JK: Jadikan Momentum Kebangkitan Nasional untuk Bersatu Melawan Covid-19
Ketua Umum PMI Jusuf Kalla mengingatkan agar kita memanfaatkan peringatan hari kebangkitan nasional untuk mempersatukan langkah guna memerangi Covid-19. Hanya lewat kerja bersama, pandemi ini kita lewati.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia tidak perlu lagi berjuang melawan penjajah untuk memperjuangkan kemerdekaan. Namun, semangat persatuan dan perjuangan tersebut masih tetap relevan dilakukan, terutama untuk melawan pademi Covid-19 yang menjadi musuh bersama saat ini.
Wakil Presiden RI periode 2014-2019 Jusuf Kalla menyampaikan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini merupakan momentum yang tepat bagi seluruh bangsa Indonesia untuk bangkit bersama dan bersatu melawan Covid-19. Persoalan pandemi ini tidak bisa diselesaikan oleh salah satu pihak saja, tetapi harus diselesaikan secara bersama.
”Bukan karena kita telah merdeka, semangat kita luntur. Kita harus terus meningkatkan nasionalisme kita untuk menyelamatkan bangsa ini. Kini semangat itu untuk menyelamatkan bangsa dari penyakit Covid-19. Kita tidak boleh menyerah dan terlena,” tuturnya dalam konferensi pers yang disampaikan melalui tayangan video di Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Kalla menambahkan, virus Covid-19 ini bisa mengancam siapa pun tanpa mengenal usia dan kedudukan. Ancaman ini semakin nyata bagi masyarakat yang tidak waspada dan tidak mau menaati aturan pencegahan.
Menurut dia, jika semakin banyak masyarakat yang tidak patuh dan berdisiplin, sistem ketahanan bangsa untuk melawan penyakit ini akan goyah. Ini terutama pada ketahanan sistem pelayanan kesehatan karena kapasitas rumah sakit dan petugas kesehatan sekarang sudah terbatas.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto pun mengatakan, kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih terus meningkat. Bahkan, tercatat ada penambahan sebanyak 693 kasus baru pada 20 Mei 2020. Penambahan kasus harian tersebut paling tinggi dilaporkan terjadi di Jawa Barat (176 kasus), Jawa Timur (119 kasus), DKI Jakarta (81 kasus), dan Kalimantan Selatan (63 kasus).
”Sudah ada 391 kabupaten/kota di 34 provinsi yang melaporkan. Dari kasus ODP (orang dalam pemantauan) yang masih dipantau ada 44.703 orang dan kasus PDP (pasien dalam pengawasan) ada 11.705 orang. Ini memberikan gambaran bahwa upaya melindungi diri berlum berjalan dan masih banyak yang mengabaikan protokol kesehatan,” ujar dia.
Sementara itu, jumlah spesimen yang sudah diperiksa saat ini sebanyak 211.883 spesimen yang diambil dari 154.139 orang. Spesimen tersebut diperiksa di 95 laboratorium, meliputi 66 laboratorium pemeriksaan berbasis real time Polymerase chain reaction (PCR) dan 29 laboratorium pemeriksaan berbasis tes cepat molekuler.
Berbagai kajian
Yurianto mengatakan, pemerintah saat ini sedang melakukan berbagai kajian dan skenario penanganan Covid-19 di Indonesia. Kajian ini akan dilaksanakan jika kondisi pengendalian penyakit ini sudah memungkinkan untuk dilakukan relaksasi. Hal ini juga termasuk kemungkinan diberlakukan pelonggaran aturan pembatasan sosial.
”Kami sedang melakukan kajian ini karena problem dari setiap daerah dari tiap-tiap provinsi dari tiap-tiap kabupaten/kota tidak sama. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian data yang komprehensif oleh semua pihak. Apabila relaksasi dijalankan secara tidak terukur justru dapat menimbulkan sumber penularan-penularan baru,” katanya.
Ia pun memastikan, pemerintah sampai saat ini belum melakukan relaksasi atas aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Protokol kesehatan serta pelaksanaan PSBB masih tegas dijalankan untuk menunjang upaya pengendalian Covid-19.
”Tidak ada upaya pemerintah untuk mengendurkan atau merelaksasi PSBB saat ini. Indikator keberhasilan kita adalah seberapa banyak kita bisa mengendalikan pertambahan kasus baru dan pengendalian kasus kematian. Pemeriksaan massal masih harus lebih agresif lagi juga pelacakankasus dan isolasi kasus perlu lebih masif,” tuturnya.