Kolaborasi dan dukungan dari pemangku kebijakan akan menguatkan tata kelola sampah dan ekonomi sirkular yang terkendala. Salah satunya, dukungan dari para wirausahawan sosial yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pebisnis sosial atau wirausahawan sosial yang bergerak di isu persampahan sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Kolaborasi dan dukungan dari pemangku kebijakan akan menguatkan tata kelola sampah ataupun ekonomi sirkular yang masih terkendala.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar dalam diskusi daring, di Jakarta, Kamis (17/12/2020), menyampaikan, ada tiga pendekatan pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah, yakni minim sampah atau eco-living, ekonomi sirkular, serta layanan dan teknologi. Wirausahawan sosial berperan penting dalam pendekatan ekonomi sirkular.
Menurut Novrizal, saat ini wirausahawan sosial yang berbisnis untuk memberdayakan lingkungan tumbuh dengan baik di Indonesia. Wirausahawan sosial ini diharapkan menjadi tulang punggung dalam kegiatan rantai pasok ekonomi sirkular industri daur ulang kertas, plastik, dan logam. Sebab, wirausahawan sosial mampu mengelola sampah yang baik dan benar.
”Social enterpreneur harus menjadi lokomotif pemerintah daerah dan jangan menunggu ditarik karena mungkin akan lambat. Saya yakin ini akan berkembang pesat dan baik seiring meningkatnya kesadaran publik untuk memastikan semua sampah terkelola dengan baik. Pemerintah pusat akan memberikan fasilitasi dan dukungan,” ujarnya.
Novrizal menjelaskan, dukungan dari pemerintah untuk pelaku ekonomi sirkular salah satunya melalui penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 2 persen. Selain itu, pemerintah juga mendorong regulasi tentang produk daur ulang. Hal ini bertujuan untuk membuat industri daur ulang sampah menjadi lebih kompetitif.
Social enterpreneur harus menjadi lokomotif pemerintah daerah dan jangan menunggu ditarik karena mungkin akan lambat.
”Kami bersama Kementerian Keuangan menyiapkan dana insentif daerah. Ini akan diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja baik dalam pengurangan sampah dan ini juga pasti terkait dengan teman-teman social enterpreneur yang mendaur ulang. Jadi, hal ini juga akan menjadi dorongan yang kuat bagi daerah untuk mengajak social enterpreneur berkolaborasi,” tuturnya.
Salah satu perusahaan yang menerapkan daur ulang sampah adalah PT Wasteforchange Alam Indonesia. Founder and Managing Director PT Wasteforchange Alam Indonesia Bijaksana Junerosano mengatakan, sejak beroperasi pada 2015 hingga saat ini, Wasteforchange telah mengelola sampah hingga 5.300 ton. Angka ini sama dengan mengurangi 5.726 ton setara karbon dioksida.
”Jadi, kami ikut program pemerintah dalam menurunkan jejak karbon atau sama dengan menanam 94.684 pohon selama 10 tahun. Ini merupakan kontribusi kami dan teman-teman mitra yang mempercayakan sampahnya dikelola oleh kami,” katanya.
Selain mitra di sektor swasta, Wasteforchange mengelola sampah dari tiga kementerian, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian Keuangan. Ia berharap makin banyak kementerian atau lembaga lainnya mengikuti pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Guna meningkatkan tata kelola sampah dan menjangkau kolaborasi lebih luas, Junerosano menegaskan, pihaknya siap berinvestasi di pemerintah provinsi ataupun kabupaten/kota di Indonesia. Namun, hal ini masih menemui sejumlah tantangan, salah satunya sistem kemitraan antara swasta dan pemda belum jelas.
”Ambil contoh target dinas lingkungan hidup, retribusi sampah itu bagian dari PAD (pendapatan asli daerah). Mereka khawatir kalau swasta masuk target PAD turun. Jadi, ada pertentangan antara menyelesaikan sampah atau mengejar PAD. Sistem kemitraan ini perlu terus di-improve dan dibenahi,” ungkapnya.
Target pengelolaan
Menurut Novrizal, pemerintah menetapkan target indikator pengelolaan sampah pada 2025. Pada 2019, tercatat kapasitas pengelolaan sampah baru 32 persen yang terdiri dari 3 persen pengurangan dan 29 persen penanganan. Sementara pada 2025 ditargetkan pengelolaan sampah dapat mencapai 100 persen yang terdiri 30 persen pengurangan dan 70 persen penanganan.
Novrizal menegaskan, pemerintah telah melakukan semua pendekatan untuk mengatasi masalah sampah. Upaya itu meliputi antara lain menyiapkan semua kebijakan, prosedur, dan standar pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir. Pihaknya juga membenahi sistem pengelolaan sampah di daerah untuk meningkatkan kapasitas pelayanan pemerintah daerah.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Februari 2019, saat ini Indonesia menghasilkan 64 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya. Dari jumlah itu, sekitar 60 persen diangkut dan ditimbun ke tempat pembuangan akhir (TPA), 10 persen didaur ulang, sedangkan 30 persen sisanya tidak terkelola dan mencemari lingkungan.