Curah Hujan Bakal Meningkat 40 Persen, Siap-siap Hadapi Bencana Hidrometeorologi Mulai Sekarang
Peningkatan curah hujan yang tinggi akibat La Nina perlu disikapi dengan kewaspadaan dan persiapan yang memadai. Potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor, mendesak diantisipasi.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Mendung menghias langit di kawasan Kota Denpasar, Bali, Senin (5/10/2020). Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III Denpasar menyebutkan, cuaca di Bali saat ini umumnya berawan dan hujan ringan hingga sedang dan berpotensi terjadi di wilayah Bali meskipun tidak merata.
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan curah hujan yang tinggi hingga mencapai 40 persen akibat fenomena iklim regional La Nina perlu disikapi dengan kewaspadaan dan persiapan yang memadai. Potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor, mendesak diantisipasi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati, Minggu (11/10/2020), mengatakan, La Nina di Indonesia utamanya diakibatkan karena anomali perbedaan suhu pada permukaan laut di Pasifik tengah ekuator dengan perairan di Indonesia.
ARSIP BMKG
Grafik yang menunjukkan anomali suhu muka laut yang memicu terjadinya fenomena La Nina. Terlihat suhu muka laut Samudra Pasifik lebih dingin dibandingkan di perairan Indonesia.
Selama dua bulan terakhir, anomali permukaan suhu di Pasifik semakin membesar. Pada Agustus, nilai anomali suhu muka laut adalah minus 0,6 derajat celsius menjadi minus 0,9 derajat celsius pada September dan telah melampauinya pada Oktober ini. Dwikorita mengatakan, anomali minus 1 derajat celsius adalah ambang batas La Nina moderate atau sedang.
Perbedaan suhu ini menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara yang membawa massa udara basah ke Indonesia. Hal ini berdampak pada musim hujan yang lebih basah dibandingkan kondisi normal. Dwikorita mengatakan, BMKG memperkirakan peningkatan curah hujan di sejumlah daerah Indonesia dapat meningkat 20-40 persen.
Secara historis, menurut Dwikorita, pengaruh La Nina di Indonesia biasanya berdampak pada peningkatan curah hujan hingga 40 persen dan bahkan lebih pada sejumlah wilayah di Indonesia.
ARSIP BMKG
Pengaruh La Nina pada empat periode waktu di wilayah Indonesia: (a) pada bulan Juni, Juli, Agustus (JJA) 2020; (b) September, Oktober, November (SON) 2020; Desember 2020, Januari, Februari 2021 (DJF); dan Maret, April, Mei (MAM) 2021.
Ia mengatakan, peningkatan curah hujan hingga mencapai 40 persen ini diperkirakan akan terjadi di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Sumatera dan sebagian Kalimantan pada bulan Oktober-November mendatang. Pada Desember–Februari, peningkatan curah hujan ini akan terfokus pada wilayah Indonesia Tengah bagian utara.
Dwikorita mengingatkan bahwa fenomena hujan tingkat menengah ini terjadi pada tingkat bulanan. Artinya, dalam beberapa hari dalam satu bulan tersebut terjadi hujan yang lebat bahkan ekstrem. Dari pengamatannya, kondisi ini dapat berlanjut hingga Maret 2020.
”Ini yang harus diwaspadai secara dini,” kata Dwikorita dalam webinar.
tangkapan layar zoom
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati berbicara dalam webinar, Minggu (11/10/2020).
Ia mengatakan, koordinasi antarpemerintah daerah, baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, yang wilayahnya dilintasi sungai menjadi penting. Kerja sama diperlukan untuk mengoptimalisasi tata kelola air terintegrasi dari hulu hingga hilir.
”Antarprovinsi, antarkabupaten perlu berkoordinasi. Banyak hal perlu disiapkan agar kapasitas sungai dan kanal dapat mengantisipasi debit air berlebih. Volume sungai perlu dikembalikan dengan cara dikeruk,” kata Dwikorita.
ARSIP BMKG
Prakiraan puncak musim hujan 2020/2021 menurut BMKG.
Dwikorita pun menganjurkan para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di daerah untuk terus memantau perkembangan cuaca melalui prakiraan dari BMKG. Aplikasi ponsel BMKG dapat memberikan prakiraan cuaca selama tujuh hari ke depan dengan resolusi setiap tiga hingga enam jam.
”Jadi tujuh hari sebelumnya bisa memprediksi akan seperti apa cuaca ke depannya,” kata Dwikorita.
Fenomena hujan tingkat menengah ini terjadi pada tingkat bulanan. Artinya, dalam beberapa hari dalam satu bulan tersebut terjadi hujan yang lebat bahkan ekstrem. Dari pengamatannya, kondisi ini dapat berlanjut hingga Maret 2020.
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Lilik Kurniawan mengatakan, dengan data dari BMKG tersebut, para pemangku kebencanaan dari pusat hingga daerah perlu bersiap sejak saat ini.
Lilik mengatakan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu menggelar rapat koordinasi kesiapsiagaan pada Oktober-November ini untuk menghadapi La Nina. Ini juga untuk memastikan seluruh organisasi perangkat daerah mempersiapkan sumber daya, misalnya alat berat mulai digerakkan ke daerah-daerah yang rawan longsor dan menggelar sosialisasi ke masyarakat.
tangkapan layar zoom
Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan berbicara dalam webinar, Minggu (11/10/2020).
Pemda juga diminta untuk mengidentifikasi fasilitas umum, seperti sekolah, rumah ibadah, hingga penginapan dan hotel yang dapat dijadikan sebagai tempat pengungsian sementara dengan risiko penularan Covid-19 yang rendah.
”Ini untuk memastikan semua rencana berjalan dengan baik. Di saat-saat ini, persiapan ini yang harus kita lakukan sehingga kita tidak gagap dan panik ketika bencana terjadi di sekitar kita,” kata Lilik.
Lilik juga berharap jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daeah (BPBD) untuk menggelar kegiatan susur sungai untuk mengidentifikasi potensi terjadinya banjir bandang melalui keberadaan bendungan alam yang terbentuk di badan sungai.
Ketahanan pangan
Dwikorita juga mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi terjadinya cuaca ekstrem dalam mengelola lahan pertanian. Petani diminta mengantisipasi pola tanam mereka dengan informasi iklim dan cuaca.
Ia menganjurkan masyarakat untuk memperhatikan Kalender Tanam (Katam) Terpadu Nasional Indonesia.
”Kalender Tanam oleh Kementerian Pertanian sudah disampaikan ke Dinas Pertanian di provinsi, kabupaten, dan kota sesuai dengan tupoksi masing-masing. Apabila BPBD di daerah memerlukan Kalender Tanam tersebut, mohon langsung saja berkoordinasi dengan dinas pertanian setempat,” kata Dwikorita.
tangkapan layar zoom
Pakar sumber daya air Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) yang juga pengajar di Universitas Gadjah Mada, Agus Maryono, berbicara dalam webinar, Minggu (11/10/2020).
Selain itu, menurut pakar sumber daya air Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), Agus Maryono, mengatakan, pengaruh La Nina terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai momentum memulai gerakan memanen air hujan.
Menurut dia, air hujan dapat ditangkap ke dalam tangki ataupun sumur ke dalam tanah. Apabila kelak terjadi musim kemarau yang kering, masyarakat dan industri masih akan memiliki cadangan air.
Ketersediaan air yang besar ini pun dapat dijadikan langkah awal untuk membuat kolam budidaya ikan lele ataupun mujair. ”Ini untuk memanfaatkan sesuatu yang disebut dengan bencana sebagai pengungkit peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi,” kata Agus, yang juga pengajar di Universitas Gadjah Mada.