Salah satu strain mutasi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, yang awalnya ditemukan di Eropa, yaitu D614G, saat ini telah menjadi dominan di dunia.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mutasi baru SARS-CoV-2, virus yang memicu Covid-19, semakin mengkhawatirkan. Selain ditemukannya varian yang memiliki kemampuan menggandakan diri 10 kali lebih cepat dan lebih menular, mutasi yang terjadi juga berkontribusi memicu ledakan gelombang kedua wabah di sejumlah negara.
”SARS-CoV-2 memang terus bermutasi dan ini yang sekarang menjadi kekhawatiran para peneliti di seluruh dunia,” kata David Handojo Muljono, ahli biologi molekuler, yang juga Wakil Kepala Lembaga Molekuler Eijkman, di Jakarta, Jumat (13/11/2020).
Menurut David, salah satu strain mutasi yang awalnya ditemukan di Eropa, yaitu D614G, saat ini telah menjadi dominan di dunia. ”Saat ini mutasi yang terjadi belum pada RBD (receptor binding domain), yang menjadi tempat mengikatnya virus ke sel inang. Tetapi, mutasi virus terjadi secara random, dengan jutaan orang yang terinfeksi, mutasi pada RBD ini bisa terjadi dan ini bakal memengaruhi desain ulang vaksin ataupun obat-obatan,” ucapnya.
Akan menjadi (seperti) virus demam berdarah dengue atau influenza. Ini menjadi tantangan untuk menciptakan vaksin yang benar, tetapi sekaligus terus mengevaluasinya. (David Handojo Muljono)
Selain tingginya mutasi, studi ini juga harus mengamati evolusi mutasinya. Dengan tren mutasi dan kesementaraan kekebalan antibodi terhadap SARS-CoV-2, menurut David, virus ini kemungkinan akan terus hidup bersama manusia. ”Akan menjadi (seperti) virus demam berdarah dengue atau influenza. Ini menjadi tantangan untuk menciptakan vaksin yang benar, tetapi sekaligus terus mengevaluasinya,” katanya.
Ahli bioinformatika yang juga pendiri Aligning Bioinformatics, Riza Arief Putranto, mengatakan, dari 110 genom SARS-CoV-2 yang didaftarkan sejumlah lembaga di Indonesia di GISAID, 65 di antaranya memiliki mutasi D614G. ”Jadi, sekitar 59 persen di antaranya memiliki strain D614G. Urutan genom ini didaftarkan dari sejumlah lab di Indonesia, mulai dari Eijkman di Jakarta, Unair, hingga Litbangkes Papua,” katanya.
Selain mutasi D614G ini, 50 persen spesimen virus SARS-CoV-2 di Indonesia juga memiliki strain C26735T, yaitu mutasi yang terletak di protein membran (M) urutan asam amino ke- 71, yaitu Y71. Mutasi ini relatif jarang di dunia, hanya Indonesia dan Malaysia yang frekuensinya cukup tinggi.
Lebih menular
Temuan bahwa strain baru SARS-CoV-2 menjadi lebih menular ini dilaporkan para ahli virus dan epidemiolog dari Universitas North Carolina (UNC) dan Universitas Wisconsin-Madison di jurnal Science pada Kamis (12/11/2020). Sekalipun lebih menular, kajian ini tidak menemukan bukti bahwa penyakitnya bisa lebih parah, hanya saja strain tersebut lebih sensitif terhadap netralisasi oleh obat antibodi.
Dalam kajian ini, para peneliti melakukan eksperimen dengan menggunakan tikus dan hamster di laboratorium. Hasilnya, strain virus yang mengalami mutasi pada spike (paku) D614G ini lebih efisien menginfeksi, mereplikasi, dan menyesuaikan ke dalam sel epitel saluran napas utama manusia.
”Virus dengan strain D614G mengalahkan dan melampaui strain leluhur sekitar 10 kali lipat dan mereplikasi dengan sangat efisien dalam sel epitel hidung primer, yang merupakan pintu masuk penularan virus ini ke manusia,” kata Ralph Baric, profesor epidemiologi di UNC, yang memimpin kajian ini.
Baric telah mempelajari virus korona selama lebih dari tiga dekade dan merupakan bagian dari tim yang mengembangkan remdesivir, pengobatan pertama Covid-19 yang disetujui Food and Drug Administration (FDA).
Yoshihiro Kawaoka, ahli virus dari Universitas Wisconsin-Madison, mengatakan, virus yang bermutasi tidak hanya mereplikasi sekitar 10 kali lebih cepat, tetapi juga jauh lebih menular. ”Kami melihat bahwa virus mutan menularkan lebih baik di udara (airborne) daripada virus (SARS-CoV-2 leluhur), yang mungkin menjelaskan mengapa virus ini mendominasi penyebarannya di dunia,” kata Kawaoka.
Para peneliti juga meneliti patologi kedua jenis virus korona tersebut. Setelah hamster terinfeksi, mereka menunjukkan viral load dan gejala yang pada dasarnya relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa meski virus mutan jauh lebih baik dalam menginfeksi inang, ia tidak menyebabkan penyakit yang jauh lebih buruk.
”SARS-CoV-2 adalah patogen manusia yang sama sekali baru dan evolusinya dalam populasi manusia sulit diprediksi,” kata Baric.
Menurut Baric, varian baru terus bermunculan, seperti varian kluster 5 cerpelai SARS-CoV-2 yang baru ditemukan di Denmark yang juga menyandikan D614G, yaitu mutan Y453F. Mutasi ini menyebabkan terjadinya penularan bolak-balik dari manusia ke cerpelai dan dari cerpelai ke manusia. Mutasi dan penularan dari cerpelai dan manusia ini awalnya ditemukan di Denmark dan saat ini Belanda, Spanyol, Swedia, Italia, dan AS telah melaporkan kasus infeksi ini.
Kajian terpisah di jurnal mBio pada 4 November 2020 juga menemukan munculnya gelombang kedua SARS-CoV-2 di sejumlah negara ditandai dengan munculnya beragam strain baru. Peneliti dari Houston Methodist Research Institute, Wesley Long dan tim, menemukan, dari genom virus SARS-CoV-2 yang ditemukan di Houston, Texas, mayoritas memiliki varian protein spike Gly614.
Sementara itu, varian terbaru virus SARS-CoV-2 dengan mutasi A222V dianggap bertanggung jawab atas lonjakan kasus gelombang kedua beredar di Eropa, utamanya di Inggris. Varian ini juga telah ditemukan di Selandia Baru, Australia, dan Singapura. Data sementara menunjukkan, mutasi A222V memudahkan virusnya menginfeksi kelompok usia muda-dewasa.