Pengguna Meragukan Keamanan Data Aplikasi Muslim Pro
Dugaan bocornya data pengguna dalam aplikasi religi Muslim Pro memicu kekhawatiran umat Muslim di jagat maya dan dunia nyata. Mereka buru-buru menghapus aplikasi demi mengamankan data pribadi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pengguna ponsel meragukan keamanan data pribadi setelah muncul dugaan penjualan data aplikasi religi Muslim Pro kepada pihak militer Amerika Serikat. Meski pengembang aplikasi telah membantah dugaan itu, pengguna tetap mengantisipasi situasi terburuk kebocoran data.
Respons publik muncul setelah terbitnya laporan Vice pada 16 November 2020 tentang bagaimana pihak militer Amerika Serikat (AS) membeli data pengguna dari sejumlah aplikasi religi, salah satunya ialah Muslim Pro. Hal ini menjadi topik perbincangan warga di media sosial hingga hari ini, Jumat (20/11/2020). Banyak warga yang khawatir data mereka disalahgunakan.
Sejumlah pengguna di Indonesia pun mengaku telah menghapus aplikasi Muslim Pro untuk berjaga-jaga. Linda Dwi Rahayu (28), warga Surakarta, Jawa Tengah, mengaku keputusan itu agak berat karena aplikasi Muslim Pro cukup rutin digunakan untuk berbagai keperluan yang berbau religi.
”Sebenarnya sejak tahun lalu saya pakai aplikasi ini untuk alarm waktu azan dan penentuan arah kiblat saat akan shalat. Baru tahun ini saya coba fitur-fitur lain di dalam aplikasi, seperti untuk mendengar pembacaan ayat Al Quran serta untuk mencari masjid terdekat. Saya sesungguhnya kurang percaya dugaan penyalahgunaan data pengguna itu, tetapi lebih ke berjaga-jaga saja,” ucap Linda saat dihubungi, Jumat siang.
Usman Adi (38), pengguna asal Semarang, Jawa Tengah, juga menghapus aplikasi kendati dia berlangganan setahun demi menghapus iklan. Dia sendiri kurang tahu secara detail data apa saja yang dibagikan. Namun, sebagai pengguna berlangganan, dia berharap data pribadinya tidak dibagikan kepada oknum yang tidak bertanggung jawab.
”Saya rela bayar tahunan biar enggak terganggu dengan iklan di aplikasi itu. Kalau sudah sampai berlangganan begini, masa data pribadi kami dijual juga sih. Saya masih setengah enggak percaya,” ujarnya.
Umar Said (44), pengguna aplikasi di Jakarta Selatan, DKI Jakarta, juga telah menghapus aplikasi pada Jumat ini. Forum pengajian yang biasa dia ikuti di Kelurahan Pengadegan, Pancoran, meminta warga menghapus aplikasi itu demi keamanan umat Muslim. Informasi semacam itu juga terus beredar lewat pesan di ponselnya.
Terkait repons publik itu, pengembang aplikasi Muslim Pro terus mengklarifikasi berbagai informasi yang beredar di media massa. Dalam keterangan resmi, Selasa (17/11/2020), Muslim Pro membenarkan adanya pembagian data pengguna kepada sejumlah mitra pihak ketiga. Salah satu mitra itu adalah X-Mode, perusahaan teknologi berbasis layanan lokasi di Fairfax County, Virginia, Amerika Serikat.
Dari laporan Vice, X-Mode disebut-sebut menjual data pengguna seluruh pengembang aplikasi mitra, termasuk Muslim Pro. Data yang diketahui kini adalah lokasi pengguna dan dijual kepada pihak militer AS. Terkait itu, Muslim Pro dalam keterangan resminya membantah telah menjual data pengguna tersebut.
Muslim Pro memastikan bahwa pengelolaan data pengguna telah menjunjung tinggi perlindungan privasi. ”Kami sepenuhnya berkomitmen menghormati dan melindungi privasi pengguna sesuai dengan regulasi yang berlaku. Data pengguna murni kami kumpulkan untuk meningkatkan layanan serta pengembangan aplikasi,” ujar mereka lewat keterangan tertulis.
Karena kondisi itu, pihak Muslim Pro memutus seluruh kemitraan dengan pihak ketiga, termasuk X-Mode. Mereka meminta maaf sebesar-besarnya dan tetap berkomitmen melindungi privasi pengguna.
Praktisi forensik digital Ruby Alamsyah menilai, letak permasalahan dugaan penyalahgunaan data pengguna tersebut ada pada hubungan antarbisnis (business to business/B2B). Saat ini, dugaan yang beredar adalah pihak X-Mode yang menjual data pengguna Muslim Pro untuk pihak militer AS. Namun, dugaan ini juga perlu diselidiki apakah pihak Muslim Pro bermaksud secara sengaja menjual data tersebut kepada pihak asing.
Menurut Ruby, Muslim Pro sejauh ini mengambil data berupa lokasi dan sebagian informasi pribadi pengguna. Namun, perlu dicatat bahwa aplikasi Muslim Pro tidak pernah mengharuskan pengguna untuk masuk (login) dengan informasi resmi. Maka, sebaiknya jangan berikan data pribadi untuk aplikasi semacam ini.
Meski cukup serius, data Muslim Pro yang bocor ini hanyalah lokasi pengguna. Kebocoran data lokasi ini mungkin tidak separah kebocoran data pribadi yang terjadi di Indonesia. Ruby mengingatkan, kebocoran data pribadi 91 juta pengguna platform Tokopedia pada Mei lalu masih lebih parah. Sebab, data berupa identitas, alamat, bahkan nama ibu kandung yang sempat tersebar di DarkWeb itu berpotensi digunakan untuk berbagai tindak kejahatan.
Meski cukup serius, data Muslim Pro yang bocor ini hanyalah lokasi pengguna.
Peneliti keamanan siber sekaligus pendiri situs periksadata.com, Teguh Aprianto, menambahkan, data berupa informasi lokasi pengguna juga bisa jadi penting. Apabila dihadapkan dengan kepentingan militer, misalnya, data berupa lokasi berguna untuk membaca pola pergerakan lawan.
Terkait itu, Ruby mengingatkan, pengguna ponsel pintar agar lebih bijak dalam penggunaan berbagai aplikasi. Jangan berikan data-data penting pada platform aplikasi yang bersifat umum, seperti medsos, juga termasuk aplikasi religi. Pengguna juga perlu curiga apabila instalasi aplikasi tertentu meminta izin akses data ponsel terlalu berlebihan.
”Misalkan, aplikasi religi untuk beribadah, tetapi dia sampai minta akses mikrofon dan galeri ponsel. Secara logis saja, aplikasi itu terlalu berlebihan mengakses data ponsel. Menurut saya, hal itu patut diwaspadai,” ujarnya.
Sementara Teguh mengingatkan pengguna untuk terus memeriksa secara berkala apakah data pribadi kita sudah diretas. Salah satu cara untuk memeriksa hal itu bisa dilakukan lewat situs periksadata.com. Apabila data pengguna telah diretas, sebaiknya ganti kata sandi yang ada dalam data tersebut.