Shell Eco-Marathon (SEM) Asia, kompetisi pengembangan mobil hemat energi rutin diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Lomba ini memotivasi mereka untuk mencipkan berbagai inovasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Perubahan gaya hidup rendah karbon salah satunya dapat dilakukan dengan cara konversi ke kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan. Akan tetapi, hal ini kerap terkendala minimnya riset dan inovasi. Melalui kompetisi pengembangan mobil hemat energi Shell Eco-Marathon, kini mulai banyak muncul generasi muda sebagai benih-benih inovator industri kendaraan masa depan.
Berlaga di kompetisi internasional diakui Kusyandi sangat membantunya dalam mengembangkan inovasi dan kreativitas mengembangkan kendaraan hemat energi. Kusyandi adalah salah satu anggota tim Bumi Siliwangi 4 dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, yang mengikuti kompetisi Shell Eco-Marathon (SEM) Asia 2020.
Bumi Siliwangi merupakan bagian dari unit kegiatan mahasiswa (UKM) UPI bernama komunitas penggemar teknologi otomotif (Kompetitif). UKM tersebut memiliki tiga divisi utama yaitu divisi karting yang biasa berlaga di Sentul International Sirkuit, kemudian divisi road race, serta divisi riset dan teknologi.
Dalam diskusi secara daring, Jumat (4/12/2020), Kusyandi menceritakan, tim Bumi Siliwangi 4 pertama kali mengikuti kompetisi SEM pada 2012 di Sepang International Circuit, Malaysia. Bumi Siliwangi 4 kemudian terbagi lagi menjadi empat tim utama yang masing-masing berlaga dalam kategori SEM yakni konsep urban dan prototipe.
Dalam kompetisi rancang bangun mobil masa depan hemat energi itu, konsep urban melombakan mobil mini hemat energi, seperti kendaraan umum perkotaan. Prototipe melombakan mobil mini hemat energi dengan elemen desain inovatif sehingga bentuk unik atau aneh. Kedua kategori dibagi menjadi tiga subkategori sumber energi, yakni pembakaran mesin dalam atau ICE (bensin, solar, etanol, gas cair), baterai eletrik, dan hidrogen.
Kusyandi mengakui bahwa tidak mudah bagi tim Bumi Siliwangi untuk berkembang. Saat awal kompetisi, keikutsertaan Bumi Siliwangi hanya dikhususkan untuk subkategori ICE. Namun, tuntutan mengikuti perkembangan zaman membuat mereka akhirnya berhasil mengembangkan dan memiliki unit yang diikutsertakan pada subkategori hidrogen SEM 2019.
“Karena kesadaran untuk terus berkembang, meski dengan keterbatasan kami bisa mengembangkan unit yang awalnya ICE sampai sekarang ada unit untuk hibrid, listrik, dan hidrogen. Meski latar belakang universitas kami ini pendidikan, tetapi tidak menuntut kemungkinan untuk kami terus berkembang dan berkompetisi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Bumi Siliwangi memutuskan untuk mengembangkan kendaraan hemat energi salah satunya pada kategori listrik karena perkembangan teknologi ini nantinya tidak hanya berguna untuk perlombaan. Akan tetapi, ke depan, pengembangan ini memiliki peluang besar dari sisi riset dan inovasi karena adanya dorongan konversi kendaraan dari bahan bakar minyak ke kendaraan berenergi listrik.
Menurut Kusyandi, kompetisi SEM merupakan sebuah wadah sekaligus tantangan untuk bisa berkontribusi langsung dalam menuangkan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi otomotif. SEM menjadi tempat yang mengapresiasi perjuangan inovator muda sehingga meningkatkan semangat dalam mengembangkan inovasi agar bisa bersaing dengan tim dari negara lain.
Meningkatkan inovasi
Meningkatnya inovasi dan kreativitas juga dirasakan Ahmad Yoga, anggota tim Garuda dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Saat mengikuti SEM 2018, melalui konsep peredam tabrakan, Garuda UNY memanfaatkan kaleng bekas yang dirancang sedemikian rupa dan diuji serta diaplikasikan di mobil. Kreativitas ini mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari panitia berupa juara satu kategori safety award.
Yoga menyatakan, tim juga terus berinovasi untuk memaksimalkan dan mengoptimalkan semua aspek dalam kendaraan baik dari sisi mesin, elektrik, maupun badan kendaraan. Semua aspek tersebut dimaksimalkan untuk menjawab tantangan di setiap kompetisi efisiensi energi dalam kendaraan.
Tim Garuda UNY baru mengikuti kompetisi SEM pada 2017 dan langsung mendapatkan prestasi pada keikutsertaan pertamanya tersebut. Saat itu, Garuda UNY juara ketiga pada kategori ICE Urban Concept dan menjadi finalis pada Drivers World Championship (DWC). Setahun berselang, Garuda UNY melampaui capaian sebelumnya dengan meraih juara satu pada kategori safety award dan juara ketiga pada kualifikasi DWC.
Sementara pada 2019, capaian Garuda UNY kembali meningkat dengan memecahkan rekor regional Asia pada kategori efisiensi. Mereka juga menempati posisi kedua pada kategori ICE Urban Concept dengan capaian 382,9 kilometer per liter.
Inovasi juga terus dikembangkan tim Antasena dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya yang berpartisipasi pada SEM 2012 dan 2014. Tim Antasena kembali berkompetisi pada SEM 2019 di Sepang kategori Urban Concept berbahan bakar hidrogen setelah sempat jeda selama empat tahun. Persiapan riset teknis yang lebih matang selama jeda tersebut membuat tim Antasena berhasil mengalahkan lebih dari 100 tim inovator dalam kualifikasi DWC.
Rektor ITS Mochammad Ashari menyatakan, kompetisi SEM merupakan persiapan untuk menuju dunia yang lebih bersih. Upaya ini juga akan memberikan pola pikir baru bagi generasi muda khususnya mahasiswa untuk mengembangkan kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan.
Kian diminati
Bisa jadi, tidak ada kompetisi pengembangan mobil hemat energi yang rutin diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia selain Shell Eco-Marathon (SEM) Asia. Bahkan, kompetisi yang telah diadakan sejak sepuluh tahun silam ini kian diminati generasi muda Indonesia untuk mengembangkan inovasi dan kreativitasnya dalam mengembangkan kendaraan ramah lingkungan.
Tingginya minat ini juga ditunjukkan dari semakin meningkatnya partisipasi mahasiswa Indonesia setiap tahunnya. Awal kompetisi pada 2010 lalu, tercatat hanya empat perguruan tinggi Indonesia yang berpartisipasi dan meningkat 200 persen pada 2020 dengan jumlah keikutsertaan mencapai 25 perguruan tinggi.
Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Dian Andyasuri menyampaikan, pada masa awal, hanya sembilan tim asal Indonesia yang berpartisipasi dalam kategori pembakaran mesin dalam. Sementara tahun ini, partisipasi kembali meningkat menjadi 16 tim yang berinovasi di kategori pembakaran mesin dalam serta 15 tim di kategori mobil listrik dan bahan bakar hidrogen. Secara keseluruhan, saat ini sudah terdapat 80 tim dari 45 institusi pendidikan yang sudah memiliki inovasi di bidang mobil hemat energi.
Selama sepuluh tahun keikusertaan tersebut, Indonesia juga berhasil meraih juara dalam Shell Eco-Marathon DWC sebagai perwakilan regional Asia. Dalam kompetisi tersebut, tim Sapuangin dari ITS dan tim Bumi Siliwangi 4 dari UPI berhasil meraih gelar juara dengan mengalahkan tim pesaing dari Kanada, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa.
“Semoga ke depannya ini bisa menjadi masukan untuk industri masa depan terutama mobilitas di Indonesia. Kami juga berharap generasi muda yang sudah berhasil menjadi inovator ini dan maju ke panggung dunia dapat mengajak generasi selanjutnya sehingga inovasi semakin terdepan,” ujarnya.
Jejak dan perjuangan generasi muda dalam kompetisi ini juga turut dihadirkan melalui buku Shell Eco-Marathon Stories: A Quest of Contribution on Developing Indonesia Innovative Talents. Buku ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan pemicu semangat generasi muda Indonesia lainnya untuk semakin berani dan pantang menyerah dalam mengembangkan inovasi mereka.