Pencapaian Target Penurunan Emisi Perlu Penguatan Kebijakan
Inventarisasi gas rumah kaca secara nasional terkini, yaitu pada 2018, masih belum menempatkan Indonesia pada rel target penurunan emisi. Dibutuhkan keberpihakan dan penguatan kebijakan terkait perubahan iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inventarisasi gas rumah kaca secara nasional yang terakhir dihitung pada 2018 mencapai 1.637 megaton setara karbon dioksida. Namun, angka ini belum mencapai target kontribusi nasional penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris pada 2018 sebesar 24 persen.
Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan Verifikasi Kementreian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Syaiful Anwar dalam temu media secara virtual, Kamis (1/10/2020), mengatakan, penguatan kebijakan dinilai dapat membantu memastikan target penurunan emisi 29 persen pada 2030. ”Dengan kebijakan yang terus-menerus ditekankan, menurut saya (penurunan emisi) bisa dilakukan,” ujarnya.
Guna mencapai target tersebut, Syaiful menegaskan, Indonesia terus melakukan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Sejumlah aksi mitigasi yang berkontribusi terhadap penurunan emisi di antaranya penanganan deforestasi, penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, dan pengendalian kebakaran di lahan gambut.
Sementara dari sektor energi, kebijakan yang diterapkan untuk mengurangi emisi di antaranya perluasan jalur khusus bus (BRT) dan bahan bakar gas di beberapa kota besar, hingga pengembangan bahan bakar biodiesel B100 serta D100. Adapun di sektor pertanian saat ini terus dikembangkan penggunaan varietas padi rendah emisi, pengelolaan tinggi muka air tanah di lahan gambut, dan pertanian organik.
”Saat ini, anggaran untuk sejumlah program memang dialihkan untuk penanganan pandemi. Tetapi dilihat dari data, kebijakan bekerja dari rumah selama pandemi ternyata cukup berpengaruh terhadap penurunan emisi. Tentunya secara berkelanjutan kita perlu menjaga aktivitas rendah karbon dengan efisiensi penggunaan transportasi,” kata Syaiful.
Nilai emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2018 tercatat 1.637 megaton setara karbon dioksida (MtonCO2e) atau 12,13 persen di bawah permodelan business as usual (BAU). Nilai emisi BAU 2018 mencapai 1.863 MtonCO2e. Namun, penurunan terhadap BAU masih belum mencapai target kontribusi nasional penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris (NDC) pada 2018 sebesar 24 persen.
Kehutanan menjadi sektor penyumbang emisi tertinggi hingga 723 MtonCO2e. Energi menjadi sektor terbesar kedua penyumbang emisi dengan 595 MtonCO2e, disusul pertanian (131 MtonCO2e), limbah (127 MtonCO2e), serta proses industri dan penggunaan produk/IPPU (59 MtonCO2e).
Selain itu, emisi GRK nasional selama 18 tahun sejak 2000-2018 memiliki tren yang fluktuatif. Peningkatan emisis yang signifikan terjadi pada periode 2010-2015. Emisi mulai turun pada 2016, tetapi kembali naik pada 2017 dan 2018.
”NDC tahap pertama akan mulai dihitung pada 2020 sampai 2030. Jadi sekarang belum dilakukan penghitungan target NDC. Dengan upaya-upaya mitigasi yang tepat, diharapkan inventarisasi gas rumah kaca mencapai target NDC. Target Indonesia sendiri pada 2020 sesuai yang disampaikan presiden yaitu 25,5 persen,” ujarnya.
Tujuan inventarisasi
Inventarisasi GRK dilakukan menurut pedoman Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) 2006 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 73 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi GRK. Alur inventarisasi mulai dari penentuan batas, identifikasi sumber emisi, serapan, dan simpanan, pengumpulan data, analisis, hingga penyusunan laporan.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman mengatakan, proses inventarisasi, monitoring, dan evaluasi emisi GRK dilakukan untuk mengetahui capaian NDC.
”Proses inventarisasi bertujuan untuk menyampaikan informasi secara berkala mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan dari emisi dan serapan gas rumah kaca. Ketersediaan data dan informasi yang valid serta terbarukan dari hasil inventarisasi menjadi dasar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta pengambilan kebijakan,” katanya.