Perlu Data Lebih Lengkap Sebelum Menyambut Vaksin Pfizer-Biontech
Calon vaksin Covid-19 bernama ”BNT162b2” hasil pengembangan Pfizer dan Biontech diklaim memiliki tingkat efikasi sebesar 90 persen. Jika aman, vaksin ini dapat memperoleh izin edar darurat dari FDA.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Klaim kemampuan proteksi atau efikasi sebesar 90 persen dari calon vaksin yang dikembangkan oleh raksasa farmasi Amerika Serikat, Pfizer, dan perusahaan biotek Jerman, Biontech, menjadi kabar gembira di tengah pandemi Covid-19 yang semakin meluas. Namun, tanpa adanya data ilmiah yang komprehensif, antusiasme terhadap calon vaksin ini harus dijaga. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
CEO Pfizer Albert Boula dan CEO Biontech Ugur Sahin menilai, hasil analisis sementara dari uji klinis fase ketiga yang sedang berlangsung ini adalah sebuah bukti bahwa calon vaksin yang mereka kembangkan akan dapat menghentikan penyebaran Covid-19.
”Dengan ini, kita semua selangkah lebih dekat dalam memberikan kepada masyarakat di seluruh dunia akan sebuah terobosan yang dapat menghentikan pandemi ini,” kata Boula dalam keterangan pers yang dipublikasikan pada Senin (9/11/2020) malam.
Efikasi calon vaksin produksi Pfizer dan Biontech sebesar 90 persen ini didapatkan setelah melakukan analisis sementara progres uji klinis fase ketiga pada sehari sebelumnya. Sebanyak 94 partisipan direkrut, di mana setengahnya diberi calon vaksin bernama BNT162b2 tersebut dan sisanya diberi plasebo.
Dari analisis sementara tersebut diketahui bahwa efikasi vaksin berada di atas 90 persen hingga tujuh hari setelah pemberian dosis. Komite Pengawas Data studi yang independen disebutkan tidak menemukan persoalan keamanan vaksin dan merekomendasikan studi dilanjutkan untuk mendapatkan data keamanan yang lebih lengkap.
Pfizer merilis data ini melalui sebuah keterangan pers, bukan publikasi ilmiah di jurnal medis. Selain itu, angka efikasi sebesar 90 persen ini belum final karena uji klinis masih berlangsung.
Dengan ini, kita semua selangkah lebih dekat dalam memberikan kepada masyarakat di seluruh dunia akan sebuah terobosan yang dapat menghentikan pandemi ini.
Sejauh ini, uji klinis fase ketiga yang digelar Pfizer dan Biontech telah merekrut partisipan dengan jumlah total 43.538 orang secara global.
Pengumuman ini disambut baik oleh komunitas peneliti, pakar penyakit menular, dan epidemiolog. ”Jika efikasi ini tetap di angka 90 persen, artinya tingkat efikasinya lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin flu biasa. Artinya, vaksin ini memiliki dampak yang signifikan untuk menekan penyebaran penyakit ini,” kata Direktur Yale Institute for Global Health Saad B Omer kepada New York Times.
Diharapkan pada pekan ketiga November ini, Pfizer dan Biontech sudah dapat mengumpulkan data yang memenuhi syarat untuk mengajukan penggunaan vaksin darurat ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration/FDA). Jika disetujui, Pfizer dan Biontech memperkirakan dapat memproduksi 50 juta vaksin hingga akhir 2020 dan 1,3 miliar dosis pada 2021.
Uni Eropa, Inggris, dan AS bahkan sudah memesan ratusan juta dosis calon vaksin ini. Sebanyak 200 juta dosis telah dipesan Uni Eropa, 100 juta dosis ke AS, dan 40 juta dosis ke Inggris.
Namun, sejumlah peneliti dan pakar mengingatkan masyarakat untuk tidak berharap terlalu besar terhadap calon vaksin ini. Pengajar mikrobiologi University of Reading, Inggris, Simon Clarke, memperingatkan bahwa Pfizer/Biontech belum memublikasikan secara ilmiah data yang diperolehnya melalui uji klinis yang dilakukan.
”Dengan belum tersedianya data dari Pfizer dan Biontech, kita hanya bisa melihat klaim ini sesuai dengan apa yang disajikan,” kata Clarke kepada The Guardian.
Pandangan senada disampaikan pakar penyakit menular dan bioteknologi terkemuka, William Haseltine.
Dengan belum tersedianya data dari Pfizer dan Biontech, kita hanya bisa melihat klaim ini sesuai dengan apa yang disajikan.
Ia menyayangkan, pengumuman yang disampaikan oleh Pfizer tidak menyertakan data yang lengkap, termasuk perincian efek samping yang dihasilkan oleh calon vaksin tersebut.
Dalam pengumuman tersebut juga tidak dijelaskan berapa orang yang mengalami efek samping setelah mendapat vaksin dibandingkan dengan kelompok partisipan yang mendapatkan plasebo.
”Ini berita yang sangat ditunggu bahwa sebuah vaksin memiliki efek yang baik. Namun, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab,” kata Haseltine kepada Business Insider.
Haseltine juga sempat memberikan kritik melalui artikelnya di surat kabar Washington Post kepada perusahaan biotek Moderna yang juga memilih untuk memublikasikan progres uji klinik calon vaksin Covid-19 melalui siaran pers, bukan menyajikan data secara komprehensif.
Bourla mengatakan, Pfizer baru akan menyajikan data yang lebih lengkap mengenai keamanan dan efikasi calon vaksinnya dalam sebuah jurnal medis setelah uji klinis fase ketiga selesai dilakukan.
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah vaksin Pfizer/Biontech perlu disimpan dalam kondisi ultradingin, yakni minus 80 derajat celsius.