Limbah medis yang dihasilkan, seperti masker sekali pakai, tisu, jarum suntik, dan alat pelindung diri, berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 bagi masyarakat. Petugas kebersihan dan pemulung rentan tertular.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampah dari rumah tangga yang dihuni pasien dalam pengawasan ataupun orang dalam pemantauan Covid-19 yang menjalani perawatan atau isolasi mandiri membutuhkan penanganan khusus. Limbah medis yang dihasilkan, seperti masker sekali pakai, tisu, jarum suntik, dan alat pelindung diri, berpotensi menjadi sumber penularan baru bagi masyarakat, khususnya petugas kebersihan dan pemulung.
Karena itu, masyarakat diminta mengurangi penggunaan masker medis dan mengganti dengan masker sekali pakai dari kain yang bisa dicuci dan dipakai ulang di tengah pandemi Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru ini.
Selain itu, apabila terpaksa menggunakan masker medis atau masker sekali pakai, agar didisinfeksi dengan larutan disinfektan, seperti cairan pemutih (mengandung klorin), pembersih pel, ataupun larutan lain berbahan aktif sebelum dikumpulkan dalam tempat khusus.
”Kemas dalam wadah tertutup yang diberi label ’limbah infeksius’. Limbah akan diangkut petugas dan dimusnahkan pada pengolahan limbah B3,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Saat menjadi pembicara kunci pada webinar Hari Bumi yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, ia memaparkan sejumlah kebijakan dan langkah KLHK untuk mengantisipasi timbulan limbah dan sampah medis akibat penanganan Covid-19. Limbah infeksius tersebut dikategorikan limbah B3 yang membutuhkan perlakuan khusus.
Penanganan limbah infeksius pada rumah tangga (dan fasilitas layanan kesehatan) ini disebut Rosa Vivien ada pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 2 Tahun 2020 pada 24 Maret 2020, yang ditujukan kepada Kepala BNPB yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan kepala-kepala daerah di Indonesia.
Namun, saat ditanya lebih lanjut pelaksanaan di lapangan terkait siapa petugas yang mengambil ”limbah medis” pada tingkat rumah tangga dan pihak yang mempersiapkan sarana-prasarananya, seusai diskusi, Rosa Vivien belum memberikan informasi.
Sehari sebelumnya, ia mengatakan, sampah rumah tangga yang telah dikemas tersendiri tersebut bisa dititipkan ke rumah sakit yang memiliki pengolahan limbah infeksius, seperti insinerator.
”Dalam masa darurat Covid-19 ini, semua pihak diharapkan bekerja sama dan berkolaborasi untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Untuk itu, rumah sakit sebagai lembaga yang memiliki kemampuan atau memiliki akses untuk pengelolaan limbah medis diharapkan dapat membantu masyarakat umum memusnahkan limbah medisnya,” tuturnya.
Secara psikis, ketika sampah rumah tangga dilabeli sebagai limbah infeksius, petugas kebersihan biasa yang belum paham akan menghindari. Perusahaan jasa pengolahan limbah B3 yang rutin mengangkut limbah medis di rumah sakit di Batam, sebut Rosa Vivien dalam diskusi virtual kemarin, memilih menghentikan operasinya karena ketakutan akan tertular Covid-19.
Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI Ajeng Arum Sari mengatakan, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan limbah medis selama pandemi Covid-19 di Jakarta saja bisa mencapai 12.750 ton dalam 60 hari. Sebagai perbandingan, ia menyebut limbah medis penanganan Covid-19 di Wuhan, China, periode 20 Januari-13 Februari 2020, mencapai 1.123 ton.
Limbah medis selama pandemi Covid-19 dipastikan terus meningkat. Tidak hanya dihasilkan dari rumah sakit dan puskesmas, tetapi juga klinik-klinik, unit transfusi, dan apotek. Itu belum termasuk potensi limbah medis dari sampah rumah tangga.
”Jumlah sampah masker dan sarung tangan sekali pakai meningkat. Bisa kemungkinan sumber penyakit baru karena potensi kontaminasi Covid-19. Ada 300.000 petugas persampahan dan 600.000 pemulung tetap bertugas menangani sampah. Misal kita ODP, tetapi tidak menjaga masker atau tisu dengan benar, alangkah kasihan petugas-petugas persampahan,” ungkapnya.
Karena itu, ia berharap para petugas kebersihan ini juga diperhatikan dengan dibekali perlengkapan alat pelindung diri. Di sisi lain, masyarakat diminta meminimalkan penularan dengan cara merendam masker sekali pakai, tisu, dan sarung tangan ke dalam larutan disinfektan sebelum dikemas khusus dan ditandai.
Terkait disinfektan ini, beberapa waktu lalu, LIPI juga merilis sejumlah produk cairan kebutuhan rumah tangga yang bisa dimanfaatkan sebagai pembuatan disinfektan di masa darurat. Sejumlah produk tersebut memiliki zat aktif yang mampu menonaktifkan virus. LIPI pun memberikan takaran pencampuran cairan produk tersebut dengan air.
Ajeng menjelaskan, virus merupakan jasad renik yang paling ”mudah” dihancurkan dibandingkan dengan bakteri maupun patogen lain. Hasil penelitian terhadap virus SARS-CoV, bukan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, kata dia, virus sudah menjadi tidak aktif ketika dipanaskan 56 derajat celsius selama 90 menit.