Unika Atma Jaya Resmikan Dua Laboratorium Biomedik
Pengendalian Covid-19 membutuhkan pemeriksaan spesimen terkait virus korona baru secara masif. Untuk itu, Universitas Katolik Atma Jaya mengoperasikan laboratorium pengujian spesimen dan laboratorium farmakogenomik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Universitas Katolik Atma Jaya meresmikan dua laboratorium, yakni laboratorium pengujian spesimen Covid-19 dan laboratorium farmakogenomik. Selain untuk meningkatkan kapasitas pengujian spesimen, laboratorium ini diharapkan mendukung pengembangan ilmu kesehatan, terutama di bidang genetika di Indonesia.
Ketua Program Studi Magister Biomedik Unika Atma Jaya Soegianto Ali mengatakan, laboratorium pengujian spesimen Covid-19 yang diresmikan telah dilengkapi dengan standar laboratorium bio safety level 2+. Laboratorium tersebut secara resmi terdaftar di Dinas Kesehatan DKI Jakarta menjadi laboratorium rujukan pemeriksaan Covid-19.
”Dalam sehari ada sekitar 100 spesimen yang diperiksa. Laboratorium ini langsung terhubung dengan Rumah Sakit Atma Jaya sehingga biasanya spesimen yang diperiksa berasal dari pasien rujukan dari rumah sakit tersebut. Hasil pengujian pun langsung dilaporkan kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta,” ucapnya di Jakarta, Jumat (7/8/2020).
Ia berharap keberadaan laboratorium ini bisa mendukung peningkatan kuantitas spesimen yang diperiksa di Indonesia, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Pemeriksaan yang cepat dan masif menjadi salah satu upaya mengendalikan penularan Covid-19.
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Yuda Turana menambahkan, selain laboratorium untuk pemeriksaan Covid-19, pengembangan lain dilakukan dengan membangun laboratorium farmakogemik. Laboratorium ini merupakan hasil kerja sama dengan Nalagenetics untuk memeriksa risiko pemberian suatu obat melalui analisis genetika.
Laboratorium ini langsung terhubung dengan Rumah Sakit Atma Jaya sehingga biasanya spesimen yang diperiksa berasal dari pasien rujukan dari rumah sakit tersebut.
Farmakogenomik merupakan ilmu yang menelusuri pengaruh respons individu terhadap pengobatan berdasarkan susunan genetika yang dimiliki. Ilmu ini digunakan untuk membantu klinisi dalam memprediksi respons obat pasien. Dengan begitu, risiko kesalahan dalam peresepan obat serta risiko efek samping dari pengobatan bisa diatasi.
CEO dan Co-Founder Nalagenetics, Levana Sani, menambahkan, kerja sama riset yang dilakukan untuk diagnostik farmakogenomik terutama untuk menilai efek genetik dari berbagai obat yang terkait dengan penyakit kardiovaskular, psikiatri, dan penyakit kronis lain. Secara khusus, riset ini akan menguji pengaruh dari variasi genetik populasi orang Indonesia terharap keamanan dan efikasi pengobatan yang diberikan.
Ia memaparkan, data yang ditemukan di Singapura menunjukkan ada sekitar 8 persen pasien dirawat di rumah sakit karena efek samping pengobatan (adverse drug reactions/ADR). Penelitian lain juga menunjukkan, terdapat sekelompok obat yang diresepkan memberikan efek samping tak diinginkan. Beberapa efek samping itu berhubungan dengan varian genetika tertentu yang seharusnya bisa dicegah.
”Tes farmakogenomik dilakukan untuk mencari biomarka atau varian genetik tertentu di dalam tubuh yang terkait respons obat. Dengan mengetahui profil genetika pasien, dokter bisa memiliki informasi mendalam jenis obat yang dapat menyebabkan efek samping bagi pasien sehinga pengobatan pun jadi lebih optimal,” kata Levana.
Rektor Unika Atma Jaya Prasetyanto menyampaikan, kehadiran kedua laboratorium di Unika Atma Jaya diharapkan mendukung peningkatan mutu riset dan penelitian di Indonesia, khususnya terkait pelayanan kesehatan. Ini sekaligus untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi dalam bentuk pengabdian masyarakat.