Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan inovasi teknologi berupa alat untuk meningkatkan mutu udara di ruangan tertutup. Inovasi tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Kegiatan di dalam ruangan tertutup seperti perkantoran dengan sirkulasi udara kurang baik meningkatkan risiko penyebaran Covid-19. Karena itu, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan alat untuk meningkatkan mutu udara di dalam ruangan tertutup.
Selain mampu berada di permukaan benda, virus SARS-Cov-2 pemicu Covid-19 yang berukuran 0,1 mikron, bisa bertahan dan menyebar di udara. Akibatnya, lingkungan kerja di perkantoran yang mayoritas berada di ruangan tertutup berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19. Kondisi itu terlihat dari tren peningkatan kasus di perkantoran, termasuk instansi pemerintah dan swasta.
Di DKI Jakarta, berdasarkan data pada laman corona.jakarta.go.id hingga 30 September 2020, perkantoran tercatat menjadi kluster terbesar penyebaran covid-19. Penyebaran tertinggi berasal dari kantor instansi pemerintah yakni Kementerian Perhubungan (319 kasus), Kementerian Kesehatan (262 kasus), dan Kementerian Pertahanan (147 kasus).
Untuk mencegah penyebaran di kluster perkantoran atau ruangan tertutup lainnya, salah satu hal yang perlu diperhatikan yaitu sirkulasi dan mutu udara. Peneliti dari Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) lalu membuat mesin untuk memperbaiki kualitas udara yang diberinama airborne nano-trapping technology for anti-Covid treatment (Attact).
Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Nurul Taufiqu Rochman menjelaskan, Attact merupakan alat pembersih udara dengan memakai ultra violet germicidal inactivation (UVGI), sabun atau pembersih bakteri, dan trapping yang dilapisi teknologi nano. Penggabungan teknologi dan komponen itu membuat udara yang disedot akan dikeluarkan kembali menjadi lebih bersih dan sehat.
Fitur sinar ultra violet dalam UVGI digunakan untuk disinfeksi atau membunuh virus dengan memotong rantai genetiknya. Sementara nano-trapping bertujuan untuk menangkap partikel atau organisme berukuran nano di udara dengan bantuan membran air.
Udara yang masuk ke dalam Attact akan dibersihkan oleh 18 nosel atau penyemprot. Dalam nosel itu diisi oleh campuran air dan sabun sebagai zat pembersih dengan takaran 0,1 persen. Jenis sabun yang dapat digunakan untuk mengisi nosel itu meliputi antara lain sabun mandi, sabun cuci piring, maupun sabun cuci tangan.
Attact memiliki kapasitas air 50 liter dengan kebutuhan sabun cair 5 mililiter. Versi terbaru alat ini juga disertai sensor yang mampu mendeteksi banyaknya orang di ruangan secara otomatis. Semakin banyak orang terdeteksi, kian cepat pula Attact membersihkan udara di ruangan tersebut.
Secara sederhana, sistem kerja Attact mirip dengan mesin air conditioner (AC). Namun, yang membedakan yakni udara yang dikeluarkan dari kedua mesin itu. Mesin pendingin udara akan menghasilkan suhu udara lebih dingin karena ada proses campuran kimia berupa senyawa refrigerants. Sementara Attact tidak menghasilkan udara dingin, tetapi lebih sejuk dan segar.
“Dalam proses pembersihan, udara juga akan disiniari ultra violet jika ada virus atau bakteri yang lolos. Selanjutnya, melalui proses trapp, air yang bercampur sabun akan menempel di trapp itu agar udara yang keluar bersih. Jadi udara yang mengandung virus, bakteri, dan partikel lain akan disedot dan dicuci dengan pengkabutan,” ujar Nurul.
Satu alat Attact dirancang untuk menjangkau ruangan dengan ukuran maksimal 10 x 10 meter seperti ruang resepsionis, ruang rapat, ruang ibadah lobi, rumah sakit, maupun ruang tamu. Attact tidak membutuhkan perawatan rumit karena hanya perlu penggantian atau penambahan air dan sabun satu minggu sekali.
Dalam proses pembersihan, udara juga akan disiniari ultra violet jika ada virus atau bakteri yang lolos.
Alat ini hanya mengkonsumsi daya 240 watt sehingga lebih efisien dari sisi energi. Selain itu, jika dibandingkan alat pembersih udara lain dengan sinar ultra violet yang harganya mencapai ratusan juta rupiah, biaya pengadaan Attact jauh lebih murah karena semua komponen alat ini dari dalam negeri.
“Mungkin alat ini satu-satunya teknologi pembersih udara yang aman di dunia dan telah kami patenkan. Alat ini juga tidak ada penggantian filter dan hanya mengganti air jika sudah lama digunakan. Itu juga hanya membuka kran air di bawah dan tinggal diisi ulang,” katanya.
Eliminasi virus
Attact mulai dibuat para peneliti LIPI sejak Juni lalu dan berkolaborasi dengan Dewan Riset Daerah (DRD) DKI Jakarta serta PT Nanobubble Karya Indonesia. CEO PT Nanobubble Karya Indonesia Hardi Junaedi mengatakan, Attact dalam tahap pengujian eliminasi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di fasilitas biosafety level-3 (BSL3) LIPI.
“Ketika lolos uji atau mendapat sertifikasi BSL3, efektivitas mesin ini terhadap pembunuhan virus akan diketahui. Ketika sudah mendapat sertifikasi BSL3, kami siap memproduksi mesin ini secara massal. Saat ini kami mencoba untuk memproduksi dengan cara yang efektif,” tuturnya.
Sejumlah perkantoran dari instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan negara saat ini telah melakukan pengadaan Attact dan masih diuji coba. Uji coba akan dipantau secara periodik untuk mengetahui perkembangan dan mendapatkan masukan guna meningkatan kinerja alat ini.
Salah satu masukan yang diterima dalam proses uji coba itu antara lain terkait penambahan sistem elektrik dipadukan dengan sensor untuk melihat status mesin. Ada juga masukan untuk mengembangkan sistem berbasis internet (Internet of Things/IoT) untuk mendigitalkan alat ini.
“Kami berharap dukungan pemerintah dalam fase uji coba produksi dan early adapter (pelopor). Usaha mengembangkan produk dalam negeri juga harus makin cepat dan ditingkatkan karena banyak sekali produk luar negeri yang masuk ke Indonesia,” katanya.
Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono menjelaskan, penyakit yang disebabkan beragam jenis virus corona biasanya lebih mudah tertular melalui udara. Itu tidak hanya terjadi pada Covid-19, tetapi juga penyakit yang disebabkan virus lain seperti influenza. Orang-orang akan mudah tertular jika satu ruangan dengan penderita influenza.
“Adanya kluster-kluster baru ini mencerminkan terjadi transmisi lokal. Oleh karena itu, kita harus beradaptasi agar tak mudah tertular, salah satunya dengan menjaga mutu udara di sekitar kita. Teknologi yang bisa mencegah transmisi ini diharapkan dapat dikembangkan dan diandalkan dalam waktu dekat,” ujarnya.