Kontribusi Swasta untuk Penurunan Emisi Belum Terhitung
Pemenuhan target nasional penurunan emisi gas rumah kaca ditentukan oleh sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah dan sektor swasta.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
TOFIK ROZAQ UNTUK KOMPAS
Warga yang tergabung dalam aksi jeda untuk iklim berorasi di depan skate park kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (23/2/2020). Mereka melakukan long march dari FX Sudirman hingga skate park Sudirman. Peserta aksi terdiri dari berbagai organisasi, seperti Greenpeace, Climate Ranger, dan Youth for Our Planet. Aksi yang diikuti sekitar 150 orang ini untuk mendeklarasikan darurat iklim sebagai bentuk imbauan terhadap terjadinya perubahan iklim global.
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama antara pemerintah pusat dengan daerah dan sektor swasta menjadi kunci dalam pemenuhan target nasional penurunan emisi gas rumah kaca. Namun, sumbangan pihak swasta dalam penurunan emisi sejauh ini belum terukur dengan baik.
”Indonesia sudah berkomitmen di bawah Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi sesuai NDC (Nationally Determined Contributions) kita. Ini butuh diimplementasikan secara jelas dan transparan untuk diketahui capaiannya,” kata Arief Wijaya, Manajer Senior Hutan dan Iklim World Resources Institute (WRI) Indonesia, dalam diskusi di Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Menurut Arief, kenaikan suhu global saat ini mencapai 1,1 derajat celsius dibandingkan sebelum era Revolusi Industri tahun 1850-an. Para ilmuwan telah memperingatkan, peluang untuk menekan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat celsius menjadi sangat kecil tanpa ada peningkatan ambisi semua pihak untuk menurunkan emisi.
”Reduksi terhadap pemanasan global dengan menjaga kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat celsius jauh lebih baik daripada beradaptasi terhadap dampaknya yang bisa amat besar,” katanya.
Dia menambahkan, kerja sama pemerintah dan swasta menjadi penting agar kita mencapai target mencegah kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat celsius. Untuk itu, akses terhadap informasi menjadi penting. Upaya yang dilakukan semua pihak juga mesti terukur.
Cinthya Maharani, analis WRI Indonesia, mencatat, selain upaya yang dilakuan pemerintah, sejumlah pihak swasta di Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan emisi, antara lain upaya mencegah kebakaran hutan hingga mengurangi penggunaan pupuk yang dilakukan perusahaan perkebunan. Namun, capaian-capaian itu belum terukur dengan baik.
Reduksi terhadap pemanasan global dengan menjaga kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat celsius jauh lebih baik daripada beradaptasi terhadap dampaknya yang bisa amat besar.
TOFIK ROZAQ UNTUK KOMPAS
Anak-anak mengikuti aksi jeda untuk iklim dengan membawa poster di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (23/2/2020). Mereka melakukan long march dari FX Sudirman hingga skate park Sudirman. Peserta aksi terdiri dari berbagai organisasi, seperti Greenpeace, Climate Ranger, dan Youth for Our Planet.
Belum mengikuti jalur
Sejumlah kajian menyebutkan, upaya yang kita lakukan belum mengikuti jalur untuk menekan kenaikan suhu 1,5 derajat celsius. Dengan tren saat ini dikhawatirkan, kenaikan suhu bisa mencapai 2 derajat celsius, bahkan mendekati 3,2 derajat celsius. ”Jika itu terjadi, dampaknya amat besar. Selain meningkatnya bencana, jika permukaan laut terus naik, migrasi besar-besaran akan terjadi dari pesisir, juga sektor pangan akan terpukul,” katanya.
Perunding Indonesia untuk United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Moekti H Soejachmoen, mengakui, belum ada kejelasan pelaporan upaya penurunan emisi yang dilakukan kalangan swasta. Padahal, kontribusi swasta merupakan bagian penting pencapaian target penurunan emisi nasional 29 persen dengan skenario biasa dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
”Sistem pelaporan terintegrasi menjadi sangat penting agar pihak swasta bisa melakukan pelaporan emisi dengan lebih efektif. Sistem pelaporan terintegrasi juga bisa mencegah terjadinya perhitungan ganda,” katanya.
Analis WRI, Jemina M Mendoza, mengatakan, banyak negara lain saat ini kesulitan terkait transparansi pelaporan pengukuran dan pelaporan penurunan emisi. Jepang merupakan contoh sukses, tetapi prosesnya sangat panjang.
Jemina mengusulkan konsep data and ambition loop, yaitu kolaborasi timbal balik antara pemerintah dan swasta dalam menyediakan data terkait aksi iklim. Penguatan peran swasta ini bisa dilakukan dengan mempermudah proses pengumpulan data terkait emisi dari setiap perusahaan.
”Proses berbagi data yang efektif antara pemerintah dan swasta akan menghasilkan data nasional lebih transparan untuk mendorong aksi iklim yang ambisius. Hal ini dapat juga diterapkan di Indonesia,” ujarnya.