Impuritas Material Impor Perlu Diturunkan hingga 0,5 Persen
Toleransi kandungan material ikutan atau impuritas pada impor limbah nonbahan berbahaya dan beracun untuk kelompok kertas dan plastik sebesar 2 persen dinilai perlu terus dirurunkan hingga mencapai 0,5 persen.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetapan toleransi kandungan material ikutan atau impuritas pada impor limbah nonbahan berbahaya dan beracun untuk kelompok kertas dan plastik sebesar 2 persen dinilai sudah cukup baik. Namun, toleransi impuritas ini perlu diturunkan hingga mencapai 0,5 persen.
Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pelaksanaan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri. SKB ditetapkan oleh Menteri Perdagangan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Kepala Kepolisian RI yang ditandatangani pada 27 Mei 2020.
Dalam SKB disebutkan bahwa impuritas pada impor limbah non-B3 untuk kelompok kertas dan plastik sebesar 2 persen. Sementara untuk kelompok logam berupa skrap besi atau baja ditetapkan secara kasatmata dalam jumlah sedikit dan tidak menetes.
Selain itu, dibuat juga peta jalan pengelolaan limbah non B3 sebagai bahan baku industri. Adapun pembuatan peta jalan bertujua untuk mempercepat ketersediaan bahan baku industri dalam negeri dan menurunkan kuota impor secara bertahap.
Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi, Jumat (19/6/2020), menilai penetapan toleransi kandungan pengotor sebesar 2 persen dalam SKB tersebut sudah cukup baik. Namun, idealnya impuritas ini terus diturunkan hingga 0,5 persen seperti yang telah dilakukan China.
“Menurut kami dua persen harus terus diturunkan. Sebab, dari dua juta ton sampah kertas yang diimpor tiap tahunnya akan ada 40.000 ton sampah plastik kontaminan yang akan membanjiri sungai,” ujarnya.
Selain mencemari sungai, kata Prigi, kontaminan tersebut juga bakal mencemari udara dan berdampak pada kesehatan manusia. Hal ini karena kontaminan tersebut pada umumnya berupa plastik dengan kualitas yang rendah dan memusnahkannya hanya bisa dengan pembakaran.
Hal lain yang dikritisi terkait SKB impor limbah ini menurut Prigi yakni kurangnya transparansi dan pelibatan masyarakat. Oleh karena itu, Prigi berharap masyarakat ikut dilibatkan untuk mengawasi proses impor limbah non B3 tersebut.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, SKB tersebut dibuat untuk menjamin ketersediaan bahan baku sektor industri baja, plastik, dan kertas. Bahan baku tersebut digunakan di lebih dari 80 industri kertas dan 200 industri plastik.
”Perlu kesepakatan bersama dalam menjamin ketersediaan bahan baku impor tersebut dari aspek kualitasnya. Ini penting agar tidak ada bahan-bahan pengikut yang membahayakan dari aspek lingkungan,” ujarnya.