Ciptakan Ekosistem Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi
Negara berkewajiban menciptakan ekosistem pembelajaran berbasis teknologi informasi jika ingin berdaya saing tinggi. Namun, faktanya, sebagian daerah Indonesia masih kesulitan internet untuk akses pembelajaran.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan teknologi informasi terbukti menjadi solusi untuk keberlanjutan pendidikan di masa krisis akibat pandemi Covid-19, dan ke depan pun pembelajaran daring merupakan keniscayaan. Negara dan komunitas masyarakat harus berusaha seoptimal mungkin menciptakan ekosistem pembelajaran berbasis teknologi informasi jika ingin berdaya saing tinggi.
Pemerintah wajib memastikan adanya titik akses memadai bagi guru, terutama yang ada di daerah pelosok. Program kewajiban pelayanan universal (USO) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat dimanfaatkan serta difokuskan pada pengembangan jaringan akses khusus untuk kebutuhan pendidikan.
”Dasar hukumnya adalah karena setiap warga negara berhak atas pendidikan yang berkualitas. Untuk itu, infrastruktur pendidikan modern (internet) perlu disiapkan bagi guru dengan model pembiayaan yang efektif,” kata Ketua Divisi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Smart Learning and Character Center Richardus Eko Indrajit di Jakarta, Sabtu (2/5/2020).
Peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, pun mengatakan, tantangan bagi pemerintah saat ini adalah pemenuhan akses infrastruktur dan perangkat digital, terutama bagi sekolah di wilayah yang belum terakses dengan baik. Bukan hanya di wilayah terdepan, terluar, dan terbelakang (3T), bahkan di Jawa pun akses internet dan komunikasi belum sepenuhnya merata.
Kapasitas guru dalam mengoperasikan berbagai perangkat digital, terkait dengan mereka yang minim kapasitas, juga akan sangat berpengaruh pada pembelajaran. Guru harus kreatif dalam membuat model pembelajaran ataupun penugasan agar siswa tidak jenuh.
”Namun, lagi-lagi ini bergantung pada kapital sekolah, baik akses internet maupun perangkat teknologi digital,” kata Anggi.
Menurut Eko, paradigma berpikir guru turut menentukan berhasil tidaknya pembelajaran jarak jauh saat ini. Ada banyak guru yang dengan segala keterbatasan teknologi yang dimiliki dapat menyampaikan proses belajar yang baik.
”Bahkan, dalam beberapa kasus, saya melihat ada yang dapat bermodal Whatsapp, tetapi dapat mengembangkan proses belajar-mengajar yang cukup efektif,” ujarnya.
Karena itu, kata Eko, tantangan dalam menjalankan pendidikan jarak jauh, apakah dengan teknologi ataupun bukan, senantiasa terletak pada kemampuan dalam merancang proses pembelajaran yang akan dijalankan (instructional design). Masalah utama yang harus dipecahkan adalah bagaimana agar walaupun terpisah secara fisik, aktivitas interaksi dan umpan balik antara pendidik dan peserta didik maupun sesama peserta didik dan sumber belajarnya dapat tetap berjalan secara efektif.
Namun, faktanya, berdasarkan catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kondisi guru sangat beragam, baik dari segi kemampuan memberikan pembelajaran maupun akses ke sumber daya digital. Karena itu, FSGI mendesak pemerintah segera membuat skenario pendidikan di masa krisis akibat pandemi Covid-19. Skenario pendidikan ini tidak hanya berguna untuk jangka pendek menghadapi krisis saat ini, tetapi juga untuk jangka panjang jika Indonesia menghadapi ancaman bencana lainnya.
”Kurikulum darurat masa krisis penting didesain, bukan untuk mengganti kurikulum yang sudah ada, melainkan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran di sekolah yang adaptif. Sebab, kondisi masyarakat, orangtua, siswa, guru, dan sarana prasarana penunjang pendidikan (sekolah) saat ini sangat serba terbatas,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim.
Anggi pun sepakat bahwa perlu kurikulum yang lebih fleksibel yang mendorong kemandirian siswa. Pemerintah juga harus memperbanyak bahan ajar digital yang bisa diakses terbuka oleh masyarakat umum. ”Model-model pembelajaran praktikal juga perlu disebarkan sehingga semua guru ataupun orangtua yang mendampingi anak memahami bagaimana melaksanakan pendidikan jarak jauh secara optimal,” kata Anggi.