Menanamkan jiwa inovasi pada anak, remaja, dan pemuda menjadi modal awal untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini difasilitasi melalui Indonesia Science Expo 2020.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puncak bonus demografi yang terjadi pada 2025-2030 dapat menjadi peluang sekaligus tantangan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu kunci utama yang memengaruhi, termasuk kualitas daya saing di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Persiapan ini perlu didorong sejak usia dini.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, sumber daya manusia pada usia produktif akan mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk pada periode bonus demografi. Indonesia dapat mengambil manfaat yang maksimal jika penduduk usia produktif tersebut memiliki keterampilan yang unggul.
”Sumber daya manusia yang ada harus memiliki rasa ingin tahu dan optimisme yang besar dalam mengeksplorasi dunia sebagai laboratorium raksasa. Dengan begitu, kreativitas tanpa batas pun dapat tercipta, khususnya di bidang iptek dan inovasi,” tuturnya dalam acara kompetisi ilmiah Indonesia Science Expo (ISE) 2020, secara virtual, Kamis (19/11/2020).
Bambang menuturkan, pembinaan dan bimbingan bagi generasi muda amat dibutuhkan. Anak muda juga perlu dibiasakan untuk mengembangkan diri ke kancah internasional agar ekosistem daya saing global bisa terbentuk sejak dini. Mereka pun juga perlu didorong untuk menciptakan lapangan kerja secara mandiri.
”Anak muda terbukti sudah mampu membangun dan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang ditandai dengan munculnya berbagai start up karya anak bangsa. Untuk itu, diperlukan upaya untuk mendorong pemuda agar menjadi inovatif melalui pengembangan sistem inovasi daerah dan technopreneur muda,” ucapnya.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menyampaikan, generasi muda butuh sarana untuk mengembangkan dan menyalurkan ide-ide inovatif. Ia mengharapkan ISE menjadi wadah yang baik dan tepat untuk mendukung hal itu.
Sejumlah hasil inovasi yang dihasilkan dari generasi muda yang terpilih dalam kegiatan ini nantinya akan dibantu untuk bisa mendapatkan paten dan royalti. LIPI pun akan menjadi jembatan antara peneliti muda dan industri. Dengan begitu, inovasi yang dihasilkan dapat dikembangkan sampai tahap hilirisasi.
”Ide kreatif jangan disimpan sendiri. Ide itu harus dikembangkan dan disampaikan karena itu akan menjadi awal mula untuk bisa lebih berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan sekitar. Harapannya, juga dapat terus memicu semangat inovasi secara berkelanjutan,” kata Handoko.
ISE 2020
ISE merupakan ajang kompetisi ilmiah yang diselenggarakan LIPI. Rangkaian kegiatan dalam acara tersebut di antaranya Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR), National Young Inventors Award (NYIA), dan LIPI Young Scientist Award (LYSA).
LKIR adalah kompetisi ilmiah bagi siswa SMP dan SMA/sederajat dengan batas maksimum duduk pada kelas XII. Terpilih tiga pemenang dari total 39 finalis LKIR bidang ilmu pengetahuan hayati, teknik, kebumian, serta sosial dan kemanusiaan.
Sedangkan NYIA yaitu kompetisi ilmiah bagi remaja dalam melakukan inovasi yang diikuti anak dan remaja (8-18 tahun) setingkat SD, SMP, dan SMA/sederajat. Dari 41 finalis, terdapat tiga karya terbaik yang terpilih dari NYIA, yakni karya Mukhammad Sholikhuddin dan Nabil Nasruddin al-Mutawakkil, Ginaris Sekar Arum Pinasti dan Almas Fauziyah, serta Muhammad Lutfi Usman dan Ratna Juwita Salensehe.
Sementara itu, anugerah LYSA diberikan kepada Afriyanti Sumboja, dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung (ITB). LYSA dirintis LIPI sejak 2017 sebagai apresiasi bagi rekam jejak peneliti muda berusia di bawah 40 tahun yang berprestasi dan konsisten melakukan penelitian di bidangnya.