Wabah Covid-19 menempati rekor baru di Indonesia dengan penambahan 5.828 kasus baru dan 169 kematian. Ini perlu diantisipasi karena sejumlah rumah sakit telah kewalahan menampung pasien Covid-19.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penambahan kasus harian dan kematian karena Covid-19 di Indonesia kembali mencapai rekor tertinggi. Jumlah kasus dan korban jiwa bisa lebih banyak lagi, selain karena jumlah pemeriksaan masih kurang, tidak semua data di daerah dilaporkan secara nasional.
Laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang berbasis data Kementerian Kesehatan menyebutkan, kasus di Indonesia bertambah 5.828 orang dan korban jiwa bertambah 169 orang pada Jumat (27/11/2020). Penambahan harian ini merupakan yang tertinggi sejak ditemukannya kasus Covid-19 di Indonesia pada awal Maret 2020.
Dengan penambahan ini, total kasus Covid-19 di Indonesia sebanyak 522.581 orang, sedangkan korban jiwa menjadi 16.521 orang. Jumlah ini bisa lebih tinggi lagi karena belum semua data di daerah dimasukkan secara nasional.
”Situasi semakin mengkhawatirkan karena rumah sakit di mana-mana juga penuh. Kemarin (Kamis), saya mencarikan tempat perawatan untuk sejawat, sudah menelepon 56 rumah sakit di daftar rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta, tetapi semua penuh. Baru bisa masuk setelah ada pasien yang keluar karena meninggal,” kata Tri Maharani, dokter emergensi yang menjadi sukarelawan di Laporcovid-19.
Situasi serupa juga terjadi di daerah lain, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. ”Rumah sakit di daerah-daerah Jawa Timur juga penuh, seperti Jember, Malang, dan Surabaya sudah nyaris penuh,” kata Tri.
Juru bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan, ”Rumah sakit penuh. Terjadi antrean pasien Covid-19 di IGD kami.”
Menurut Tonang, penuhnya kapasitas rumah sakit juga terjadi di grup rumah sakit di seluruh Solo. ”Sangat sulit mencari kamar kosong untuk pasien, kecuali ada yang pulang atau meninggal. Dengan antrean ini, kemungkinan korban bisa meninggal di luar rumah sakit dan kemungkinan tidak terdata,” tuturnya.
Dokter dan epidemiolog Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Joko Mulyanto, mengatakan, semua ruang isolasi pasien Covid-19 di Banyumas, Jawa Tengah, juga telah penuh. ”Tempat tidur di ruang isolasi tak tersisa lagi,” ujarnya.
Lonjakan pasien juga terjadi di luar Jawa. Robert Naiborhu (47), dokter spesialis paru di RS Umum Daerah Abdul Rivai, Berau, Kalimantan Timur, mengatakan, dalam seminggu terakhir, rumah sakitnya sudah penuh. ”Lonjakan pasien sudah terjadi sebulan terakhir, ada penambahan 102 pasien. Kemungkinan karena pengaruh cuti panjang dan perjalanan pulang pegawai perusahaan tambang,” tuturnya.
Menurut Robert, persoalan di daerah lebih rumit karena pasien dengan tanpa gejala atau gejala ringan kesulitan melakukan isolasi mandiri karena adanya penolakan atau stigma di masyarakat. ”Situasi makin sulit karena kontak lokal yang tidak diketahui sumber penularannya juga meningkat,” ujarnya.
Agar segera diantisipasi
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, penambahan kasus yang signifikan dan penuhnya rumah sakit ini harus segera diantisipasi agar korban jiwa tidak bertambah tinggi. Apalagi, penularan di masyarakat jauh lebih besar dibandingkan yang terkonfirmasi karena minimnya pemeriksaan.
Dengan jumlah orang yang diperiksa sebanyak 39.435 orang pada Jumat, rasio kasus positif di Indonesia berarti sebesar 14,78 persen, hampir sama dengan rata-rata sepekan terakhir. Rasio positif ini jauh di atas ambang maksimal yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen sebagai syarat untuk melonggarkan pembatasan.
Rasio kasus positif ini mendekati saat terjadinya lonjakan wabah pada bulan Agustus dan sudah jauh lebih tinggi dibandingkan rasio positif pada bulan Mei yang waktu itu 10,81 persen, 11,79 persen pada Juni, 13,36 persen pada Juli, dan 15,42 persen pada Agustus. Dengan adanya peningkatan tes, rasio kasus positif harusnya menurun, tetapi situasi menunjukkan sebaliknya.
Jumlah pemeriksaan di Indonesia per Jumat sudah mendekati ambang minimal WHO, tetapi hal itu hanya berlaku jika rasio positif kurang dari 5 persen. Dengan rasio positif di Indonesia yang masih di atas 10 persen, menurut Dicky, jumlah pemeriksaan di Indonesia minimal 100.000 per hari.
”Kasus harian di Indonesia saat ini kemungkinan sudah di atas 20.000, artinya baru seperempatnya yang ditemukan karena jumlah tes terbatas,” kata Dicky.
Bahkan, pemodelan oleh Univesitas Oxford, Inggris, yang bisa diakses di ourworldindata.org menyebutkan, penambahan kasus di Indonesia bisa 38.000- 44.000 per hari. Pemodelan epidemiologi ini dibuat dengan melihat tren penularan yang sebenarnya di komunitas dibandingkan dengan tren yang terkonfirmasi.
Selisih data
Selain persoalan keterbatasan tes, angka kasus dan kematian karena Covid-19 yang dilaporkan secara nasional oleh Kementerian Kesehatan-Satgas Covid-19 juga lebih kecil dibandingkan dengan data di daerah. Selisih data terbanyak terjadi di Jawa Tengah (Jateng).
Menurut data Kementerian Kesehatan, penambahan kasus harian di Jateng pada Jumat sebanyak 963 kasus dan korban jiwa 51 orang. Namun, data Pemerintah Provinsi Jateng, yang bisa diakses di laman corona.jatengprov.go.id, penambahan kasus sebanyak 1.759 dan penambahan korban meninggal 77 orang.
Secara total, menurut data Pemrov Jateng, jumlah kasus Covid-19 di wilayah mereka sebanyak 52.851 orang dan korban jiwa mencapai 3.537. Padahal, data di Kementerian Kesehatan, total kasus di Jateng hanya 50.880 dan korban yang meninggal 2.248 orang. Jadi, ada 1.971 jumlah kasus dan 1.289 kematian di Jateng yang tidak tercatat oleh Kementerian Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan, data kematian yang ditampilkan di laman resmi mereka merupakan data waktu nyata (real time) yang dilaporkan setiap fasilitas kesehatan. Sementara data kematian di pusat, menurut dia, sudah dilakukan pembersihan. ”Yang penting masing-masing bisa mempertanggungjawabkan data itu dan menjelaskannya,” katanya.
Kendati demikian, ia juga berupaya agar angka perbedaan data kematian semakin kecil. ”Banyak? Iya, karena real-time-nya memang seperti itu. Kami jujur saja. Menurut saya, data masuk dulu saja karena perbedaan ada (wajar) karena data-datanya dinamis," lanjut Yulianto.
Catatan Kompas, perbedaan data kematian antara Pemprov Jateng dan Satgas Penanganan Covid-19 sudah berlangsung lama. Pada 16 Juli 2020, misalnya, tercatat perbedaan dua kali lipat. Di Jateng ada 568 orang meninggal, sedangkan pusat 267 orang. Data Pemprov Jateng selalu lebih banyak ketimbang data pusat.
Pemprov Jateng pun dalam beberapa kesempatan berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Saat itu, dikatakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, bahwa salah satu permasalahan ada pada perbedaan waktu menampilkan datanya. Namun, setelah itu, perbedaan data kasus dan kematian semakin membesar
Selisih data juga terlihat di Banten. Berdasarkan data Pemrov Banten di infocorona.bantenprov.go.id, jumlah total kasus sebanyak 12.770 dan korban jiwa 378 orang. Sedangkan data Kemkes-Satgas Covid-19, jumlah kasus hanya 12.223 dan korban jiwa 3.222. (DIT)