WRI Indonesia mengembangkan aplikasi Emisi yang membantu kita untuk menghitung produksi emisi gas rumah kaca dari kegiatan sehari-hari. Aplikasi ini juga memberikan solusi dalam penurunan polusi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Ancaman nyata akan perubahan iklim tak cukup hanya untuk disadari. Kita semua agar turut melakukan aksi nyata guna mengurangi emisi gas rumah kaca yang timbul dari aktivitas kita sehari-hari. Kontribusi nyata setiap pribadi masyarakat ini diperlukan untuk membantu mengerem kenaikan suhu global agar tak mencapai 2 derajat celsius.
Yayasan Institut Sumber Daya Dunia atau WRI Indonesia mencatat, emisi paling banyak dihasilkan dari produk listrik dan pemanas sebesar 25 persen, disusul hutan dan penggunaan lahan (20,4 persen), industri (17,9 persen), transportasi (14 persen), energi lainnya (9,6 persen), sampah makanan (6,7 persen), dan bangunan (6,4 persen).
”Semua emisi tersebut terhubung dengan gaya hidup dan konsumsi kita sehari-hari. Setiap keputusan kita sangat berarti bagi lingkungan dan penurunan emisi,” ujar penanggung jawab proyek pengurangan emisi WRI Indonesia, Nanda Noor, Kamis (15/10/2020).
Namun, masih banyak masyarakat belum menyadari bahwa setiap individu dapat berperan dalam menurunkan emisi. Di sisi lain, mereka yang sudah menyadari pentingnya hal itu kesulitan melakukan aksi nyata terukur untuk menurunkan emisi.
Berangkat dari kondisi tersebut, tim dari WRI Indonesia mengembangkan aplikasi android bernama Emisi yang dapat diunduh secara gratis. Melalui aplikasi ini diharapkan membantu masyarakat dalam menghitung emisi karbon dan polutan yang dikeluarkan saat melakukan perjalanan, menawarkan opsi cara mengurangi polusi, dan menghitung kebutuhan pohon untuk menyerap emisi.
Penghitungan emisi
Emisi dari kegiatan sehari-hari, seperti penggunaan transportasi, pakaian, listrik, dan konsumsi makanan, mencapai 85-245 gram karbondioksida (CO2) yang angkanya dapat berubah tergantung dari pola konsumsinya. Penghitungan emisi dalam aplikasi ini didasarkan pada data/kajian ilmiah, seperti berbagai catatan teknis dan ulasan ahli.
Penghitungan emisi dalam aplikasi tersebut didasarkan pada dokumen catatan teknis yang relevan, seperti penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, berbasis informasi di lapangan, ulasan ahli nasional dan global, hingga pemutakhiran jadwal.
Menu utama
Dalam aplikasi Emisi terdapat empat menu utama, yakni hitung emisi, kurangi emisi, serap emisi, dan pantau pohon. Pada menu hitung emisi, pengguna dapat memasukan rute perjalanan setiap hari dengan sejumlah moda transportasi, seperti motor, mobil, angkot, bus, kereta, sepeda, dan jalan kaki. Rute ini terhubung ke Google Maps. Secara sederhana, penggunaan menu hitung emisi ini hampir menyerupai aplikasi ojek daring.
Setelah rute perjalanan dan moda transporatasi terisi, aplikasi menunjukkan hasil penghitungan emisi pengguna. Kemudian, pengguna diarahkan untuk memilih alternatif pengurangan emisi, yakni avoid, shift, dan improve.
Apabila pengguna memilih menurunkan emisi melalui avoid, yakni dengan mengurangi jarak perjalanan atau tidak melakukan perjalanan sama sekali. Cara shift, yaitu berganti moda transportasi pribadi ke publik. Sementara improve ialah membuat perjalanan lebih efisien dengan meningkatkan teknologi kendaraan, seperti penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
”Kalau pengguna Emisi ini ada di Jakarta, kita juga bisa mengumpulkan informasi dan dapat diketahui pola transportasi daratnya,” kata Nanda.
Ini bisa menjadi masukan pengembangan kebijakan menjadi kota yang lebih ramah transportasi darat dan menjalankan penanaman pohon untuk penyerapan emisi.
Penanaman pohon
Aplikasi Emisi juga menyediakan sarana bagi pengguna untuk menyerap kembali emisi perjalananya yang telah dihitung melalui aksi penanaman pohon. Pengguna dapat memilih penanaman pohon dilakukan sendiri dengan memasukkan foto pohon dan lokasi penanamannya.
Atau, pengguna bisa memanfaatkan ”jasa” penanaman dengan memilih jenis tanaman dan organisasi mitra WRI Indonesia. Pilihan tersebut, yaitu pohon bakau oleh Carbon Ethics di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta; pohon meranti oleh Forum Konservasi Leuser di Koridor Gajah Lokop di Aceh Timur dan di Kalimantan Barat; dan pohon surian oleh Mitra Aksi di Desa Talang Kemuning, Kerinci, Jambi.
Selanjutnya, pengguna diberi arahan untuk menyiapkan sejumlah biaya bagi petani lokal di sekitar kawasan hutan. Biaya ini untuk pembibitan, perawatan, penyulaman, dan pemantauan.
Kegiatan ini dipantau secara independen serta dihitung penyerapan emisi dari pohon tersebut. ”Setelah itu, laporan emisi dan aksi iklim diinformasikan kembali kepada pengguna,” kata Nanda.
Peneliti Keberlanjutan untuk Proyek Pengurangan Emisi WRI Indonesia, Dewi Sari, mengatakan, alur penyerapan emisi dimulai dari penghitungan emisi, pilihan pohon, pendugaan penyerapan CO2 per pohon, hingga penghitungan jumlah pohon dan biaya penyerapan emisi. Semakin banyak penyerapan emisi CO2 per pohon, jumlah pohon yang dibutuhkan semakin sedikit.
Demikian pula, semakin banyak emisi CO2 yang dihasilkan pengguna, jumlah pohon yang dibutuhkan untuk penyerapan juga semakin banyak. Karena itu, mari kurangi emisi sejak dini.