Mitigasi di Sektor Perkeretaapian Berkontribusi Menurunkan Emisi Tertinggi
Upaya penurunan emisi tertinggi terjadi di sektor perkeretaapian yang mencapai 2,8 juta ton CO2eq, disusul transportasi udara 2 juta ton CO2eq, transportasi darat 1,7 juta ton CO2eq, dan transportasi laut 31.229 CO2eq.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain sektor energi dan industri, transportasi menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar di dunia, tak terkecuali Indonesia. Saat ini sejumlah upaya mitigasi dari sektor transportasi, baik darat, laut, maupun udara, terus dilakukan guna menanggulangi perubahan iklim. Mitigasi di sektor perkeretaapian berkontribusi menurunkan emisi tertinggi.
Kepala Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Firdaus Komarno dalam webinar bertajuk ”Aksi Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Transportasi”, Rabu (11/11/2020), menyampaikan, pengembangan transportasi berkelanjutan perlu menerapkan pendekatan avoid, shift, dan improve (ASI).
Pendekatan avoid dilakukan dengan cara mengurangi atau menghindari kebutuhan perjalanan. Sementara shift ialah perpindahan ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan, dan improve ialah peningkatan energi efisiensi pada transportasi yang digunakan.
Dalam pendekatan avoid, Kemenhub tengah mengembangkan kawasan transit oriented development (TOD). Prinsip transportasi yang dikembangkan dalam kawasan TOD ialah konektivitas atau peralihan moda yang saling terkait antara angkutan umum, pejalan kaki, dan pesepeda. TOD juga telah banyak dikembangkan di wilayah Jabodetabek.
Sementara upaya menekan emisi dalam pendekatan shift ialah melalui pengembangan transportasi umum massal, seperti kereta rel listrik (KRL), lintas rel terpadu (LRT), moda raya terpadu (MRT), bus rapid transit (BRT), dan bus dengan sistem buy the service. Adapun pendekatan improve dilakukan melalui pengembangan kendaraan listrik dan intelligent transport system (ITS).
Firdaus menyatakan, dari perhitungan pada 2019 lalu, upaya penurunan emisi tertinggi terjadi di sektor perkeretaapian yang mencapai 2,8 juta ton CO2eq, disusul transportasi udara dengan 2 juta ton CO2eq, transportasi darat 1,7 juta ton CO2eq, dan transportasi laut 31.229 CO2eq.
Direktur Jenderal Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman mengatakan, berdasarkan perhitungan yang dilakukan KLHK dan Kemenhub, tingkat emisi gas rumah kaca nasional (GRK) di sektor transportasi pada 2016 adalah 136 juta ton setara karbon dioksida (CO2eq). Data ini menunjukkan pentingnya peran sektor transportasi dalam menurunkan emisi GRK.
”Aksi mitigasi juga banyak dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten kota, khususnya transportasi darat, seperti bus penumpang dan penerangan jalan umum menggunakan lampu hemat energi atau panel surya,” ujarnya.
Saat ini KLHK telah melakukan sejumlah aksi mitigasi perubahan iklim di sektor transportasi yang dilakukan sejak 2017. Pada upaya mitigasi di transportasi perkeretaapian telah dilakukan pembangunan jalur ganda lintas utara Jawa, perkeretaapian perkotaan Jabodetabek, dan kereta api bandara Soekarno-Hatta serta Kualanamu.
Data dan metodologi
Menurut Ruandha, pelaksanaan aksi mitigasi ini harus didukung dengan kelengkapan kapasitas penyediaan data aktivitas dan metodologi yang selalu didiskusikan dalam panel KLHK. Hal ini bertujuan agar aksi mitigasi menghasilkan perhitungan emisi yang dapat diverifikasi.
Aksi mitigasi di sektor transportasi ini juga masuk dalam dokumen target kontribusi nasional penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris (NDC). Dalam NDC pertama, aksi mitigasi ini dilakukan dengan efisiensi energi pada moda transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM), gas, dan listrik, serta penggunaan biofuel B30 pada 2030.
Sementara berbagai potensi mitigasi yang belum dielaborasi di antaranya perkembangan pembangunan infrastruktur transportasi umum yang masif di beberapa daerah. Selain itu, juga perpindahan angkutan logistik dari transportasi darat ke kereta api, pengembangan konsep dry port, penggunaan biofuel secara luas, hingga pengembangan kendaraan listrik.
”Satu hal penting dalam pelaksanaan aksi mitigasi sektor transportasi adalah mengubah pola pikir masyarakat dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Ketersediaan transportasi umum yang nyaman, terjangkau, tepat waktu, bersih, dan terkoneksi antarmoda adalah faktor yang dapat mendorong perubahan tersebut,” tuturnya.
Asisten Deputi Bidang Infrastruktur Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Djoko Hartoyo mengatakan, pihaknya telah fokus melakukan upaya penurunan emisi GRK dari transportasi laut sejak tahun lalu. Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan mengimplementasikan pelabuhan berwawasan lingkungan.
Target khusus yang ditetapkan tahun ini melalui implementasi tersebut ialah implementasi energi dan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan. Sementara pada 2021, target khusus yang ditetapkan ialah tersedianya lahan terbuka hijau dan meminimalkan dampak dari pengerukan yang ada di pelabuhan.
Environment Advisor Indonesia untuk Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Wendy Aritenang menambahkan, penerbangan sipil internasional memiliki target bebas karbon pada 2020 dan mengusahakan efisiensi dari sisi teknologi hingga 2 persen setiap tahun. Sejumlah upaya untuk mencapai target tersebut di antaranya melalui mendesain teknologi pesawat yang lebih aerodinamis, meningkatkan operasi melalui navigasi, penggunaan bahan bakar alternatif, dan pemantauan pertumbuhan sektor.