Belum Ada Bukti Kemanjuran Vaksin Sinovac
Calon vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech, China, dilaporkan memicu respons imun, tetapi tingkat pembentukan antibodi rendah. Meski demikian, vaksin ini dinyatakan telah memenuhi aspek keamanan.
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech dari China dilaporkan memicu respons kekebalan tubuh, tetapi tingkat antibodi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan pada orang yang telah pulih dari penyakit tersebut. Kemanjuran vaksin ini belum diketahui, masih harus menunggu uji klinis fase ketiga. Pemerintah Indonesia tetap harus hati-hati memilih dan memberikan vaksin kepada masyarakat.
Laporan tentang vaksin Sinovac ini berasal dari hasil awal uji klinis fase pertama dan kedua di China dengan melibatkan lebih dari 700 peserta yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet Infectious Diseases pada 17 November 2020. Uji klinis ini tidak dirancang untuk menilai kemanjuran vaksin Sinovac yang diberi nama CoronaVac ini.
Yanjun Zhang dari Department of Microbiology Zhejiang Provincial Center for Disease Control and Prevention, China, menjadi penulis pertama laporan ilmiah ini. Antara 16 April dan 25 April 2020, sebanyak 144 peserta terdaftar dalam uji coba fase pertama, sedangkan antara 3 Mei dan 5 Mei 2020, sebanyak 600 peserta terdaftar dalam uji coba fase kedua. Sebanyak 743 peserta menerima setidaknya satu dosis produk.
Uji klinis ini hanya mencakup orang dewasa sehat berusia 18 hingga 59 tahun sehingga diperlukan pengujian calon vaksin pada kelompok usia lain serta pada orang yang memiliki kondisi medis yang sudah ada sebelumnya.
Dalam laporan ini disebutkan, CoronaVac mampu memenuhi aspek keamanan alias tidak menimbulkan efek samping berarti. Gejala yang paling umum setelah pemberian vaksin adalah nyeri di tempat suntikan.
Hanya ditemukan satu kasus hipersensitivitas akut dengan manifestasi urtikaria 48 jam setelah dosis pertama obat studi dilaporkan, yang dinilai berat dan dianggap terkait dengan vaksinasi. Peserta diberi chlorphenamine dan dexamethasone, kemudian pulih dalam tiga hari, Tidak ada reaksi serupa yang diamati setelah dosis kedua vaksin. ”Tidak ada efek samping serius terkait vaksin yang tercatat dalam 28 hari setelah vaksinasi,” kata Zhang dalam laporannya.
Tidak ada efek samping serius terkait vaksin yang tercatat dalam 28 hari setelah vaksinasi.
Penelitian menyebut tingkat antibodi yang diinduksi oleh vaksin lebih rendah dibandingkan dengan yang terlihat pada orang yang telah terinfeksi dan pulih dari Covid-19. Namun, para peneliti mengatakan, mereka masih berharap vaksin tersebut dapat memberikan perlindungan dari virus. Namun, untuk itu perlu melihat hasil uji klinis fase ketiga yang tengah dilakukan di sejumlah negara, termasuk Indonesia dan Brasil.
Titer antibodi penetral rata-rata yang diinduksi oleh CoronaVac berkisar 23,8 hingga 65,4. Jumlah itu lebih rendah daripada tingkat yang terlihat pada orang yang sebelumnya pernah menderita Covid-19 dengan tingkat rata-rata 163,7.
Pakar pada Johns Hopkins University, Amerika Serikat, Naor Bar-Zeev, Selasa (17/11/2020), mengatakan, hasil uji klinis menunjukkan, antibodi pada sukarelawan lebih rendah dibandingkan pada penyintas Covid-19.
Baca juga : Vaksin Sinovac Picu Kekebalan Tubuh, Antibodi yang Dihasilkan Rendah
Menurut Bar-Zeev, hasil uji klinis tahap pertama dan kedua harus diterjemahkan sangat hati-hati sampai hasil uji klinis tahap ketiga diumumkan. ”Bahkan, jika setelah uji klinis tahap ketiga selesai dan proses perizinan, kita harus sangat hati-hati,” ujarnya di Baltimore, Amerika Serikat.
Tunggu fase ketiga
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, laporan ini belum bisa memberikan informasi mengenai kemanjuran vaksin walaupun dari segi keamanan sudah terpenuhi. ”Kita masih harus menunggu hasil uji klinis fase ketiga untuk mengetahui kemanjuran vaksin ini,” katanya.
Seperti diketahui, vaksin Sinovac ini termasuk yang dipesan Pemerintah Indonesia dan menurut rencana akan diberikan kepada masyarakat pada akhir tahun ini. Namun, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito dalam rapat dengan Komisi IX DPR pada Selasa (17/11/2020) memastikan belum bisa mengeluarkan emergency use of authorization (EUA) atau izin penggunaan untuk kepentingan mendesak hingga akhir tahun ini.
Izin penggunaan vaksin ini, menurut Penny, belum bisa dikeluarkan karena masih ada sejumlah data yang belum lengkap. Di antaranya, belum ada hasil uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac yang telah diuji coba di Bandung dan hasil analisis uji klinis mid term untuk fase ketiga.
Dicky mengapresiasi langkah hati-hati BPOM, yang menurut dia sangat diperlukan dalam pemberian vaksin kepada masyarakat. ”Hasil uji klinis fase pertama dan kedua ini harus disikapi hati-hati, sampai hasil uji klinis fase ketiga dipublikasi. Ada sejumlah vaksin yang gagal di uji klinis fase ketiga karena dalam pengujian lebih luas dan populasi lebih bervariasi ditemukan efek samping,” katanya.
Menurut Dicky, uji klinis fase pertama dan kedua belum bisa memberi gambaran tentang apakah vaksin ini bisa mencegah infeksi. Selain itu, berapa lama respons antibodi bertahan. Dalam dua uji klinis ini juga tidak didapatkan informasi respons sel T yang merupakan senjata tubuh untuk melawan virus.
”Kita harus menunggu beberapa faktor itu, terutama bagaimana vaksin ini bisa memberikan perlindungan terhadap infeksi. Selain itu, kita juga perlu melihat perbandingannya dengan vaksin-vaksin lain, seperti vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna yang sudah keluar laporan awalnya,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin (16/11/2020), produsen vaksin dari Amerika Serikat, Moderna, melaporkan analisis awal terhadap uji klinis fase ketiga yang melibatkan lebih dari 30.000 peserta di AS. Disebutkan, dari 95 peserta studi yang telah terkonfirmasi Covid-19, sebanyak 90 di antaranya mendapatkan plasebo. Sementara lima orang termasuk kelompok yang menerima vaksin dua dosis sehingga perkiraan kemanjurannya 94,5 persen.
Laporan ini menyusul pengumuman minggu sebelumnya dari dari raksasa obat dari AS, Pfizer, yang menyebutkan, hasil uji coba fase ketiga untuk vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama perusahaan obat Jerman, BioNTech, menunjukkan kemanjuran lebih dari 90 persen.
Dari dua laporan ini bisa dilihat juga, titer antibodi penetral dari vaksin buatan Sinovac jauh lebih rendah dibandingkan vaksin buatan Pfizer/BioNTech dan Moderna. Vaksin Pfizer/BioNTech mengeluarkan titer antibodi sekitar 200, sedangkan Moderna 339,7 hingga 654,3.
Terkait pemberian vaksin yang akan diadakan di Indonesia, Presiden Joko Widodo menyatakan, hanya vaksin dalam daftar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang akan dibeli. ”Kami akan membeli vaksin dari perusahaan/merek yang ada di daftar WHO,” kata Presiden.
”Selain itu, kemanfaatan vaksin tersebut harus maksimal,” kata Presiden menjawab pertanyaan Kompas mengenai adanya dua perusahaan farmasi-biotek yang sudah mengklaim efikasi vaksin 90-95 persen, Pfizer dan Moderna, dan kemungkinan Pemerintah Indonesia membeli vaksin dari dua perusahaan tersebut.
Baca juga : Sosialisasi dan Simulasi Bagian dari Edukasi Vaksinasi Covid-19
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menambahkan, dinamika penelitian vaksin masih sangat tinggi. Pemerintah Indonesia juga terus berkonsultasi dengan WHO. Ditanya vaksin mana yang akan datang lebih dulu, Terawan mengatakan, ”Belum datang, kan. Nanti kalau datang, pasti diumumkan.”
Sembari menanti vaksin, upaya pencegahan Covid-19 yang efektif adalah menerapkan protokol kesehatan, meliputi memakai masker, menjaga jarak atau menghindari kerumunan, dan sering membersihkan tangan memakai sabun. Karena itu, Hermawan Saputra dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia mengingatkan agar setiap tempat kerja wajib membentuk satuan tugas untuk menangani penularan Covid-19.
Keberhasilan penanggulangan serta pencegahan penyakit itu bergantung pada peran dari tiap satuan tugas. Karena itu, fungsi yang dijalankan pun perlu diperkuat. Satuan tugas memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan baik, yang meliputi keamanan dan kebersihan dari tiap barang, orang, serta seluruh ruangan di tempat kerja. (AP/AFP/REUTERS/RAZ/INA/TAN)