Desak Permendag Dicabut, Koalisi Masyarakat Sipil Surati Presiden
Peraturan Menteri Perdagangan No 15/2020 dinilai melemahkan perlindungan hutan karena mengizinkan ekspor kayu tanpa verifikasi legal. Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia minta presiden mencabut peraturan itu.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menyurati Presiden Joko Widodo agar memerintahkan pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2020. Isi peraturan yang mulai berlaku 26 Mei 2020 tersebut dinilai merugikan upaya perbaikan tata kelola hutan Indonesia yang telah dibangun hampir 20 tahun terakhir. Selain membawa dampak lingkungan berupa ancaman kerusakan hutan, regulasi tersebut dinilai juga merugikan pelaku usaha yang telah merasakan manfaat dari penerimaan legalitas kayu di pasar luar negeri.
Dalam surat tertanggal 20 Maret 2020, enam lembaga masyarakat sipil menyampaikan sejumlah alasan untuk meyakinkan Presiden agar memenuhi tuntutan mereka. Mereka menyebut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan karena melemahkan upaya perbaikan tata kelola hutan, pengurangan kerusakan hutan, dan pencegahan pembalakan liar.
Koalisi Masyarakat Sipil tersebut terdiri dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Yayasan Auriga Nusantara, Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Kaoem Telapak, Forest Watch Indonesia, dan Independent Monitoring Forest Fund. Mereka merespons Permendag No 15/2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang dinilai mengancam kelestarian hutan Indonesia. Jika aturan itu efektif berlaku pada 27 Mei 2020, ekspor kayu tak lagi wajib menyertakan dokumen verifikasi legal.
Koalisi berpendapat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan instrumen untuk mendorong tata kelola kehutanan ke arah yang lebih baik dengan mencegah terjadinya peredaran kayu hasil illegal logging alias pembalakan liar, bukan untuk menghalangi investasi. Namun, melalui permendag tersebut malah mendalilkan bahwa Dokumen V-Legal yang menjadi standar verifikasi legalitas kayu sesuai peraturan SVLK tidak lagi menjadi syarat ekspor untuk produk industri kehutanan.
”Permendag No 15/2020 tidak sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, di mana pemerintah bertanggung jawab mencegah dan memberantas perusakan hutan dan dapat melakukan kerja sama internasional dalam mencegah perdagangan dan/atau pencucian kayu tidak sah,” kata Muhammad Ichwan, Juru Kampanye JPIK, bagian dari koalisi.
Selain itu, koalisi juga menunjukkan Permendag No 15/2020 terkesan bersifat egosektoral karena seolah meniadakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 30 Tahun 2016 yang mensyarakatkan Dokumen V-Legal sebagai salah satu dokumen ekspor untuk produk kayu. Ini menunjukkan penyusunan permendag tersebut mengabaikan usaha dan peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan pemangku kepentingan lain, termasuk masyarakat sipil, dalam menjaga lingkungan sekaligus memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam, terutama kayu, dilakukan secara lestari dan berkelanjutan.
Syahrul Fitra dari Yayasan Auriga Nusantara, salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia, menyebutkan aturan dalam Permendag No15/2020 melanggar komitmen Forest Law Enforcement and Governance-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) antara Indonesia dan Uni Eropa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2014 tentang Persetujuan Kemitraan Sukarela antara Republik Indonesia dan Uni Eropa tentang Penegakan Hukum Kehutanan, Penatakelolaan, dan Perdagangan Produk Kayu ke Uni Eropa. Pelanggaran komitmen ini berdampak pada hilangnya jalur hijau perdagangan produk kayu Indonesia ke Uni Eropa.
Kondisi itu membawa efek lanjutan, yaitu daya saing ekspor produk industri kehutanan Indonesia dengan negara produsen kayu lainnya bakal menurun. Ini bisa terjadi karena kini beberapa negara lain seperti Vietnam telah menandatangani VPA dengan Uni Eropa dan segera menerapkan sertifikasi legalitas kayu.
Penjelasan Kemendag
Terkait kekhawatiran Permendag No 15/2020 akan membuka celah perembesan kayu-kayu ilegal pada produk ekspor, dalam keterangan tertulis, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Sulistyawati menyebutkan, Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 30/2016 mewajibkan seluruh pelaku usaha perdagangan di bidang kehutanan memiliki Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) dan Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK).
”Dengan demikian, idealnya perdagangan kayu akan tetap terjamin legalitasnya (bahan baku kayunya tetap legal) begitu pun dengan ekspor,” katanya.
Sulistyawati pun menyatakan, hingga kini belum ada respons langsung pihak luar negeri, termasuk Uni Eropa ataupun Australia yang telah menjalin kerja sama ekspor produk industri kehutanan, terkait penerbitan Permendag No 15/2020. Ia pun menyebutkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan tren ekspor produk industri kehutanan dalam lima tahun terakhir naik 5,55 persen. Dari nilai ekspor di atas, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa mengalami peningkatan, tapi tidak signifikan.
”Tren ekspornya selama lima tahun hanya 4 persen, ekspor kita ke UE pada tahun 2019 sebesar 1,1 miliar dollar AS atau berkontribusi sebesar 9,33 persen terhadap total nilai ekspor produk industri kehutanan. Itu pun jika dibandingkan dengan nilai ekspor tahun sebelumnya yang hanya mengalami kenaikan sebesar 1,2 persen,” katanya.
Terkait data ekspor ini, Koalisi Masyarakat Sipil memiliki data berbeda yang didasarkan pada FLEGT Independent Market Monitoring. Data pada 2019 menunjukkan total ekspor mebel kayu Indonesia mencapai 1,4 miliar dollar AS. Sebesar 1,2 miliar dollar AS di antaranya berasal dari negara yang meminta jaminan legalitas. Karena itu, menurut koalisi, menghilangkan kewajiban Dokumen V-Legal pada proses ekspor produk kayu Indonesia akan melemahkan daya saing produk ekspor Indonesia.