Biaya Penanaman Pohon untuk Mengendalikan Perubahan Iklim Sangat Mahal
Hasil riset menunjukkan biaya penanaman dan perawatan pohon agar dapat menyerap emisi CO2 agar suhu global tak bertambah melebihi 1,5 derajat celsius sangat tinggi. Akan lebih murah untuk melindungi hutan tersisa.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Menanam pohon dan mencegah deforestasi merupakan strategi yang direkomendasikan para ahli untuk memitigasi perubahan iklim. Namun, upaya ini nantinya tak akan semakin mudah karena dihadapkan pada biaya pelestarian dan penanaman pohon yang sangat tinggi. Ini karena pohon yang dibutuhkan untuk menyerap emisi karbon dioksida itu sangat banyak.
Analisis biaya penanaman dan pelestarian pohon ini dilakukan peneliti dari RTI International, North Carolina State University, dan Ohio State University. Mereka menjumpai bahwa biaya tersebut akan meningkat tajam di bawah rencana pengurangan emisi yang lebih ambisius. Penemuan ini dipublikasikan jurnal Nature Communications, Selasa (1/12/2020), kebetulan bertepatan dengan Bulan Menanam Pohon di Indonesia.
Pada 2055, mereka memproyeksikan akan membutuhkan biaya sebanyak 393 miliar dollar AS per tahun atau sekitar Rp 5.502 triliun (kurs Rp 14.000) untuk membayar pemilik tanah agar menanam dan melindungi cukup banyak pohon. Jumlah pohon tersebut sedikitnya memadai untuk bisa mencapai 10 persen dari total pengurangan emisi yang menurut para ahli internasional diperlukan untuk membatasi perubahan iklim hingga 1,5 derajat celsius.
”Sektor kehutanan global dapat memberikan bagian yang sangat penting dari mitigasi yang diperlukan untuk mencapai target iklim global,” kata Justin Baker, rekan penulis kajian dan profesor ekonomi sumber daya hutan di North Caroline State University.
Semakin kita mengurangi emisi—semakin banyak karbon yang kita serap—kita membayar biaya yang semakin tinggi untuk itu. (Justin Baker)
Ia mengatakan, secara potensi fisik hal itu bisa dilakukan. Namun, ketika melongok pada biaya ekonomi untuk penanaman itu, dirasanya tidak linier. ”Itu berarti bahwa semakin kita mengurangi emisi—semakin banyak karbon yang kita serap—kita membayar biaya yang semakin tinggi untuk itu,” katanya.
Panel ahli antarpemerintah tentang perubahan iklim (IPCC) selama ini mengharapkan kehutanan memainkan peran penting dalam mengurangi perubahan iklim. Untuk menganalisis biaya pelestarian hutan, pencegahan panen dan deforestasi, serta penanaman pohon, peneliti menggunakan model pembiayaan yang disebut Global Timber Model. Mereka memperkirakan biaya pelestarian pohon di hutan pribadi yang dimiliki dan dikelola oleh perusahaan untuk dipanen untuk produk pulp dan kertas, serta di lahan milik publik, seperti taman nasional AS.
”Melindungi, mengelola, dan memulihkan hutan dunia akan diperlukan untuk menghindari dampak berbahaya dari perubahan iklim, dan memiliki manfaat tambahan yang penting, seperti konservasi keanekaragaman hayati, peningkatan layanan ekosistem, dan perlindungan mata pencarian,” kata Kemen Austin, penulis utama studi dan analis kebijakan senior di RTI.
Pemahaman yang lebih baik tentang biaya mitigasi dari hutan global akan membantu kami memprioritaskan sumber daya dan menginformasikan desain kebijakan mitigasi yang lebih efisien. (Kemen Austin)
”Hingga saat ini, hanya ada penelitian terbatas yang menyelidiki biaya mitigasi perubahan iklim dari hutan. Pemahaman yang lebih baik tentang biaya mitigasi dari hutan global akan membantu kami memprioritaskan sumber daya dan menginformasikan desain kebijakan mitigasi yang lebih efisien,” kata Kemen Austin.
Para peneliti memperkirakan akan menelan biaya 2 miliar dollar AS per tahun atau Rp 28 triliun untuk mencegah 0,6 gigaton karbon dioksida dilepaskan pada tahun 2055. Sebagai perbandingan diperlukan 393 miliar dollar AS per tahun untuk menyerap 6 gigaton atau setara dengan emisi dari hampir 1,3 miliar kendaraan penumpang yang dikendarai selama satu tahun, menurut US Environmental Protection Agency\'s Greenhouse Gas Equivalencies Calculator.
”Tidaklah jelas dari hasil ini bahwa Anda akan mendapatkan mitigasi biaya rendah yang konsisten dari sektor kehutanan global, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian lain,” kata Baker.
Daerah tropis diharapkan memainkan peran terbesar dalam mengurangi emisi, dengan Brasil (negara yang memiliki bagian terbesar dari hutan hujan Amazon), Republik Demokratik Kongo, dan Indonesia sebagai penyumbang bagian terbesar. Daerah tropis akan memberikan kontribusi antara 72 dan 82 persen dari total mitigasi global dari kehutanan pada tahun 2055.
Para peneliti juga menemukan bahwa pengelolaan hutan di daerah beriklim sedang, seperti kawasan hutan di Amerika Serikat bagian selatan, akan memainkan peran penting, terutama di bawah skenario harga yang lebih tinggi. Mereka berharap penghijauan, yang memperkenalkan pohon ke daerah yang tidak aktif di hutan, dan mengelola lahan hutan yang ada akan menjadi strategi penting di Amerika Serikat.