30 Orang Jalani Pelatihan Negosiasi Perubahan Iklim
Sebanyak 30 calon negosiator perundingan perubahan iklim Indonesia menjalani pelatihan dalam kurikulum dan silabus yang disusun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Luar Negeri.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 30 aparatur sipil negara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Luar Negeri mengikuti pelatihan negosiator perubahan iklim. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas negosiator Indonesia dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau UNFCCC.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman menyampaikan, program peningkatan kapasitas negosiator perubahan iklim dikembangkan agar generasi muda ASN bisa mewakili Indonesia untuk menegosiasikan kepentingan bangsa terkait perubahan iklim di tingkat global.
”Merupakan kewajiban bagi negosiator Indonesia memperjuangkan kepentingan negara, yakni komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dan hingga 41 persen pada 2030 sesuai target nationally determined contribution (target penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris),” ujarnya saat memberikan laporan pelatihan di Jakarta, Senin (2/11/2020).
Ruandha mengatakan, sebanyak 30 ASN yang mengikuti pelatihan negosiator tahap pertama pada 2-6 November 2020 ini akan mendapatkan materi sesuai kurikulum dan silabus yang telah disusun KLHK dan Kemenlu. Kurikulum dan silabus dirinci ke dalam tiga jenjang, yakni tingkat dasar, lanjutan, dan mahir. Setiap tingkatan memiliki kriteria dan target tersendiri agar menghasilkan negosiator perubahan iklim yang cakap dan berkompeten.
Pelatihan akan menerapkan penggunaan e-learning management system sebagai metode pembelajaran interaktif secara daring. Metode ini memungkinan pelibatan jumlah peserta lebih banyak dan memberikan kemudahan peserta mengikuti pembelajaran serta pemutakhiran materi pendidikan dan latihan secara cepat.
Wakil Menteri LHK Alue Dohong menyatakan, negosiator diharapkan dapat menyampaikan target dan upaya penurunan emisi Indonesia yang difokuskan pada lima sektor, yakni kehutanan dan tata guna lahan, energi, industri, sampah, serta pertanian. Indonesia menargetkan dapat mencapai NDC sebelum 2030 khususnya di sektor kehutanan dan tata guna lahan.
”Dinamika politik perubahan iklim di tataran global semakin dinamis dan kita perlu menghadapinya. Saya berharap negosiator yang hadir di COP (Conference of Parties) Glasgow nanti bukan mewakili pribadi, melainkan mewakili Indonesia,” ujarnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menambahkan, Indonesia perlu memperjuangkan target dan upaya pengendalian perubahan iklim nasional di tingkat global. Sebab, Indonesia sebagai negara kepulauan dan terdampak memiliki kepentingan dalam penyusunan strategi dan kebijakan pengendalian perubahan iklim.
Para negosiator nantinya akan mewakili Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC-COP ke-26 di Glasgow, Skotlandia, pada 2021. Selain itu, negosiator juga akan turut dalam konferensi yang diadakan badan di bawah UNFCCC, yakni di Compliance Committee Under Kyoto Protocol dan Alternate Member of the Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP).
Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup disegani di tingkat global karena pengaruhnya yang cukup kuat dalam perundingan perubahan iklim. Hal ini ditunjukkan saat Indonesia mendorong negara-negara lain untuk mengintegrasikan isu laut ke dalam proses UNFCCC. Hasilnya, isu laut diakomodasi menjadi mandat untuk dibahas lebih lanjut dalam konferensi UNFCCC-COP ke-26.