Pembukaan Tempat Wisata Berisiko Tinggi Penularan Covid-19
Pembukaan tempat pariwisata di Indonesia sebenarnya masih terlalu dini karena risiko penularan Covid-19 masih tinggi. Pengelola agar memastikan protokol kesehatan diterapkan ketat dan disertai identifikasi pengunjung.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembukaan kembali aktivitas pariwisata berisiko sangat tinggi menularkan Covid-19, baik di daerah asal maupun tujuan wisata. Pemeriksaan berlapis di pintu masuk menjadi kunci mencegah meluasnya penularan. Ini pun perlu disertai identifikasi pengunjung untuk mempermudah penelusuran.
”Ini, misalnya, yang dilakukan di Taiwan. Semua pengunjung harus didata asal dan alamatnya sehingga jika ada kasus positif bisa segera ditelusuri riwayat kontak pada waktu tertentu,” kata Bayu Satria, Epidemiolog Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (26/6/2020), yang saat ini tengah menyelesaikan studi doktornya di Taipei Medical University.
Sekalipun sukses mengendalikan Covid-19, Taiwan masih sangat hati-hati membuka pintu masuk bagi orang asing. Untuk kunjungan bisnis dan wisata asing, tambah Bayu, Taiwan hanya akan menerima orang dari sejumlah negara yang dianggap telah berhasil mengendalikan wabah, seperti Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.
Untuk dari Indonesia masih belum boleh masuk
”Untuk dari Indonesia masih belum boleh masuk. Dari negara-negara yang dianggap rendah penularannya pun protokolnya sangat ketat, mereka tidak mau kecolongan karena sudah beberapa bulan tidak ada penularan lokal,” kata Bayu.
Menurut Bayu, mereka yang datang ke Taiwan wajib membawa bukti bebas Covid-19 melalui tes berbasis PCR yang diambil maksimal dalam rentang tiga hari sebelum kedatangan. Selain itu, mereka juga tetap akan dikarantina selama 14 hari.
”Jika mau karantinanya dipercepat, harus periksa PCR lagi di Taiwan. Jika lolos tes, baru boleh masuk,” ujarnya.
Bayu menambahkan, pengetatan pemeriksaan di pintu masuk seperti di bandara, stasiun kereta api, hingga jalan-jalan masuk perbatasan menjadi kunci menekan agar Covid-19 tidak meluas ke banyak daerah di Indonesia. ”Untuk syarat wajib terbang, harusnya tes PCR, seperti di Taiwan, maksimal tiga hari, jangan pakai rapid test (tes cepat) antibodi,” katanya.
Dia mencontohkan, pada 17 Juni 2020, ada dua pelaku perjalanan dari Bandara Juanda Surabaya via Jakarta, yang dideteksi positif Covid-19 setelah diperiksa di bandara Korea Selatan. Ini menunjukkan adanya masalah dalam pemeriksaan di bandara di Indonesia sehingga penumpang tetap bisa terbang sekalipun dengan Covid-19.
Di sisi lain, ia pun mengatakan pembukaan pariwisata akan sulit untuk menarik turis asing datang ke Indonesia. Ini karena kasus harian temuan Covid-19 masih tinggi.
”Untuk menarik wisatawan asing akan sulit jika kasus harian kita masih tinggi, apalagi daerah wisata utama kita, seperti Bali dan Lombok, masih merah. Negara-negara lain mungkin akan membatasi warganya untuk ke Indonesia,” katanya.
Sekalipun pemerintah menargetkan pembukaan wisata alam itu menggerakkan turis domestik dan lokal, menurut Bayu, hal tersebut juga bisa memperluas penyebaran Covid-19 ke daerah lain. Jika wisatawan datang dari daerah dengan kasus Covid-19 masih tinggi, dia bisa membawa virus ke tempat wisata. Demikian sebaliknya, jika daerah tujuan memiliki kasus tinggi, bisa menularkan ke daerah asal.
Negara lain
Bayu mengingatkan, Pemerintah Indonesia seharusnya belajar dari sejumlah negara lain. Selain Taiwan, negara yang juga sukses mengendalikan wabah ini seperti Vietnam juga sangat hati-hati untuk membuka kembali kegiatan wisata.
Seperti diumumkan di laman resmi Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc mengumumkan, negaranya belum berencana membuka kunjungan wisatawan internasional karena khawatir hal itu dapat menyebabkan gelombang kedua infeksi.
Berkat program pengujian yang agresif dan bertarget dan sistem karantina terpusat, Vietnam telah berhasil mengendalikan jumlah kasus Covid-19 hanya 352 kasus, yang sebagian besar telah pulih. Tidak ada kematian yang dilaporkan.
”Tidak ada kisah bergegas untuk membuka pintu bagi wisatawan internasional,” kata Nguyen Xuan.
Namun, Vietnam akan mulai membuka untuk kunjungan lain secar selektif. ”Para pakar asing, pekerja tingkat tinggi, dan investor yang ke Vietnam akan disambut baik, tetapi tetap akan diawasi secara ketat,” katanya.