Kampanye mengenai vaksin Covid-19 mesti proporsional, mengingat belum ada vaksin yang mendapat persetujuan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Masyarakat tetap harus menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin Covid-19 yang aman dan memiliki efikasi tinggi terus diupayakan. Namun, saat ini masyarakat dan pemerintah perlu bekerja sama mengendalikan pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan dan meningkatkan tes, lacak, serta perawatan pasien secara dini karena situasi penularan terus membesar.
”Kampanye tentang vaksin perlu secara proporsional. Memang vaksin bagus untuk pasar, tetapi kalau kebablasan akan membahayakan. Vaksin masih jauh,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Indonesia Muhadjir Effendy dalam diskusi daring yang diselenggarakan Forum Kebangsaan, di Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Kampanye tentang vaksin perlu secara proporsional. Memang vaksin bagus untuk pasar, tetapi kalau kebablasan akan membahayakan. Vaksin masih jauh.
Muhadjir mengatakan, pemerintah terus mengupayakan vaksin Covid-19 untuk masyarakat. Untuk vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech, China, yang telah didatangkan 1,2 juta dosis, keputusannya ada di tangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
”Apakah boleh vaksinasi dengan Sinovac itu atau tidak bergantung pada izin penggunaan darurat dari BPOM. Karena BPOM di bawah Kementerian PMK, saya jamin mereka akan bekerja profesional. Ini taruhannya hidup mati masyarakat. Karena itu, harus pegang standar dan berpresisi tinggi. Vaksin selain aman harus efektif,” katanya.
Muhajir menambahkan, sekalipun Presiden Joko Widodo sudah menyatakatan akan menggratiskan vaksin Covid-19 untuk masyarakat, diharapkan mereka yang mampu melaksanakan vaksinasi secara mandiri.
”Vaksin harus adil dan merata. Sekarang belum dipetakan secara detail. Untuk mencapai herd immunity (kekebalan imunitas) dari vaksin, kita harus merumuskan cermat karena populasi kita besar, juga geospasial unik. Misalnya, 70 persen populasi yang akan mendapat vaksin itu siapa dan di mana,” ujarnya.
Menurut Muhadjir, setelah tenaga kesehatan, prioritas vaksin gratis bisa diberikan kepada pelaku ekonomi kelas menengah bawah, misalnya pedagang pasar. ”Itu kalau kita mau menggerakkan ekonomi. Kemudian, mereka yang menjadi pelayan toko, untuk memberikan kepercayaan para pembeli,” katanya.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, saat ini pihaknya mulai mempersiapkan target penerima vaksin, yakni kelompok usia produktif dengan umur 17-59 tahun. ”Untuk tahap awal mungkin 20 persen saja. Ini jumlahnya di Kota Bogor sekitar 160.000 orang,” tuturnya.
Menurut Arya, vaksin gelombang pertama akan diberikan kepada mereka yang bekerja di pelayanan publik, termasuk pegawai negeri sipil, TNI-Polri, dan pendidik. ”Diasumsikan sekolah tatap muka akan segera dimulai. Juga diprioritaskan tenaga medis. Sementara untuk yang punya komorbid dan mantan pasien Covid-19 tidak diprioritaskan,” katanya.
Selain tantangan di Indonesia, menurut Muhadjir, kita juga menghadapi tantangan ketersediaan vaksin di pasar global. Dari enam vaksin yang ada saat ini, yang bisa menjangkau segala umur hanya Pfizer. Akan tetapi, vaksin ini hanya bertahan lima hari di perjalanan, selain butuh penyimpanan di suhu minus 70 derajat celsius.
Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia menegaskan, vaksin yang akan digunakan harus mendapatkan persetujuan izin edar dari BPOM. Sejauh ini belum ada satu pun vaksin Covid-19 yang mengantongi izin edar itu di Indonesia karena masih harus menunggu hasil uji klinis. Untuk vaksin Sinovac, selain uji klinik fase ketiga yang saat ini dilakukan di Bandung, pertimbangan juga bisa didapatkan dari uji klinis di luar negeri.
”Uji klinis fase pertama melihat keamanan, fase kedua melihat efektivitas dan pembentukan antibodi. Fase ketiga melihat apakah vaksin ini dapat memberikan proteksi bagi masyarakat. Selanjutnya, uji klinis dievaluasi, apakah kemanfaatan lebih besar daripada risiko, juga mutu produk tersebut,” katanya.
Menurut Lucia, BPOM sudah memantau pembuatan vaksin Sinovac di Beijing, China, dan nantinya jika akan diproduksi di Biofarma juga harus dikawal agar mutunya terjamin. ”Nantinya kalau ada vaksin lain, pemberian EUA (emergency use authorization) tetap harus mempertimbangkan standar yang ditetapkan terkait keamanan dan mutu,” ungkapnya.
Situasi penularan
Muhadjir mengingatkan, di tengah upaya mendatangkan vaksin, saat ini kita harus kembali pada cara paling dasar mencegah penularan dengan menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M). Selain itu, upaya peningkatan tes, lacak, dan peningkatan perawatan harus dilakukan. ”Saat ini kasus terus meningkat,” ujarnya.
Sebagaimana Muhadjir, Lucia juga mengingatkan, vaksin bukan satu-satunya cara untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. ”Setelah ada vaksinasi pun harus tetap menjalankan protokol kesehatan 3M,” katanya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, penambahan kasus positif di Indonesia terus meningkat dengan bertambah 6.689 kasus sehingga total kasus menjadi 650.197 orang. Laju penambahan kasus ini makin cepat karena hanya dalam tujuh hari terjadi penambahan 50.000 kasus. Tingginya penularan juga terlihat dengan angka rasio positif amat tinggi, yakni 18 persen sepekan terakhir.
Bahkan, menurut pemodelan epidemiologi oleh Institute for Health Metrics and Evaluation, penambahan kasus Covid-19 di Indonesia bisa mencapai 88.904 kasus per hari. Tingginya kesenjangan antara estimasi epidemiologi dan kasus yang ditemukan ini karena jumlah tes dan cakupannya di Indonesia amat kecil, yang menyebabkan sebagian besar orang yang tertular tidak ditemukan sehingga berisiko memperluas penularan.
Bima Arya mengatakan, situasi penularan Covid-19 di wilayahnya semakin mengkhawatirkan. ”Saat ini tingkat rasio positif tinggi. Okupansi (tingkat keterisian) tempat tidur sudah di atas 80 persen. Kita harus upayakan saat vaksin datang, situasi terkendali,” tuturnya.