Bibit siklon tropis terbentuk di dekat Selat Sunda yang secara bersamaan terjadi penguatan monsun Asia dan aliran gelombang atmosfer ekuatorial yang membawa massa udara basah. Kombinasi ini membuka peluang hujan ekstrem.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bibit siklon tropis terbentuk di dekat Selat Sunda. Pada saat bersamaan terjadi penguatan monsun Asia dan aliran gelombang atmosfer ekuatorial yang membawa massa udara basah. Kombinasi ini menyebabkan tingginya peluang hujan lebat-ekstrem hingga sepekan mendatang.
”Hasil analisis terkini BMKG menunjukkan terdapat potensi peningkatan pertumbuhan awan-awan hujan di atas wilayah Indonesia dalam sepekan kedepan,” kata Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto, Minggu (6/12/2020).
Menurut Guswanto, peningkatan potensi pertumbuhan awan ini di antaranya disebabkan munculnya pusaran angin atau sirkulasi siklonik yang terpantau di beberapa tempat. Ini mendorong terbentuknya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin.
Laporan Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC) Jakarta, bibit siklon tropis dengan kode ”96S” saat ini berada di Samudra Hindia sebelah selatan Banten. Bibit siklon berada di 8,7 Lintang Selatan dan 105,3 Bujur Timur,atau sekitar 350 kilometer selatan barat daya Jakarta. Saat ini sistem ”96S” memiliki tekanan udara minimum di pusatnya sebesar 1005 hectopascal (hPa) dengan kecepatan angin maksimum 25 knot atau sekitar 45 km per jam.
Dari hasil pemodelan cuaca numerik, bibit siklon tropis ”96S” diprakirakan mengalami peningkatan kecepatan angin yang signifikan pada Selasa (8/12/2020). Bibit siklon ini berpotensi menjadi siklon tropis pada malam hari atau Rabu (9/12/2020) pagi dengan pergerakan ke arah tenggara-selatan menjauhi wilayah Indonesia.
Bibit siklon tropis ”96S” ini mengakibatkan pertumbuhan awan hujan yang signifikan di sekitar wilayah Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Masyarakat diimbau waspada karena daerah-daerah tersebut berpotensi terkena dampak berupa hujan lebat dan angin kencang.
Selain itu, gelombang laut dengan ketinggian 1,5-2,5 meter berpotensi terjadi di wilayah perairan Bengkulu. Potensi Gelombang laut dengan ketinggian 2,5-4 meter diprakirakan terjadi di wilayah perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, serta perairan selatan Jawa.
Sementara potensi gelombang laut dengan ketinggian 4–6 meter diprakirakan terjadi di wilayah Samudra Hindia selatan Banten hingga Jawa Tengah. Nelayan dan kapal yang melintas di wilayah perairan tersebut diimbau untuk waspada dan berhati-hati.
Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, lokasi terbentuknya bibit siklon ini cukup dekat dengan Pulau Jawa. ”Posisinya hampir serupa dengan Siklon Dahlia yang menyebabkan hujan ekstrem dan bencana tahun 2017. Jadi, kalau bibit siklon ini menjadi siklon, dampaknya pasti akan lebih kuat lagi,” ujarnya.
Monsun Asia
Siswanto mengatakan, cuaca ekstrem yang melanda Indonesia juga dipicu gelombang atmosfer, yaitu Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby Ekuatorial, dan gelombang Kelvin di wilayah Indonesia.
”Jadi, cuaca ekstrem kali ini merupakan hasil superimpose (gabung sejumlah faktor). Saat ini juga terjadi penguatan monsun Asia. Massa udara basah dari Laut China Selatan sudah menyeberang ekuator sehingga meningkatkan peluang hujan di bagian barat Indonesia,” tuturnya.
Untuk potensi cuaca ekstrem di Indonesia, menurut Siswanto, masih terkonsentrasi di sepanjang Pulau Sumatera, Jawa bagian selatan, dan Bali hingga Nusa Tenggara Timur. ”Jawa bagian tengah dan selatan lebih rentan terdampak hujan lebat, seperti terlihat curah hujan tertinggi kemarin terjadi di Nganjuk, Jawa Timur, dengan intensitas 130 mm per hari,” ujarnya.
Untuk Jabodetabek, peluang hujan lebat dan intensitas tinggi terjadi di bagian selatan, khususnya Bogor. ”Kalau lihat prediksi 10 harian ke depan, Jabodetabek bagian utara belum mengkhawatirkan,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Siswanto, bencana banjir yang melanda Medan, Sumatera Utara, pekan lalu, disebakan oleh hujan berturut-turut dalam sepekan terakhir dengan intensitas bervariasi sedang hingga tinggi, yaitu 20-80 mm. ”Ini menyebabkan permukaan tanah dan saluran banjir sudah jenuh sehingga mudah terjadi banjir dan luapan,” tuturnya.