Selasa Dini Hari Ini Puncak Hujan Meteor Leonid
Selasa dini hari nanti hingga subuh, luangkan waktu untuk menikmati puncak hujan meteor Leonid. Arahkan pandangan mata ke timur, jika Anda beruntung fenomena benda langit itu bakal melintas di langit.
Salah satu hujan meteor paling baik untuk diamati adalah hujan meteor Leonid. Hujan meteor ini akan mencapai puncaknya pada Selasa (17/11/2020) dini hari hingga sebelum terbit fajar. Jika langit bersih, tidak berawan, dan jauh dari polusi cahaya, Anda bisa menyaksikan kilatan-kilatan cahaya bintang jatuh nan indah.
Hujan meteor Leonid sebenarnya berlangsung 6-30 November 2020. Menjelang puncak, Selasa (17/11/2020) dini hari, jumlah meteor yang bisa disaksikan per jamnya akan meningkat. Karena itu, jika Anda tidak punya kesempatan mengamati hujan meteor Leonid selama November ini, luangkanlah satu hari untuk mengamati Leonid saat puncaknya saja.
Peluang untuk bisa mengamati meteor Leonid tahun ini lebih mudah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saat ini adalah masa awal bulan (month) dalam penanggalan Bulan (moon) atau fase Bulan baru. Dikutip dari Time and Date, fase Bulan baru sekarang yang menjadi tanda konjungsi atau ijtimak bulan Rabiulakhir 1442 Hijirah, baru terjadi pada Minggu (15/11/2020) pukul 12.07 WIB.
Artinya, pada masa ini, Bulan akan terbenam di awal malam. Dengan demikian, saat terjadi hujan meteor yang waktu pengamatan terbaiknya berlangsung saat dini hari hingga terbit fajar, pengamatan Leonid tidak akan terganggu oleh cahaya Bulan. Terangnya cahaya Bulan membuat peluang untuk bisa melihat kilatan-kilatan cahaya meteor makin kecil.
Waktu terbaik untuk mengamati hujan meteor Leonid pada saat puncaknya adalah sekitar pukul tiga dini hari. (Jane Houston Jones)
”Waktu terbaik untuk mengamati hujan meteor Leonid pada saat puncaknya adalah sekitar pukul tiga dini hari,” kata Jane Houston Jones dari Laboratorium Propulsi Jet (JPL) Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat NASA, seperti dikutip Space, Selasa (10/11/2020).
Meski demikian, tahun 2020 ini diprediksi tidak akan terjadi badai meteor Leonid. Artinya, jumlah meteor yang bisa disaksikan tidak akan sebanyak seperti ketika terjadi badai meteor Leonid. Tahun ini, dikutip dari Earth Sky, 14 November 2020, jumlah meteor yang bisa disaksikan mencapai 10-15 buah meteor setiap jamnya di saat puncak.
Badai meteor Leonid biasanya terjadi sekitar 33 tahun sekali, meski tidak selalu tepat 33 tahun sekali akibat adanya gangguan orbit bekas lintasan komet maupun sebaran debu di sekitar lintasan komet. Saat badai, jumlah meteor yang teramati bisa mencapai 1.000 meteor per jam atau antara 16-17 meteor per menit. Seperti dikutip dari Space, 17 November 2019, badai meteor Leonid terakhir terjadi pada tahun 2002 dan baru akan terjadi lagi pada tahun 2034.
Jumlah meteor 10-15 buah per jam itu pun hanya bisa dilihat dari tempat yang langitnya benar-benar gelap, seperti puncak gunung, hutan, atau perdesaan yang gelap. Memang ada saja laporan melihat meteor di halaman rumah, jalan tol, atau pinggiran kota, tetapi jumlahnya tentu tidak akan sebanyak meteor yang bisa disaksikan di lokasi yang jauh dari polusi cahaya dan polusi udara.
Bekas komet
Hujan meteor Leonid adalah hujan meteor yang sumber pancaran meteornya berasal dari rasi Leo, sang singa. Selama November 2020 ini, rasi Leo baru akan terbit di arah timur selepas tengah malam. Karena itu, makin menjelang fajar, kemungkinan melihat hujan meteor akan semakin besar karena posisi rasi Leo semakin tinggi.
Hujan meteor Leonid terjadi saat Bumi dalam perjalanannya mengelilingi Matahari akan melintasi bekas jalur komet 55P/Tempel-Tuttle. Dikutip dari
NASA, komet Tempel-Tuttle ini ditemukan dua kali secara terpisah pada 1865 dan 1866, masing-masing oleh Ernst Wilhelm L Tempel dan Horace P Tuttle.
Sementara kode P dalam nama komet tersebut menunjukkan komet ini adalah komet periodik yang waktunya untuk satu kali mengelilingi Matahari kurang dari 200 tahun. Komet ini diduga berasal dari daerah Awan Oort, wilayah di pinggiran Tata Surya yang terletak setelah orbit planet Neptunus.
Baca juga: Hujan Meteor Perseid Mencapai Puncaknya
Komet Tempel-Tuttle ini sebenarya berukuran kecil, diameternya hanya 3,6 kilometer. Namun, dia adalah komet periodik yang mengelilingi Matahari tiap 33,2 tahun sekali. Komet ini mencapai titik terdekatnya dengan Matahari pada 1998 dan akan mendekati Matahari kembali pada tahun 2031.
Dalam perjalanan komet menuju Matahari itu, panasnya energi Matahari akan memanggang permukaan komet. Akibatnya, lapisan es, debu, maupun batuan yang ada di permukaan komet terbakar, menguap, dan menyublim hingga memunculkan ekor komet. Materi dari komet yang terbakar itu akan tertinggal di daerah bekas lintasan komet.
Saat Bumi memasuki bekas lintasan komet tersebut, debu dan batuan komet yang tertinggal akan bersentuhan dan masuk ke dalam atmosfer Bumi dengan kecepatan hingga 66 kilometer per detik. Gesekan debu dengan atmosfer Bumi itu memunculkan percikan api hingga menjadi meteor alias bintang jatuh.
Namun, ukuran debu yang kecil, sebesar butir pasir atau kacang, membuat sebagian besar meteor itu akan habis terbakar di atmosfer bagian atas Bumi, jarang yang sampai jatuh ke permukaan Bumi. Jika sampai jatuh ke permukaan Bumi, dia dinamakan meteorit.
Masyarakat Jawa mengenal meteor sebagai lintang alihan yang artinya bintang yang berpindah-pindah. Gerakan cepat bintang itulah yang membuat benda ini dinamakan demikian. Berbeda dengan komet yang disebut lintang kemukus atau bintang yang mengeluarkan asap, gerak lintang kemukus lebih stabil atau bergerak lambat serta biasanya terlihat di awal malam atau menjelang fajar karena saat itu komet berada di dekat Matahari.
Kilatan cahaya meteor ini pula yang diduga tertangkap oleh kamera pengawas puncak Gunung Merapi milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah pada 8 November 2020. Selain meteor yang berasal dari hujan meteor Leonid, meteor lain pun tetap berpeluang terlihat, apalagi di daerah yang langitnya masih cukup gelap.
Pengamatan
Untuk mengamati hujan meteor tidak dibutuhkan teleskop, cukup menggunakan mata telanjang. Mereka yang ingin mengamati hujan meteor ini hanya cukup pergi keluar rumah, sebisa mungkin ke wilayah yang jauh dari polusi cahaya. Pilih lokasi yang medan pandangnya ke arah timur lepas, tidak terganggu gedung atau pohon. Setelah itu, arahkan pandangan ke arah timur sejak lepas tengah malam hingga menjelang subuh.
Peneliti meteor NASA Bill Cooke mengatakan, hujan meteor Leonid lebih baik diamati di belahan Bumi utara. Meski demikian, mereka yang tinggal di belahan Bumi selatan masih tetap bisa menikmatinya. ”Meski tidak sebaik di belahan Bumi utara, Leonid adalah hujan meteor yang baik diamati dari belahan Bumi selatan,” katanya.
Wilayah Indonesia yang berada di khatulistiwa membuat kesempatan untuk bisa mengamati hujan meteor ini cukup bagus. Masyarakat yang tinggal di tiga daerah waktu berbeda tetap memiliki peluang yang sama untuk bisa mengamati hujan meteor menjelang subuh.
Baca juga: Awal Ramadhan Bersamaan dengan Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids
Karena terjadi dini hari dan berlangsung beberapa jam, pengamat hanya membutuhkan baju hangat dan kursi atau alas yang nyaman untuk tiduran menatap langit. Minuman dan kudapan hangat bisa menjadi teman pengamatan.
Namun, jangan pernah membayangkan hujan meteor akan seperti gambaran dalam drama seri Taiwan Meteor Garden yang sempat populer di Indonesia pada awal dekade 2000-an. Meteor akan tampak seperti kilatan cahaya yang bergerak cepat. Sering kali arah gerak meteor tidak beraturan, namun semuanya seperti bersumber dari satu bagian langit yang sama, yaitu di rasi Leo.
Bagi mereka yang tidak sempat pergi keluar kota, apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, jika ingin mencoba peruntungan, Anda bisa mengamatinya di halaman rumah, khususnya mereka yang memiliki rumah di pinggir kota. Syaratnya, langit harus benar-benar gelap, bersih dari polusi cahaya dan polusi udara.
Kompas pernah mengamati hujan meteor Leonid pada 1998 di kawasan Dago, Bandung, Jawa Barat. Meski di tengah perkotaan, saat itu hujan deras sejak sore hingga jelang tengah malam. Akibatnya saat dini hari, langit menjadi bersih dan cukup gelap meski tetap terganggu oleh polusi cahaya kota.
Baca juga: Malam Gelap Itu Romantis
Hasilnya selama hampir tiga jam mengamati, hanya kurang dari 10 meteor yang teramati. Meski demikian, sensasi mengamati gerak bintang jatuh yang muncul tiba-tiba, melesat, dan hilang itu sungguh luar biasa.
Di luar periode hujan meteor, meteor juga sering terlihat pada malam-malam biasa, khususnya setelah dini hari. Namun, saat berlangsung hujan meteor, susul-menyusul kilatan cahaya bintang jatuhlah yang memberi pengalaman berbeda. Terlebih jika kemunculkan dua atau lebih meteor itu terjadi hampir bersamaan atau dalam selang waktu yang singkat. Mengagumkan.
Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini. Pergilah keluar rumah pada Selasa (17/11/2020) dini hari nanti. Siapa tahu, Anda beruntung menyaksikan kilatan-kilatan cahaya metoer yang indah sebagai penghibur di kala pandemi ini. Selamat berburu hujan meteor Leonid.