Ketersediaan Air Bersih Terancam, Maksimalkan Penyerapan Air Hujan
Krisis air bersih yang mengancam sejumlah daerah agar disiasati dengan memanfaatkan penyimpanan curah hujan yang melimpah ke dalam waduk.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis ketersediaan air bersih mengancam masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan, Pulau Jawa diprediksi akan mengalami kelangkaan air bersih pada 2040. Kondisi ini perlu diantisipasi, salah satunya dengan memperbanyak tampungan air hujan melalui waduk muara.
Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto mengatakan, ancaman kelangkaan air menjadi ironi di tengah curah hujan yang cukup tinggi di Indonesia dengan rata-rata 2.000-3.000 milimeter per tahun. Karena itu, perencanaan pembangunan nasional terkait infrastruktur tampungan air perlu diperkuat, terutama di kawasan yang padat penduduk.
”Permasalahan yang ada saat ini adalah hujan langsung mengalir ke laut karena tidak ada tangkapan air untuk menyimpan air tersebut. Pembuatan waduk bisa menjadi alternatif. Ini terlebih dengan membangun waduk muara yang memungkinkan untuk bisa mendapatkan ruang yang luas tanpa harus melakukan relokasi penduduk,” ujarnya dalam lokakarya internasional virtual terkait waduk pesisir yang diikuti dari Jakarta, Senin (26/10/2020).
Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan terus meningkat. Proporsi luas wilayah yang mengalami krisis air meningkat dari 6,0 persen pada 2000 menjadi 9,6 persen pada 2045. Selain itu, kualitas air pun menurun secara signifikan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, krisis air terjadi karena pengaruh dari perubahan iklim. Peningkatan temperatur menyebabkan adanya perubahan siklus air yang membuat lebih banyak air yang menguap ke udara. Akibatnya, keseimbangan neraca air pun terganggu.
Selain itu, krisis air juga disebabkan padatnya populasi penduduk dan alih fungsi lahan di area resapan air. Tahun 2040, diprediksi semua wilayah di pantai utara Jawa, mulai dari Banten sampai Surabaya, akan menjadi wilayah urban yang berpotensi mengalami defisit ketersediaan air.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan, setidaknya tujuh program bidang sumber daya air telah disusun pemerintah. Itu, antara lain, rencana keamanan air, manajemen tata air yang cerdas, penyimpanan air yang multiguna, infrastruktur tata air yang ramah lingkungan, air untuk keamanan pangan dan nutrisi, serta pengembangan waduk terintegrasi di wilayah utara Jawa.
”Keamanan air di Pulau Jawa perlu diperkuat, terutama untuk meningkatkan pasokan dan akses terhadap air bersih, ketahanan terhadap penurunan tanah dan banjir, serta meningkatkan kualitas air bersih. Kondisi ini menjadikan integrasi waduk pesisir pantai dan pembangunan berkelanjutan di Pulau Jawa menjadi sebuah keharusan,” tuturnya.
Waduk muara dan pesisir
Direktur Pengairan dan Irigasi Kementerian PPN/Bappenas Abdul Malik menuturkan, setidaknya enam lokasi di utara Jawa yang berpotensi dibangun waduk muara ataupun pesisir. Keenamnya yakni di muara Sungai Cisadane, muara Sungai Citarum, pesisir pantai di Pekalongan-Batang, muara Sungai Sayung, muara Sungai Bengawan Solo, dan muara Sungai Brantas. Di antara lokasi tersebut, terdapat proyek yang sudah dilakukan dan ada yang masih pada tahap perencanaan.
”Sebelum membangun waduk-waduk tersebut, kita sebelumnya perlu mengatasi persoalan yang terjadi. Ini terlebih terkait limbah dan polusi air. Kajian lain juga perlu dipertimbangkan, antara lain terkait daerah yang dekat dengan industri karena itu akan menjadi zona merah yang berisiko,” ucapnya.
Perlu lebih masif
Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Indratmo Soekarno menyatakan, pengembangan infrastruktur tangkapan air di Indonesia perlu lebih masif dilakukan. Potensi curah hujan yang tinggi belum maksimal dimanfaatkan. Setidaknya, baru sekitar 7 persen dari curah hujan yang ditampung dengan baik.
Kondisi tersebut berbeda dengan India. Setidaknya lebih dari 5.000 bendungan atau waduk yang dibangun di negara tersebut. Di Indonesia, baru 400 bendungan yang dibangun. Padahal, pengembangan dan pembangunan waduk ini bisa mengatasi persoalan kelangkaan air yang mengancam masyarakat Indonesia.
”Hal yang tidak kalah penting adalah terjadinya sedimentasi dan peningkatan konservasi di daerah hulu. Pastikan daerah resapan air tetap terjaga dengan baik. Selain itu, pemilihan lokasi pun perlu memperhatikan risiko bencana seperti gempa bumi. Pembangunan di wilayah utara Jawa dinilai cukup aman karena risikonya tidak setinggi di selatan Jawa yang menjadi jalur cincin api,” kata Indratmo.