aerosol (udara). Risiko kontaminasi ini termasuk pada virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19.
Karena itu, tiap tenaga kesehatan yang bertugas di praktik dokter gigi diharuskan memakai alat pelindung diri level tiga lengkap dengan cover all jumpsuits atau baju pelindung diri, kacamata googles, masker N95, dan sepatu pelindung. Ruang praktik pun harus memenuhi standar keamanan terkait sirkulasi udara dan cahaya ruangan. Itu diperlukan agar layanan dokter gigi dipastikan memenuhi kaidah “zero infection”.
Pada awal pandemi Covid-19, Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) bahkan menganjurkan agar praktik dokter gigi dihentikan sementara kecuali untuk layanan yang mendesak. Layanan yang berjalan saat ini pun harus dipastikan mengutamakan kesehatan pasien dan pengendalian infeksi secara konsisten.
Kerentanan itu telah menyebabkan ratusan dokter gigi menderita Covid-19. Tidak hanya itu, setidaknya ada 15 dokter gigi yang meninggal dunia karena penularan penyakit tersebut. Itu belum termasuk petugas kesehatan yang membantu pelayanan di praktik dokter gigi.
Perlindungan ekstra mutlak dibutuhkan bagi petugas kesehatan karena layanan kesehatan gigi tetap harus berjalan meski pandemi masih berlangsung. Sejumlah inovasi juga berkembang untuk memperkuat perlindungan bagi tenaga kesehatan. Salah satunya adalah mesin penghisap aerosol. Namun, alat ini kini masih harus diimpor dengan harga tidak murah.
Kondisi ini kemudian membuat sejumlah peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tergugah untuk menciptakan alat serupa dengan harga lebih terjangkau. Peneliti di Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, Arifin Nur mengatakan, pengembangan mesin penghisap aerosol atau aerosol sunction mulai dilakukan sejak awal pandemi berlangsung pada Maret 2020.
Ada dua alat yang dikembangkan, yakni Kenar versi 01 (V1) dan Kenar Versi 02 (V2). Untuk Kenar V1 dirancang lebih unggul dari jenis mesin penghisap aerosol yang sudah beredar di pasaran, sedangkan untuk Kenar V2 dirancang sama seperti mesin penghisap aerosol yang ada tapi dengan harga lebih terjangkau.
“Yang sudah dalam pendaftaran paten ialah Kenar Versi 1. Sebab, alat ini berbeda dari sejumlah alat yang tersedia di masyarakat,” kata Arifin.
Paten tersebut telah diajukan ke Pusat Pemanfaatan dan Inovasi Iptek LIPI untuk didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan judul paten “Alat Penghisap Aerosol Multifungsi untuk Praktik Kedokteran”. Alat ini disebut multifungsi karena dilengkapi dengan generator ozon yang bisa digunakan sebagai alat ozonier untuk pembersih udara di ruangan.
Arifin menjelaskan, pada dasarnya alat penghisap aerosol itu terdiri dari mesin penghisap, lampu ultraviolet, penyaring HEPA (High-Efficiency Particulate Air), dan penyaring udara dengan tiga lapis yaitu penyaring kasar, penyaring karbon untuk menghilangkan bau, dan penyaring halus. Namun, sebagai inovasi, LIPI menambahkan fungsi generator ozon pada alat yang dikembangkan.
Menurut dia, dengan fasilitas lebih lengkap dan tetap memenuhi standar keamanan pencegahan penyebaran Covid-19, harga yang ditawarkan untuk mesin penyedot aerosol yang dikembangkan LIPI bisa bersaing dengan mesin yang selama ini diimpor.
Yang sudah dalam pendaftaran paten ialah Kenar Versi 1. Sebab, alat ini berbeda dari sejumlah alat yang tersedia di masyarakat.
Harga perkiraan untuk tiap unit Kenar V1 sekitar Rp 10 juta dan harga untuk Kenar V2 sekitar Rp 6,5 juta. Sementara itu, harga mesin yang diimpor dengan standar serupa Kenar V2 seharga Rp 10 juta.
Lebih mudah mengakses
“ Selain harga yang mahal, mesin yang harus diimpor baru bisa didapatkan dengan cara indent (pesan) sehingga butuh waktu lama untuk bisa memeroleh mesin ini. Diharapkan dengan terciptanya mesin serupa dari dalam negeri, kendala itu bisa teratasi. Pengelola layanan kesehatan gigi juga lebih mudah untuk mengaksesnya,” tutur Arifin.
Berdasarkan prinsip kerja yang diterapkan pada Kenar V1, aerosol berupa partikel halus, padat, ataupun cair yang tak sengaja disemburkan pasien akan disedot dari “mulut” mesin. Kemudian, aerosol itu akan diproses dan disaring dengan lapisan kasar, karbon, dan halus, lalu disaring kembali dengan HEPA filter. Proses ini berlanjut dengan mengaktifkan sinar UV-C untuk mematikan virus yang ada dan berlanjut pada proses ozonisasi.
Setelah melalui sterilisasi, udara akan kembali dibuang ke lingkungan. “Untuk proses ozonisasi disarankan hanya pada kondisi yang dibutuhkan yakni saat melayani pasien dengan gejala atau terkonfirmasi Covid-19. Proses ozonisasi ini bisa dilakukan bersamaan dengan pengisapan aerosol maupun dilakukan secara terpisah,” kata Arifin.
Alat ini juga memiliki keunggulan lain, yakni membutuhkan daya listrik lebih rendah dari alat umumnya. Untuk sekali pakai, alat ini cukup menggunakan daya sekitar 400 watt, sedangkan alat lain sekitar 1.500 watt. Meski begitu, sejumlah pengembangan masih akan dilakukan.
Suara yang dihasilkan dari penyedotan aerosol pada alat ini bising sehingga perlu ada perbaikan. Selain itu, bahan baku dari alat ini masih memakai produk impor seperti pada mesin penghisap dan mesin HEPA filter. Alat saluran untuk pengisap aerosol ini juga statis sehingga menganggu kenyamanan pengguna.
Peneliti dari Pusat Penelitian Tenaga Listik dan Mekatronik LIPI, Aeb Saepudin, menambahkan, komitmen berupa dukungan pendanaan amat dibutuhkan agar alat ini bisa dikembangkan menjadi lebih baik. Selama ini, anggaran yang dibutuhkan untuk mengembangan Kenar V1 dan Kenar V2 sekitar Rp 40 juta.
Selain dukungan pendanaan, keterlibatan pihak ketiga dan industri dibutuhkan dalam proses hilirisasi hasil riset ini. Kebutuhan alat ini tidak hanya digunakan untuk saat ini dalam upaya pencegahan Covid-19.
Mesin pengisap aerosol memiliki tingkat keberlanjutan tinggi karena berbagai risiko infeksi yang juga bisa ditularkan dari pasien ke dokter melalui percikan ataupun aerosol pasien, seperti hepatitis dan penyakit akibat virus lainnya yang menginfeksi rongga mulut.