Perubahan Iklim Tak Cukup Disadari, Lakukan Aksi Nyata
Mengetahui setiap aktivitas yang bisa menimbulkan emisi gas rumah kaca akan membangun kesadaran untuk bersama-sama menjalankan pola hidup ramah iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat didorong untuk tidak hanya menyadari tentang ancaman perubahan iklim, tetapi juga turut melakukan aksi nyata guna mengurangi emisi gas rumah kaca yang timbul akibat aktivitas manusia. Salah satu aksi nyata yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung emisi yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari dan menguranginya secara konstan.
Penanggung jawab proyek pengurangan emisi World Resources Institute (WRI) Indonesia, Nanda Noor, menyampaikan, aksi iklim perlu dilakukan karena laporan terbaru menunjukkan akan terjadi dampak yang sangat berbahaya jika suhu global naik hingga 2 derajat celsius. Sejumlah dampak tersebut di antaranya mengakibatkan panas berlebih, naiknya permukaan laut, dan penurunan produksi pangan.
WRI mencatat, emisi yang ada di Bumi paling banyak dihasilkan dari produk listrik dan pemanas sebesar 25 persen, disusul hutan dan penggunaan lahan (20,4 persen), industri (17,9 persen), transportasi (14 persen), energi lainnya (9,6 persen), sampah makanan (6,7 persen), dan bangunan (6,4 persen).
Semua emisi tersebut terhubung dengan gaya hidup dan konsumsi kita sehari-hari. (Nanda Noor)
”Semua emisi tersebut terhubung dengan gaya hidup dan konsumsi kita sehari-hari. Jadi, tidak hanya dalam skala nasional atau organisasi, tetapi juga dalam konsumsi kita. Setiap keputusan kita sangat berarti bagi lingkungan dan penurunan emisi,” ujarnya dalam diskusi daring, Kamis (15/10/2020).
Menurut Nanda, menghitung emisi menjadi salah satu aksi nyata masyarakat untuk membantu menanggulangi perubahan iklim. Hal ini karena emisi dapat dihasilkan melalui aktivitas harian, seperti penggunaan transportasi, pakaian, listrik, dan konsumsi makanan. Emisi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut dapat mencapai 85-245 gram karbon dioksida. Angka emisi dapat berubah tergantung dari pola konsumsi setiap orang.
Aplikasi Emisi
Penghitungan emisi sehari-hari dapat dilakukan melalui aplikasi Android bernama Emisi yang dikembangkan WRI Indonesia. Penghitungan emisi dalam aplikasi tersebut didasarkan pada dokumen catatan teknis yang relevan seperti penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, berbasis informasi di lapangan, ulasan ahli nasional dan global, hingga pemutakhiran jadwal.
Setelah angka emisi diketahui, upaya selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menyerap kembali emisi tersebut melalui kegiatan penanaman pohon. Penanaman pohon dapat menjadi solusi alami penyerapan emisi yang dikeluarkan dari berbagai aktivitas sehari-hari maupun dari aktivitas industri hingga kebakaran hutan dan lahan.
Melalui proses fotosintesis, setiap pohon yang ditanam dapat menyerap emisi hingga mencapai 50-150 kilogram karbon dioksida per tahun. Angka penyerapan akan berbeda tergantung jenis pohon, ekosistem tumbuh, dan pola pertumbuhan.
”Setiap orang akan mempunyai informasi dan rekomendasi terhadap emisi atau pohon miliknya. Kalau pengguna Emisi ini ada di Jakarta, kita juga bisa mengumpulkan informasi dan dapat diketahui pola transportasi daratnya. Ini bisa menjadi masukan pengembangan kebijakan menjadi kota yang lebih ramah transportasi darat atau lebih tepat penyerapan karbon melalui penanaman pohon,” kata Nanda.
Peneliti Keberlanjutan untuk Proyek Pengurangan Emisi WRI Indonesia Dewi Sari mengatakan, terdapat empat alur penghitungan untuk penyerapan emisi melalui aplikasi Emisi. Penyerapan ini dimulai dari penghitungan emisi, pilihan pohon yang akan ditanam, pendugaan penyerapan karbon dioksida per pohon, hingga penghitungan jumlah pohon dan biaya penyerapan emisi.
Menurut Dewi, semakin banyak penyerapan emisi karbon dioksida per pohon, jumlah pohon yang dibutuhkan semakin sedikit. Begitu juga sebaliknya, semakin banyak emisi karbon dioksida pengguna, jumlah pohon yang dibutuhkan untuk penyerapan juga semakin banyak.
”Kita juga membutuhkan biaya penanaman pohon. Sebab, pohon dalam aplikasi Emisi tidak ditanam oleh kita sendiri, tetapi yang menanam adalah mitra penanaman pohon. Biaya tersebut akan digunakan mitra penanaman untuk melakukan pembibitan, perawatan, penyulaman, hingga monitoring pohon. Mitra penanaman bekerja sama dengan petani lokal yang tinggal di restorasi hutan atau mangrove,” tuturnya.