Perubahan iklim memiliki akibat serius pada kesehatan dan keselamatan manusia. Upaya mengerem penghangatan global pun bisa mengurangi risiko terjadinya pandemi baru.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pandemi Covid-19 telah menunjukkan ketika kesehatan terancam dalam skala global, aktivitas ekonomi dan kehidupan manusia turut terpukul. Krisis global seperti ini juga bisa terjadi akibat perubahan iklim, namun banyak yang tidak menyadari karena prosesnya perlahan. Sebagaimana upaya global mengatasi pandemi, hal serupa seharusnya juga dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim.
Laporan jurnal ilmiah terkemuka The Lancet bertajuk “Kesehatan dan Perubahan Iklim” yang dirilis pada Kamis (3/12/2020) mendorong perlunya tindakan tegas dan cepat yang diambil oleh seluruh negara untuk menghadapi dua persoalan terbesar, kesehatan dan perubahan iklim, yang dihadapi umat manusia.
Laporan ini ditulis 120 akademisi dan peneliti dari 35 institusi akademikus terkemuka dan badan-badan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membentuk The Lancet Countdown, dan mengacu pada keahlian para ilmuwan iklim, ahli geografi, ahli di bidang energi, kesehatan, dan sejumlah ilmuwan lain.
Para penulis dalam laporan tersebut menyebutkan, pemulihan dari krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 menawarkan peluang yang penting bagi para pemimpin negara untuk bertindak terhadap perubahan iklim. Bersama-sama bertindak terhadap dua krisis di saat yang sama dan saling berkaitan, menawarkan kesempatan untuk meningkatkan sistem keselamatan kesehatan masyarakat, menciptakan ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus melindungi lingkungan.
“Pandemi Covid-19 telah menunjukkan kepada kita bahwa ketika kesehatan terancam dalam skala global, ekonomi dan cara hidup kita dapat terhenti,” kata Ian Hamilton, Direktur Eksekutif Lancet Countdown.
Disebutkan, ancaman terhadap kesehatan manusia berlipat ganda dan meningkat karena perubahan iklim. Sistem perawatan kesehatan pun berisiko hancur di masa depan kecuali arah pembangunan berubah.
"Tahun ini terjadi kebakaran hutan hebat di California, Amerika Serikat dan badai tropis yang menghancurkan di Karibia dan Pasifik, yang berlangsung bersamaan saat pandemi. Ini menjadi peringatan tragis dan menggambarkan bahwa dunia tidak memiliki kekuatan dalam menangani pandemi, dan juga menggambarkan secara tragis bahwa dunia tidak bisa memilih untuk menangani satu krisis saja pada satu waktu bersamaan,” sebut Hamilton.
Peningkatan kematian
Laporan Lancet Countdown 2020 ini juga menunjukkan bukti baru, bahwa dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan 54 persen kematian usia tua akibat naiknya suhu panas bumi. Paparan gelombang panas akan sangat berdampak pada orang di atas usia 65 tahun.
Sekitar 296.000 kematian pada orang lanjut usia terjadi pada tahun 2018. Mata pencaharian juga berisiko karena panas semakin memengaruhi kemampuan orang untuk bekerja di luar ruangan pada negara-negara berkembang, dengan implikasi ekonomi yang signifikan. Tahun lalu saja misalnya, produktivitas terus menurun, dan India menyumbang 40 persen dari total 302 miliar jam kerja yang hilang karena gelombang panas.
Gelombang panas dan kekeringan juga mendorong peningkatan kebakaran hutan, yang mengakibatkan luka bakar, kerusakan jantung dan paru-paru akibat asap, serta hilangnya tempat tinggal. Sekitar 128 negara mengalami peningkatan luasan daerah kebakaran hutan sejak awal tahun 2000-an.
Amerika Serikat menjadi negara yang mengalami perluasan kebakaran terbesar. Sementara itu, pada akhir abad ini, dalam laporan menemukan bahwa kenaikan permukaan laut yang diproyeksikan berdampak pada pengungsian hingga 565 juta orang, dapat membuat mereka lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan.
Hugh Montgomery, dokter perawatan intensif dari University College London, yang turut dalam Lancet Countdown mengatakan, “Perubahan iklim mendorong masalah besar yang memperlebar ketidaksetaraan dan ketidakadilan kesehatan di dalam negeri dan antar negara. Laporan kami menunjukkan bahwa, seperti Covid-19, orang tua menjadi kelompok rentan, dan orang-orang dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit asma dan diabetes, berada pada risiko yang lebih rentan.”
Jalankan komitmen
Namun, jika para pemimpin negara mengambil tindakan nyata dan cepat untuk mengatasi dampak perubahan iklim, yakni dengan melaksanakan rencana dan komitmen untuk membatasi kenaikan suhu global hingga jauh di bawah 2 derajat celcius, dunia dapat memitigasi guncangan masalah ini. Langkah tersebut sekaligus menyelamatkan kesehatan masyarakat dan ekonomi.
Laporan ini menegaskan, perubahan iklim dan pemicunya, yaitu rusaknya lingkungan karena urbanisasi, pertanian intensif dan sistem pangan yang tidak berkelanjutan, perjalanan udara dan pariwisata, perdagangan, dan gaya hidup yang didukung bahan bakar fosil, pada gilirannya bakal menciptakan kondisi yang mendorong terjadinya penyakit zoonosis (penyakit ditularkan dari hewan ke manusia).
Karenanya, tindakan mengerem laju perubahan iklim juga dapat mengurangi risiko pandemi baru di masa mendatang. Perubahan iklim merupakan pemicu yang dapat mendorong risiko pandemi zoonosis.
Wenjia Cai, Direktur Regional Asia untuk Laporan Lancet Countdown terbaru, yang berbasis di Universitas Tsinghua, Beijing mengatakan, “Kegagalan dalam memenuhi komitmen iklim ini membuat beberapa tujuan kunci pembangunan berkelanjutan berada di luar jangkauan dan kemampuan,” kata dia.