Ibadah Kurban dan Shalat Idul Adha Diatur Sesuai Protokol Covid-19
Surat edaran terbaru dari Menteri Agama mengatur saf shalat Idul Adha agar saling berjarak minimal 1 meter. Segala kontak fisik dikurangi, bahkan disarankan untuk tidak mengedarkan sedekah lewat kotak amal.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agama mengumumkan surat edaran mengenai prosedur ibadah Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban secara aman selama pandemi Covid-19. Edaran ini bermaksud sebagai panduan untuk umat Muslim dalam praktik jaga jarak dan pembatasan kontak fisik.
Protokol tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Agama Nomor 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Tahun 1441 Hijriah Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19. Menteri Agama Fachrul Razi menekankan, shalat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban pada dasarnya mengacu pada protokol kesehatan yang telah ditentukan pemerintah selama pandemi Covid-19. Protokol disiapkan sebelum momen Idul Adha yang ditentukan jatuh pada 31 Juli 2020 mendatang.
Dari edaran yang diterima Kompas pada Rabu (1/7/2020), poin pertama ketentuan ini adalah pemilihan lokasi ibadah dan penyembelihan hewan kurban yang lapang untuk praktik berjaga jarak. Adapun setiap orang diminta berjaga jarak minimal 1 meter. Selain itu, penentuan lokasi ibadah dan penyembelihan harus dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat sehingga praktik protokol kesehatan dapat diawasi petugas.
Poin selanjutnya, jalur masuk dan keluar untuk setiap lokasi harus diatur secara satu pintu dan satu arah. Di setiap lokasi juga harus dilakukan pengecekan suhu badan. Setiap orang harus bersuhu badan di bawah 37,5 derajat celsius. Diwajibkan juga memyediakan fasilitas cuci tangan atau pembersih tangan dan memberi marka pembatas minimal 1 meter untuk setiap jemaah. Surat edaran juga mewajibkan agar setiap lokasi disemprot cairan disifektan sebelum pelaksanaan ibadah.
Ketentuan juga mengatur agar tidak mewadahi sedekah dengan cara mengedarkan kotak amal ke jemaah. Hal ini dikhawatirkan menjadi medium penularan karena ada kontak fisik secara tidak langsung.
Jemaah diwajibkan bermasker sejak keluar dari rumah dan membawa sajadah sendiri saat shalat. Anak-anak dan warga lanjut usia disarankan untuk tidak Shalat Idul Adha di masjid. Hal ini demi menghindari potensi penularan bagi mereka yang dianggap lebih rentan.
Panitia hewan kurban sebaiknya berpakaian lengan panjang, bersarung tangan, dan bermasker selama proses pemotongan berlangsung. Perlu diingat, semua orang harus menghindari berjabat tangan dan berbagai bentuk kontak fisik lain selama proses penyembelihan. Panitia juga harus selalu memperhatikan etika batuk atau bersin, yakni ditutup menggunakan siku lengan.
Begitupun setelah penyembelihan, alat-alat yang ada harus segera dibersihkan. Fachrul juga menegaskan agar setiap orang menggunakan satu alat. Apabila ada kondisi alat dipakai untuk banyak orang, alat harus dibersihkan terlebih dahulu dengan cairan disinfektan.
Setelah pemotongan, panitia pun diminta untuk langsung mandi dan berganti pakaian. Pakaian yang digunakan sebelumnya disarankan untuk segera dicuci demi mencegah potensi penularan.
Terkait itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti berpandangan, protokol tersebut diatur secara komprehensif demi mencegah penularan Covid-19. Dia menyarankan jemaah sebaiknya patuh dengan protokol demi menjaga kesehatan seluruh masyarakat.
”Sudah ada peraturan pemerintah agar masyarakat dapat menjaga diri dari penularan Covid-19. Tidak ada yang perlu dikomentari dari protokol itu, sebaiknya segera dijalankan,” kata Mu’ti.
PP Muhammadiyah pun menyusun protokol serupa untuk kalangan jemaah mereka. Jemaah Muslim yang berada di zona merah penularan Covid-19 disarankan agar shalat di rumah saja bersama keluarga, sementara jemaah di zona hijau dibolehkan untuk shalat di masjid.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini juga mendukung agar protokol kesehatan dilakukan umat Muslim dengan sebaik-baiknya. Warga sebaiknya tetap mengutamakan kesehatan di masa pandemi.
”Ada kaidah ushul fiqih yang menyebutkan Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil masholih. Artinya, menghindari segala kemudaratan lebih baik daripada mengejar manfaat, demi menjaga kemaslahatan umat. Adanya protokol kesehatan pasti bermaksud untuk menjaga kemaslahatan itu,” tuturnya.