Dua bibit siklon terpantau BMKG berada di Samudra Hindia yang satu di antaranya berada di selatan Jawa. Ini bisa memicu cuaca ekstrem yang harus diwaspadai masyarakat.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua bibit siklon muncul di Samudra Hindia dan satu di antaranya yang berada di selatan Jawa Barat terus menguat dan dikhawatirkan memicu peningkatan intensitas hujan di sebagian wilayah Indonesia. Di Jawa, risiko hujan lebat hingga ekstrem lebih berpeluang terjadi di wilayah pegunungan sehingga perlu mewaspadai risiko banjir dan longsor.
”Saat ini terpantau dua bibit siklon di Samudra Hindia, yaitu 96S di sebelah selatan Jawa Barat, lainnya 99S yang berada di dekat Australia,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab, di Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Saat ini bibit siklon tropis 96S berada di posisi sekitar 11,5 Lintang Utara (LU) dan 107,6 Bujur Timur (BT) dan berada di dalam wilayah monitoring Pusat Siklon Tropis-BMKG. Pantauan citra satelit cuaca enam jam terakhir menunjukkan aktivitas pertumbuhan awan konvektif di dekat sistem.
Sekalipun belum menjadi siklon tropis, kita perlu antisipasi karena posisinya yang relatif dekat dengan wilayah Indonesia. (Fachri Radjab)
Analisis data angin perlapisan sirkulasi terpantau dari lapisan bawah hingga lapisan menengah, tetapi sirkulasi masih belum cukup terpusat. ”Berdasarkan data model, untuk 24 jam ke depan, terlihat adanya peningkatan kecepatan angin dan pergerakan bibit ini ke tenggara-selatan. Sekalipun belum menjadi siklon tropis, kita perlu antisipasi karena posisinya yang relatif dekat dengan wilayah Indonesia,” ujarnya.
Bibit siklon tropis 99S berada di selatan Nusa Tenggara dengan posisi di sekitar 16,5 LU dan 119,3 BT. Sekalipun terpantau adanya peningkatan kecepatan angin, pergerakan bibit siklon ke tenggara-selatan diperkirakan bakal memasuki wilayah daratan Australia bagian barat sehingga berpeluang luruh.
”Jika bibit siklon 99S ini luruh lebih cepat, peluang 96S menguat sehingga menjadi siklon tropis akan meningkat karena pusaran anginnya menjadi lebih terpusat pada satu sistem,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto.
Menurut Siswanto, lokasi pembentukan bibit siklon 96S mirip dengan siklon tropis Dahlia dan Cempaka pada tahun 2017. ”Untungnya kali ini, bibit siklon 96S bergerak bergerak ke timur dan menjauhi Indonesia. Waktu itu siklon Cempaka yang menyebabkan hujan ekstrem dan bencana banjir hingga menewaskan 41 orang karena bergerak mendekati Indonesia. Itu tidak lazim karena biasanya siklon memang bergerak menjauhi garis khatulistiwa,” tuturnya.
Selain faktor bibit siklon ini, keberadaan gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) Rossby Ekuatorial dan Kelvin juga masih beredar di wilayah Indonesia. Ditambah lagi sudah masuknya monsun Asia, menambah labilitas cuaca di Indonesia.
Peluang hujan lebat
Fachri mengatakan, potensi hujan tinggi dengan intensitas lebat hingga ekstrem berpeluang terjadi di wilayah Sumatera meliputi Aceh, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementara di Jawa, mulai dari Banten hingga Jawa Timur, hampir seluruh Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua.
Angin puting beliung dalam dua hari ke depan berpeluang terjadi di Kepulauan Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan. Sementara banjir berpeluang terjadi di Aceh dan Jawa Timur.
Siswanto mengatakan, untuk wilayah Jawa, daerah pegunungan dan selatan berpeluang mendapatkan hujan lebih tinggi sehingga perlu lebih mengantisipasi risiko bencana hidrometeorologi, khususnya longsor dan banjir. ”Dalam beberapa hari ke depan, pegunungan tengah di Jawa perlu waspada. Respons pegunungan umumnya lebih kuat ketika terjadi labilitas cuaca seperti saat ini,” tuturnya.
Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, setelah banjir yang melanda Kota Medan, pekan lalu, banjir yang dipicu oleh hujan intensitas tinggi melanda Kabupaten Lebak pada Minggu (6/12/2020) malam. Banjir ini menyebabkan 1.817 rumah terendam air dengan ketinggian beragam berkisar 1-1,5 meter. Hujan juga menyebabkan longsor yang merusak 21 rumah dengan skala ringan, 27 rusak sedang, 15 dan rusak berat.
Meluas
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal mengatakan, hasil pemantauan perkembangan musim hujan hingga akhir November 2020 menunjukkan, sebanyak 61 persen daerah di wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan, yaitu sebagian Sumatera, Jakarta, sebagian besar Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, sebagian Jawa Timur, sebagian besar Bali, sebagian NTB, Flores bagian utara, Kalimantan, sebagian Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan bagian barat, Maluku Utara, sebagian Maluku, Papua Barat, dan Papua bagian utara.
Sementara itu, anomali iklim La Nina terpantau masih berlangsung di Samudra Pasifik dengan intensitas level moderat. Suhu muka laut Samudra Pasifik bagian tengah daerah Nino 3.4 menunjukkan anomali minus 1.4 derajat celsius. Intensitas La Nina diprediksi akan mencapai puncaknya pada periode Januari-Maret 2021 dan kemudian akan melemah pada bulan Mei 2021.
”Musim hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia diprediksi akan berlangsung hingga bulan April 2021. Namun, untuk sebagian besar wilayah, puncaknya diprediksi terjadi pada bulan Januari-Februari 2021 yang umumnya bertepatan dengan puncak Monsun Asia,” tuturnya.