Memasuki Kemarau, Waspadai Kebakaran Hutan dan Lahan
Secara umum, daerah rawan kebakaran di Pulau Sumatera telah mengalami musim kemarau. Upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan perlu segera dilakukan.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperingatkan bahwa secara umum daerah rawan kebakaran di Pulau Sumatera telah mengalami musim kemarau, khususnya di daerah Riau, sebagian Sumatera Utara, dan Jambi. Wilayah yang memasuki musim kemarau ini akan semakin meluas pada bulan-bulan berikutnya, termasuk sebagian wilayah Kalimantan pada bulan Juli.
Memasuki musim kemarau ini, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) perlu segera diantisipasi. ”BMKG mengimbau, belajar dari tahun sebelumnya, peringatan dini harus disampaikan untuk menghadapi bulan Mei-Juni-Juli-Agustus-September,” kata Agie Wandana, Kepala Subbidang Peringatan Dini Cuaca, BMKG, Selasa (28/4/2020), di Jakarta.
Peta curah hujan bulanan pada bulan Mei 2020 akan sangat rendah di wilayah selatan Papua, yaitu Merauke. Sementara di daerah Riau, sebagian Sumatera Utara, dan Jambi intensitas curah hujan juga mulai turun.
Secara klimatologi, wilayah Riau sudah mulai kering pada bulan-bulan ini.
” Secara klimatologi, wilayah Riau sudah mulai kering pada bulan-bulan ini,” katanya. Karena itu, pada bulan Juni semua pihak sudah harus siaga akan periode musim kemarau karena monsun Australia yang bersifat kering telah aktif. Ini menggantikan monsun asia yang bersifat basah yang telah meninggalkan Indonesia.
Agie Wandana mengatakan, antisipasi musim kemarau akan kejadian kebakaran hutan dan lahan memerlukan intervensi. Ini karena kebakaran hutan dan lahan bukan disebabkan oleh faktor alam, melainkan pada umumnya karena ulah manusia.
”Intervensi terhadap pengelolaan mitigasi karhutla tidak hanya intervensi alam tapi juga faktor pemicu, seperti sosial dan ekonomi,” katanya.
Menurut peta kebakaran hutan dan lahan BMKG, hingga kemarin sebaran titik panas di Riau menunjukkan ”sedang”. Pada peta hari tanpa hujan, Riau dan sekitarnya masih masuk kategori sangat pendek (1-5 hari tanpa hujan) dan pendek (6-10 hari tanpa hujan).
Di sisi lain, saat ini sedang terjadi penjalaran gelombang tropis yang timbulkan distribusi hujan di seluruh Indonesia akibat pengaruh gelombang Madden-Julian Oscillation (MJO). Fenomena ini menciptakan dinamika atmosfer yang tidak stabil di wilayah Indonesia–termasuk daerah rawan karhutla di Jambi dan Sumatera Selatan–yang menyebabkan hujan lebat dalam beberapa hari mendatang. ” Sampai akhir bulan ini masih basah sampai minggu pertama Mei,” katanya.
Manfaatkan bibit awan
Secara terpisah, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong akan memanfaatkan ketersediaan bibit awan potensial yang masih tersedia saat ini untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca. Hal itu diharapkan bisa memicu hujan buatan yang akan membasahi gambut, sekat kanal, dan embung-embung, serta tandon-tandon air.
” Pencegahan karhutla melalui udara bisa dilaksanakan dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk membasahi gambut, mengisi embung dan kanal yang sudah dibangun,” katanya. Berdasarkan informasi dari BMKG, hal ini masih memungkinkan dilakukan hingga bulan Mei karena pada bulan Juni diperkirakan potensi hujan sudah mulai turun.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menyatakan, TMC akan dilakukan pada areal prioritas, terutama pada daerah yang mengalami karhutla berulang selama lima tahun terakhir. Ini agar biaya TMC yang cukup besar tersebut bisa efektif mencegah karhutla melalui hujan buatan dari hasil penyemaian awan.
Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK menunjukkan, selama tahun 2020 sampai saat ini, patroli udara dan waterbombing di Provinsi Riau telah melibatkan 9 helikopter dengan air yang sudah dijatuhkan lebih dari 11 juta liter. Sementara TMC sudah dilakukan sebanyak 27 sorti dengan menaburkan lebih dari 21 ton garam.
Upaya lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan mengirimkan surat kepada 15 gubernur dan 31 bupati/wali kota untuk mendorong dilakukannya pembasahan lahan untuk mencegah karhutla. Dalam surat tersebut dilampirkan peta lahan gambut yang sudah ditumpang-susun (overlay) dengan titik kebakaran serta peta kelembaban tanah.
Alue Dohong menambahkan, selain TMC yang bekerja sama dengan BPPT, BMKG, dan Lapan, upaya manual pembasahan gambut dan pencegahan karhutla juga dilakukan tim darat, yaitu Manggala Agni dan Brigade Kebakaran Hutan. Ia pun mengingatkan agar hal ini tetap dilakukan dengan memperhatikan protokol pencegahan Covid-19 selama masa pandemi.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan tingkat keyakinan di atas 80 persen, perbandingan total jumlah hotspot tahun 2019 dan 2020 (tanggal 1 Januari-27 April 2020) sebanyak 746 titik, pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot 1.186 titik (terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik / 37,10 persen).