Perkantoran menjadi salah satu sumber penularan Covid-19 yang terbesar di Indonesia. Hal itu dipicu oleh meningkatnya mobilitas warga dan rendahnya kepatuhan menjalankan protokol kesehatan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 meluas dan kluster baru bermunculan sejak meningkatnya aktivitas warga. Perkantoran, khususnya kantor instansi pemerintah, jadi kluster baru sumber penularan selain permukiman dan pasar tradisional. Karena itu, data kluster baru perlu dibuka untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan virus korona tipe baru.
Laporan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat, jumlah kasus di Indonesia saat ini sudah mencapai 100.303 orang dengan penambahan kasus baru 1.525 orang pada Senin (27/7/2020). Jumlah total kasus ini didapatkan dengan pemeriksaan terhadap 807.946 orang sehingga tingkat kepositifan (positivity rate) secara nasional masih 12,4 persen.
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, jumlah kluster di Indonesia yang terlacak telah mencapai 701 kluster dengan dominasi episentrum penyebaran dari DKI Jakarta. Data ini tidak merinci di mana dan kapan penyebaran terjadi.
Sementara analisis Satgas Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta menunjukkan, lokasi permukiman menjadi kluster penularan utama, disusul pasar tradisional, perkantoran, fasilitas kesehatan, dan rumah ibadah.
Khusus untuk perkantoran, sebelum 4 Juni, jumlah kasus positif di perkantoran di Jakarta baru 43 orang. Namun, saat ini terdapat 397 kasus baru di perkantoran sehingga total kasus dari kluster perkantoran di Jakarta menjadi 440 orang di 68 perkantoran.
Sebagian besar kluster ini berasal dari kementerian. Yang terbanyak dari Kementerian Keuangan dengan 25 kasus, disusul Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 22 kasus, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 15 kasus, dan Kementerian Kesehatan 10 kasus. Selain itu, di Kementerian Pemuda dan Olahraga tercatat 10 kasus, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 9 kasus, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes 8 kasus.
Adapun kluster badan usaha milik negara yang terbesar adalah kantor PT Antam di mana ditemukan 68 kasus. Banyak juga perusahaan swasta, termasuk media, yang menjadi kluster penularan baru.
Iqbal Elyazar, epidemiolog Laporcovid19.org, mengatakan, membesarnya kluster di perkantoran ini menandai protokol kesehatan sulit dijalankan, termasuk di kalangan aparatur sipil negara. ”Pemerintah seharusnya membuka informasi mengenai kluster-kluster penularan secara rinci. Ini penting untuk kewaspadaan masyarakat dan strategi pengendalian. Di negara lain, seperti Singapura atau Korea Selatan, ini juga dibuka sehingga orang tahu risikonya,” katanya.
Informasi yang dibuka ini, menurut Iqbal, tidak harus siapa orangnya, tetapi riwayat perjalanan yang meliputi tempat dan waktu, menjadi penting. Ini akan memudahkan masyarakat yang ada di lokasi dan waktu yang sama untuk lebih waspada.
Tuntutan untuk membuka hasil penelusuran dan kluster baru ini juga disampaikan Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede S Dharmawan. ”Bagusnya diumumkan hasil pelacakan dan penelusuran kontaknya. Apakah benar tertular di kantor atau tempat lain,” katanya.
Selain di perkantoran, kemungkinan penularan bisa terjadi di moda transportasi umum, termasuk taksi. Namun, selama ini, masyarakat tidak pernah mengetahui hal ini karena tidak ada informasi yang terbuka dari hasil pelacakan.
Menurut Iqbal, pemerintah perlu menyampaikan penjelasan mengenai jenis pekerjaan yang berisiko tertular dan mereka kemudian mendapat dukungan agar risikonya mengecil. ”Misalnya, kalau di kantor, yang tertular ini di bagian mana? Apakah pegawai umum atau pejabatnya. Kalau tertular, dari mana? Semakin lengkap informasinya akan baik untuk kewaspadaan publik walaupun tentu saja kita tidak perlu membuka nama mereka,” ujarnya.
Jumlah korban
Iqbal mengatakan, partisipasi masyarakat menjadi faktor kunci dalam menghadapi pandemi. Agar masyarakat peduli, dibutuhkan data dan informasi yang terbuka, termasuk mengenai skala penularan, munculnya kluster-kluster baru, dan jumlah korban.
Sejauh ini, menurut data Satgas Penanganan Covid-19, jumlah korban jiwa yang terkonfirmasi positif sebanyak 4.838 orang. Namun, total korban terkait Covid-19 yang terdapat di sistem rumah sakit daring sebanyak 17.756 orang dan menunjukkan penambahan korban jiwa 3.287 orang dalam 20 hari.
”Angka kasus dan positivity rate yang tinggi ini menunjukkan bahwa penularan memang masih banyak dan sebagian belum terdeteksi karena tes masih kurang dan belum merata,” katanya.
Tingginya kesenjangan data jumlah korban jiwa dengan yang berstatus terkonfirmasi positif dan meninggal dengan gejala klinis Covid-19 ini, menurut Iqbal, juga menunjukkan masih adanya masalah tes. Selain pelaksanaan tes yang belum merata, hal ini kemungkinan juga disebabkan keterlambatan dalam pelaporan.