Uji Diagnostik Alat Deteksi Covid-19 Buatan UGM Libatkan 1.600 Orang
Alat deteksi Covid-19 bernama GeNose yang dikembangkan tim peneliti Universitas Gadjah Mada segera memasuki tahap uji diagnostik. Uji diagnostik itu ditargetkan diikuti sekitar 1.600 orang.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Alat deteksi Covid-19 melalui embusan napas yang dikembangkan tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, segera memasuki tahap uji diagnostik. Dalam tahapan itu, ditargetkan sebanyak 1.600 orang terlibat untuk diuji sampel napasnya oleh alat bernama GeNose tersebut.
“Ada 1.600 subyek yang akan dilibatkan dalam uji diagnostik. Harapan kami, minggu ini sudah bisa mulai uji diagnostik,” kata anggota Tim Peneliti GeNose dari UGM, Dian Kesumapramudya Nurputra, seusai bertemu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X, di Yogyakarta, Senin (12/10/2020).
Berbeda dengan alat lain yang ada sekarang, GeNose menggunakan embusan napas untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Hasil pemeriksaan alat yang menggunakan sistem kecerdasan buatan itu diklaim bisa selesai dalam waktu sekitar 80 detik.
Dian menjelaskan, uji diagnostik itu bertujuan menguji akurasi GeNose dalam mendeteksi Covid-19. Dalam uji diagnostik itu, setiap orang akan diambil dua kali sampel napasnya sehingga total ada 3.200 sampel yang akan diperiksa. “Ini merupakan prosedur yang harus dilalui untuk bisa mengembangkan alat kesehatan yang akurat. Tidak bisa sembarangan langsung mengklaim,” ujarnya.
Dian menuturkan, uji diagnostik GeNose akan dilakukan di sembilan rumah sakit di sejumlah kota di Indonesia. Beberapa rumah sakit itu berlokasi di DIY, misalnya Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Rumah Sakit Akademik UGM, Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY, Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 (RSLKC) Bambanglipuro di Kabupaten Bantul, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Hardjolukito.
Menurut Dian, uji diagnostik tersebut ditargetkan selesai dalam waktu dua sampai tiga minggu. “Kalau satu rumah sakit bisa menguji 25 orang dalam sehari, maka dalam dua atau minggu Insya Allah sudah terpenuhi,” kata dia.
Dian memaparkan, setelah uji diagnostik selesai, tim peneliti GeNose akan mempresentasikan hasilnya kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Apabila hasil uji diagnostik tersebut dinilai berhasil, Kemenkes akan mengeluarkan izin edar GeNose. Setelah izin edar GeNose keluar, alat tersebut bisa mulai diproduksi.
“Kalau semua lancar, kami harapkan pertengahan atau akhir November sudah bisa diproduksi secara massal,” ujar Dian, yang juga merupakan dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu.
Uji diagnostik GeNose itu juga sekaligus menjadi uji klinis tahap kedua. Sebelumnya, GeNose telah menjalani uji klinis tahap pertama di RS Bhayangkara Polda DIY dan RSLKC Bambanglipuro. Dalam uji klinis itu, tim peneliti menggunakan GeNose untuk memeriksa 615 sampel napas dari 83 pasien, yakni 43 pasien positif Covid-19 dan 40 pasien negatif Covid-19.
Dian menyebut, pada uji klinis pertama itu, ada empat jenis peranti lunak (software) kecerdasan buatan untuk melakukan analisis. Dari empat jenis software yang dipakai itu, ada satu yang paling stabil, yakni Deep Neural Network (DNN) dengan akurasi sekitar 96 persen.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, dalam pertemuan dengan Sultan HB X, pihaknya memohon dukungan untuk pengembangan GeNose. Panut menyebut, dalam pertemuan itu, pihaknya juga menyampaikan kemajua pengembangan GeNose.
“Pertemuan kami dengan Bapak Gubernur ini untuk menyampaikan progres atau perkembangan GeNose. Kami juga memohon doa restu dan dukungan agar alat ini bisa cepat beredar di masyarakat,” ujar Panut.
Dalam pertemuan tersebut, Sultan HB X juga sempat mencoba GeNose secara langsung. Sultan, yang juga Raja Keraton Yogyakarta itu, mengembuskan napas ke dalam wadah yang disiapkan. Hasil embusan napas itu kemudian dianalisis menggunakan GeNose.
Cara kerja
Dalam kesempatan sebelumnya, Ketua Tim Peneliti GeNose UGM Kuwat Triyana mengatakan, GeNose menggunakan embusan napas untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.
Oleh karena itu, pola yang terbentuk dari embusan napas seorang yang terinfeksi Covid-19 akan berbeda dengan pola embusan napas orang sehat.
Kuwat menyebut, virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh seseorang akan menghasilkan volatile organic compounds atau senyawa organik mudah menguap yang khas. Senyawa organik mudah menguap itu juga terdapat dalam embusan napas seseorang.
Kuwat memaparkan, GeNose dilengkapi beberapa sensor yang bisa membentuk pola tertentu saat mendeteksi senyawa organik mudah menguap dari embusan napas. Pola yang terbentuk itu bisa dibedakan berdasarkan kondisi kesehatan seseorang. Oleh karena itu, pola yang terbentuk dari embusan napas seorang yang terinfeksi Covid-19 akan berbeda dengan pola embusan napas orang sehat.
”Cara kerja GeNose itu sebenarnya sangat sederhana, yaitu berbasis pada pola yang konsisten dari embusan napas orang yang sehat dan yang sakit,” ujar Kuwat yang juga dosen Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM.
Kuwat menyatakan, pola yang dihasilkan oleh sensor tersebut akan dianalisis menggunakan sistem kecerdasan buatan atau artificial intelligence. Berdasarkan hasil analisis tersebut, bisa disimpulkan seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.
Namun, agar bisa melakukan deteksi secara akurat, sistem kecerdasan buatan yang ada di GeNose mesti diajarkan untuk mengenali pola tertentu dari embusan napas pasien Covid-19. ”Pola itu bisa diajarkan pada mesin (kecerdasan buatan) dan mesin akan mengingatnya,” kata Kuwat.