Perkembangbiakan Burung Terganggu Cahaya dan Kebisingan
Kebisingan dan cahaya antropogenik (yang dibuat manusia) secara substansial dapat memengaruhi kebugaran burung berkembang biak.
Oleh
Subur Tjahjono
·3 menit baca
Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa polusi suara dan cahaya yang disebabkan manusia dapat membahayakan setiap spesies dalam populasi burung. Perkembangbiakan burung terganggu oleh kebisingan dan polusi cahaya.
Studi itu pada Rabu (11/11/2020) dipublikasikan secara daring di jurnal Nature, yang juga dikutip kantor berita China, Xinhua, hari Kamis. Penelitian dilakukan tim peneliti, di antaranya Masayuki Senzaki dan Clinton D Francis dari Universitas Negeri Politeknik California, Amerika Serikat (AS) dan Neil H Carter dari Universitas Michigan, AS.
”Temuan ini menunjukkan bahwa kebisingan dan cahaya antropogenik (yang dibuat manusia) secara substansial dapat memengaruhi kebugaran burung berkembang biak,” tulis Masayuki dan rekan-rekan dalam kesimpulannya.
Tim peneliti mengamati kumpulan data yang sangat besar untuk menilai bagaimana polusi cahaya buatan dan suara yang disebabkan manusia dapat memengaruhi tingkat keberhasilan reproduksi di 58.506 sarang dari 142 spesies burung di seluruh Amerika Utara. Mereka mempertimbangkan sejumlah faktor untuk setiap sarang, termasuk periode berkembang biak dalam setahun dan apakah setidaknya satu anak burung keluar dari sarang.
Para peneliti menemukan bahwa polusi cahaya menyebabkan burung mulai bersarang sebulan lebih awal dibandingkan biasanya di lingkungan terbuka, seperti padang rumput atau lahan basah, dan 18 hari lebih awal di lingkungan hutan.
Kami menunjukkan secara meyakinkan di banyak spesies bahwa kebisingan dan polusi cahaya memiliki efek kuat pada populasi liar.
Konsekuensinya dapat menyebabkan waktu yang tidak cocok, yakni anak burung yang lapar mungkin dapat menetas sebelum makanan mereka tersedia.
”Kami menunjukkan secara meyakinkan di banyak spesies bahwa kebisingan dan polusi cahaya memiliki efek kuat pada populasi liar,” kata Clinton D Francis, seperti dikutip Science Daily.
Seiring dengan memanasnya suhu bumi, makanan burung tersedia lebih awal akibat cuaca yang lebih hangat. Burung-burung yang mempertahankan masa berkembang biak historis mereka di tengah penyesuaian jam internal akibat perubahan durasi hari mungkin memiliki tingkat keselamatan anak yang lebih rendah karena keberadaan sumber makanan yang mereka andalkan tidak menentu.
Temuan ini menunjukkan dua kesimpulan terkait respons burung terhadap perubahan iklim. Pertama, burung yang berada dalam kondisi pencahayaan artifisial mungkin dapat melacak perubahan iklim dengan lebih baik dibandingkan burung yang berada di kawasan lebih gelap, setidaknya untuk sementara. Kedua, saat ilmuwan mengira burung menyesuaikan waktu reproduksi mereka terhadap perubahan iklim, sebenarnya burung mungkin merespons isyarat cahaya karena banyak studi dilakukan di area-area yang terpapar polusi cahaya.
Tim peneliti tersebut lalu melakukan penyelidikan lebih detail terhadap 27 spesies burung. Mereka menemukan bahwa kemampuan penglihatan seekor burung dalam kondisi pencahayaan rendah dan kualitas suara mereka masing-masing berkaitan dengan respons spesies itu terhadap polusi cahaya dan suara.
Semakin banyak cahaya yang mampu diserap oleh mata burung, semakin banyak spesies memindahkan waktu berkembang biak mereka lebih awal untuk merespons polusi cahaya dan semakin banyak spesies yang mendapatkan manfaat dari polusi cahaya dengan peningkatan kesuksesan sarang mereka.
Setelah meneliti efek yang ditimbulkan oleh polusi suara, tim peneliti tersebut menemukan bahwa burung yang tinggal di kawasan hutan cenderung lebih sensitif terhadap suara dibandingkan mereka yang tinggal di lingkungan terbuka.
Polusi suara menunda proses bersarang burung-burung yang kicauannya berada pada frekuensi lebih rendah sehingga lebih sulit didengar akibat polusi suara berfrekuensi rendah yang disebabkan manusia. Keputusan kawin ditentukan berdasarkan kicauan burung jantan dan, dalam beberapa kasus, burung betina perlu mendengarkan kicauan tersebut agar siap berkembang biak secara fisik.
Hasil penelitian terkait ciri dan lingkungan khusus ini memiliki implikasi yang kuat dalam pengelolaan alam liar, kata tim peneliti tersebut.
Studi itu merupakan langkah awal menuju tujuan yang lebih besar dalam pengembangan indeks sensitivitas semua burung di Amerika Utara. Indeks itu akan memungkinkan pengelola dan ahli lingkungan untuk melakukan rujuk silang (cross reference) terhadap sejumlah ciri fisik satu spesies guna menilai bagaimana faktor-faktor seperti polusi cahaya dan suara dapat memengaruhi setiap spesies. (XINHUA)