Kebakaran hutan dan lahan telah mencapai tingkat membahayakan kelangsungan hidup ribuan spesies di seluruh dunia. Kebakaran tersebut umumnya dipicu oleh aktivitas manusia.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
Api telah menjadi sumber keanekaragaman hayati global selama jutaan tahun. Namun, interaksi dengan pemicu antropogenik, seperti perubahan iklim, penggunaan lahan, dan spesies invasif, mengubah sifat aktivitas kebakaran dan dampaknya. Kebakaran hutan dan lahan saat ini membahayakan lebih dari 4.400 spesies di seluruh dunia.
Perubahan pola kebakaran dan dampaknya bagi keberagaman hayati ini diungkapkan dalam kajian 27 peneliti internasional yang dipimpin University of Melbourne, Australia. Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal Science dan dirilis di laman University of Melbourne pada Senin (23/11/2020).
Dalam kajian ini, peneliti menyebutkan beberapa spesies dan ekosistem justru terancam jika tidak terjadi kebakaran. Kebakaran yang rutin terjadi, misalnya, merupakan bagian penting dari pembentukan ekosistem sabana Afrika. Aktivitas kebakaran alami dalam skala kecil juga dapat mengontrol penyebaran herbivora liar dan membantu pertumbuhan seperti rusa kutub yang lebih menyukai area terbuka.
Namun para peneliti menemukan tren kebakaran hutan dan lahan saat ini telah mencapai tingkatan yang justru membahayakan ekosistem. Perubahan ini dipicu oleh faktor antropogenik atau aktivitas manusia.
”Memahami apa yang menyebabkan perubahan di berbagai tempat membantu kami menemukan solusi efektif yang bermanfaat bagi manusia dan alam,” kata Luke Kelly, pengajar di Ecology and Centenary Research Fellow University of Melbourne yang juga penulis utama laporan ini.
Para peneliti dari 25 institusi gabungan di seluruh dunia, termasuk enam penulis dari University of Melbourne ini, mengidentifikasi tiga kelompok utama pendorong manusia sebagai pengubah aktivitas kebakaran dan dampaknya terhadap keanekaragaman hayati, yaitu perubahan iklim global, penggunaan lahan, dan biotik invasi. Ini berarti masyarakat dan pemerintah di seluruh dunia perlu bertindak dan menghadapi perubahan pada lingkungan yang terjadi.
Memahami apa yang menyebabkan perubahan di berbagai tempat membantu kami menemukan solusi efektif yang bermanfaat bagi manusia dan alam.
Kelly menyebutkan, kebakaran baru-baru ini telah membakar ekosistem tempat kebakaran hutan secara historis jarang atau tidak pernah terbakar, mulai dari hutan tropis Queensland, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan hingga tundra Lingkaran Arktik.
Kebakaran yang sangat besar dan parah juga telah diamati terjadi di daerah dengan sejarah panjang kebakaran berulang, dan ini konsisten dengan pengamatan musim kebakaran yang lebih lama dan prediksi peningkatan aktivitas kebakaran hutan dan lahan semak di Australia, Eropa selatan dan barat, hingga Amerika Serikat.
Tim peneliti juga menemukan contoh mencolok dari Australia, yaitu total area yang terbakar oleh kebakaran hutan di pesisir timur dari Agustus 2019 hingga Maret 2020 mencapai 12,6 juta hektar (ha). Skala kebakaran ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara itu, pemantauan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutatanan menyebutkan, sepanjang tahun 2020 kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 274.375 hektar.
Angka ini relatif kecil dibandingkan kebakaran tahun 2019 yang mencapai 1.649.258 ha dan kebakaran tahun 2015 yang mencapai 2.611.411. Meluasnya kebakaran hutan dan lahan di Indoensia biasanya terjadi bersamaan kemarau panjang akibat fenomena iklim El Nino.
Ribuan spesies
Akibat meluasnya kebakaran hutan dan lahan, menurut kajian para peneliti, 4.400 spesies yang terancam akibat kebakaran hutan dan lahan termasuk 19 persen burung, 16 persen mamalia, 17 persen capung, dan 19 persen legum. Spesie ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam punah, terancam punah atau rentan.
”Itu merupakan sejumlah besar tumbuhan dan hewan yang menghadapi ancaman terkait dengan api,” kata Kelly. Spesies yang dikategorikan terancam oleh peningkatan frekuensi atau intensitas kebakaran, termasuk di antaranya orangutan di Indonesia dan burung endemik Australia Stipiturus mallee
Melihat situasi ini, para peneliti merekomendasikan adanya inisiatif konservasi baru yang lebih progresif, di antaranya restorasi habitat skala besar dan reintroduksi mamalia. ”Peran masyarakat sangat penting, penanganan kebakaran secara adat akan meningkatkan keanekaragaman hayati dan kesejahteraan manusia,” sebut Kelly.
Michael Clarke, Profesor Zoologi di La Trobe University, yang turut penelitian tersebut mengatakan, ”Penelitian kami menyoroti besarnya tantangan yang ditimbulkan api pada hewan, tumbuhan dan manusia mengingat kondisi iklim yang memburuk.”