Selain menjadi sumber energi alternatif, sagu dinilai juga bisa menjadi salah satu jawaban untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain menjadi sumber energi alternatif, sagu dinilai juga bisa menjadi salah satu jawaban untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Pekan Sagu Nusantara 2020 yang diadakan serentak di 13 provinsi diharapkan bisa mengangkat kembali sagu sebagai tanaman asli Indonesia yang potensinya berlimpah di alam.
Pekan Sagu Nusantara (PSN) yang baru digelar pertama kali ini dibuka oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (20/10/2020). Secara serentak, acara PSN juga digelar di 19 kabupaten kabupaten/kota di 13 provinsi yang memiliki lahan sagu, di antaranya Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Riau, dan Sumatera Barat.
Sejumlah daerah ini menampilkan beragam menu makanan tradisional berbasis sagu, yang menunjukkan bahwa di masa lalu tanaman ini sebenarnya dimanfaatkan secara luas di Indonesia. Misalnya, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menampilkan mi goreng sagu, sagu dange, sagu forno, ongol-ongol, dan sejumlah kue kering.
Sudah tiga tahun ini, setiap Selasa dan Jumat, kami menggelar hari tanpa nasi, dan makan sagu dan umbi-umbian. (Jabes Ezar Gaghana)
”Sudah tiga tahun ini, setiap Selasa dan Jumat, kami menggelar hari tanpa nasi, dan makan sagu dan umbi-umbian. Ini solusi untuk memanfaatkan pangan lokal dan mengurangi beras. Dari sisi kesehatan baik dan ekonomi juga baik. Kami tidak bisa menghasilkan beras, hanya sagu dan umbi-umbian,” kata Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Ezar Gaghana.
Agus Gumiwang mengatakan, saat ini pangan nasional masih tergantung pada beras. ”Namun, di masa mendatang pada 2050, kelangkaan pangan bisa terjadi jika tidak dikembangkan pangan lain sebagai pasokan pangan nasional. Pandemi ini juga menunjukkan pentingnya pangan lokal,” katanya.
Menurut Agus, sagu dipandang sebagai satu sumber pangan potensial. ”Program peningkatan sagu telah menjadi salah satu prioritas nasional dengan dimasukkan ke dalam RPJMN 2024. Artinya, sagu sekarang telah dipandang sebagai bagian penting dan strategis bagi ketahanan pangan, terutama saat menghadapi krisis seperti pandemi saat ini,” katanya.
Selain sebagai sumber pangan, Agus mengatakan, industri hilir sagu juga harus dikembangkan guna meningkatkan nilai tambah dan pendapatan asli daerah. Sagu diketahui bisa dibuat menjadi berbagai produk turunan. Selain itu, sagu juga bisa dijadikan etanol untuk bahan bakar pengganti fosil untuk industri makanan dan minuman hingga industri kayu, kosmetik, dan farmasi.
Terluas di dunia
Kementerian Pertanian mencatat bahwa Indonesia memiliki potensi lahan sagu mencapai 5,5 juta hektar, terluas di dunia. Sebagian besar lahan sagu ini berada di Papua dan Papua Barat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Momon Rusmono mengatakan, dari jumlah tersebut, lahan yang dioptimalkan baru sekitar 314.000 hektar atau sekitar 5,7 persen. ”Itu pun dengan produktivitas baru 3,57 ton per hektar, padahal sebenarnya bisa ditingkatkan jadi 10 ton per hektar,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Musdhalifah Machmud mengatakan, hingga saat ini realisasi pemanfaatan sagu sebagai bahan bakar masih 0 persen. ”Targetnya 10 persen. Sejauh ini bahan baku etanol untuk bauran energi baru dari sawit,” katanya.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tambah Musdhalifah, sagu juga memiliki pasar ekspor. Pada 2019, sagu yang diekspor Indonesia 26.600 ton atau senilai Rp 108,89 miliar dengan negara tujuan India, Malaysia, Jepang, Thailand, dan Vietnam. ”Jumlah tenaga kerja yang terserap di industri sagu mencapai 286.000 keluarga,” katanya.
Sekalipun hanya memiliki lahan sagu terbatas, ekspor sagu ke pasar global ternyata masih didominasi Malaysia. Kajian Hiroshi Ehara (2018) menyebutkan, setiap tahun rata-rata Malaysia mengekspor 47.000 ton sagu kering. Tingginya ekspor sagu dari Malaysia ini diduga karena mereka membeli sagu basah dari Kepulauan Meranti, Riau, dan kemudian mengolahnya menjadi sagu kering.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, bagi Papua, PSN 2020 merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan negara terhadap sagu yang merupakan pangan pokok dan identitas orang Papua.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengatakan, PSN 2020 diharapkan menjadi momentum sebagai gerakan awal kerja sama pelaku sagu dari hulur ke hilir untuk mengoptimalkan potensi sagu.