Muhadjir Effendy: Membangun Manusia yang Produktif
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjadi salah satu tumpuan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan pembangunan manusia. Bagaimana konsep besarnya?
Pembangunan sumber daya manusia Indonesia menjadi prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Realisasi dari misi itu mengandalkan kerja keras sejumlah kementerian di bawah kendali Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Bagaimana misi besar itu dijalankan? Berikut kutipan wawancara Kompas dengan Muhadjir Effendy saat diwawancarai secara khusus di kantornya di Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Apa arahan Presiden terkait pembangunan manusia dan kebudayaan?
Ada lima program prioritas. Kita tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM (sumber daya manusia), deregulasi, debirokratisasi, dan transformasi ekonomi. SDM mendapatkan perhatian khusus, tetapi bukan berarti meninggalkan infrastruktur.
Untuk pembangunan SDM, ada tiga indikator, yakni Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan, dan rasio gini untuk memperpendek kesenjangan di masyarakat. Pencapaian itu dipengaruhi kesehatan, pendidikan, dan pelayanan atau jaminan sosial.
Itu melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, serta kementerian terkait lain.
Adakah isu prioritas yang dijalankan bersama?
Isu paling prioritas adalah stunting (tengkes), yang melibatkan banyak kementerian dan lembaga. Isu lain, seperti masalah lapangan kerja yang juga berdampak pada desain pendidikan. Penyiapan lulusan SMK dan perguruan tinggi akan mendapatkan perhatian khusus agar siap memasuki dunia kerja. Pembentukan karakter dan moral tetap jadi perhatian.
Bagaimana konsep besar pembangunan manusia di kementerian Bapak?
Grand design Kemenko PMK kita buat dalam lingkaran human capital development. Ini dimulai dari 1.000 hari pertama kehidupan sampai usia lansia. Seribu hari pertama itu mulai dari sembilan bulan di dalam kandungan sampai usia dua tahun. Bahkan, sebelum itu, pasangan rumah tangga baru akan menjadi perhatian. Per September 2019 ada 57.116.000 pasangan rumah tangga baru. Sekitar 9,4 persen di antaranya sangat miskin dan miskin dengan total hampir 5 juta rumah tangga.
Kita punya data rumah tangga miskin. Biasanya, kalau ada rumah tangga miskin itu besanan dengan keluarga miskin, nanti akan menimbulkan keluarga miskin baru. Jadilah lingkaran kemiskinan. Tetapi, data ini masih dimatangkan.
Mereka yang potensial menjadi rumah tangga miskin baru ini akan kita potong. Caranya, salah satunya, melalui pembekalan pranikah. Pasangan baru bisa mendaftar ke KUA atau catatan sipil dan bisa melalui kursus online. Setelah dicek profilnya, jika ternyata belum punya pekerjaan atau keterampilan untuk pegangan hidup, mereka bisa ikut pelatihan dan dapat prioritas kartu prakerja.
Pelatihan kerja itu mesti menjamin, kalau lulus, mereka langsung bisa bekerja.
Siapa yang menjamin mereka dapat kerja?
Ini masih kita rancang. Kementerian Koperasi dan UKM diharapkan berperan besar. Mereka (pasangan baru) tidak diarahkan masuk ke dunia pekerjaan, tetapi ke wirausaha. Kalau sudah memiliki keterampilan, mereka bisa dirujuk ke Kementerian Koperasi untuk mendapatkan akses modal, misalnya KUR (kredit usaha rakyat).
Intinya, jangan sampai menambah rumah tangga miskin baru itu. Inilah cara kita untuk memotong rantai kemiskinan, dengan mencegah sejak dini.
Kita godok bersama, apakah leading sector di Kementerian Agama atau BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Targetnya, program ini mulai pertengahan tahun 2020 ini atau awal tahun 2021.
Intinya, jangan sampai menambah rumah tangga miskin baru itu. Inilah cara kita untuk memotong rantai kemiskinan, dengan mencegah sejak dini.
Baca juga : Pemerataan Pembangunan Manusia Menjadi Tantangan Serius
Sejak awal kehidupan
Terhadap anak-anak yang baru lahir, apa programnya?
Setelah 1.000 hari pertama kehidupan, intervensi pada anak usia balita dan PAUD (pendidikan anak usia dini). Kemudian masuk usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Kelompok usia ini jadi titik berat pembentukan karakter.
Melalui konsep merdeka belajar, pembentukan karakter anak lebih diutamakan, bukan transfer of knowledge saja. Itu perilaku seperti cara bersalaman, menghormati guru, berbahasa yang baik dan santun, serta cara mencuci tangan yang baik.
Desain pendidikan juga harus memberikan pemberatan pada penyiapan kelulusan baik itu SMK dan perguruan tinggi untuk memasuki dunia kerja. Kalau ada yang mengkritik bahwa pendidikan sekarang ini menyiapkan orang-orang untuk menjadi bagian menjadi mesin industri, itu tidak terlalu salah, tetapi tidak sepenuhnya benar.
Namun, pembentukan karakter moral masih tetap jadi perhatian karena sebelum disiapkan menjadi tenaga kerja terampil, mereka harus memiliki karakter kuat. Pendidikan karakter juga jadi prioritas sebelum menyiapkan mereka jadi tenaga kerja. Namun, apa pun alasannya, ujung-ujungnya, kan, harus bekerja. Semua sumber daya manusia kita itu dibilang produktif kalau bekerja. Mohon dipahami.
Setelah masuk usia SMK, termasuk kelompok usia kuliah, ada program pemagangan untuk persiapan masuk dunia kerja. Setelah itu, intervensi pada kelompok usia kerja yang jumlahnya sekitar 197 juta orang. Angkatan kerja sekitar 136 juta orang. Angkatan kerja ini dikurangi dengan usia kerja yang masih sekolah dan juga ibu rumah tangga. Jika dihitung untuk tenaga kerja, sekitar 129 juta orang, setelah dikurangi penganggur terbuka 7 juta orang.
Untuk menyiapkan lapangan kerja, perlu investasi. Link and match tidak sekadar memberikan lapangan kerja sesuai keterampilan, melainkan banyaknya jumlah lapangan kerja dan tenaga kerja harus sama. Itu tergantung investasi.
Dengan jumlah 7 juta penganggur di Indonesia, perlu dihitung berapa triliun rupiah investasi untuk menyiapkan lapangan kerja. Tanggung jawab ini besar sekali dengan taruhan mahal. Mohon dimaklumi, ada kesan pemerintah ”agak pragmatis” karena taruhannya besar, sementara investasi sebagai tabungan nasional kita belum mungkin dikapitalisasikan menjadi modal investasi.
Tabungan nasional ini belum ditangani sungguh-sungguh untuk dikapitalisasi menjadi modal investasi. Sebetulnya kalau ini sudah bisa ditangani sungguh-sungguh bisa menjadi modal investasi, bukan beban investasi.
Baca juga : Investasi Manusia Jadi Modal Utama
Satu data
Apa strategi menjalankan program menyeluruh itu?
Kita membutuhkan satu data, baik data statistik maupun data geospasial. Kementerian atau lembaga harus memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan satu data ini sehingga ada yang overlapping.
Saya mendesak terutama ke Bappenas untuk segera merealisasikan satu data Indonesia, sesuai dengan Perpres Nomor 39 Tahun 2019. Melalui satu data Indonesia, kita lihat masalah dari berbagai aspek untuk mengintervensi, yakni dari layanan pendidikan, kesehatan, dan lain-lain sehingga akan terjadi overlapping (tumpang tindih).
Misalnya, data jaminan sosial di Kementerian Sosial harus berimpitan dengan masalah stunting di Kementerian Kesehatan. Dengan begitu, jaminan sosial yang meliputi berbagai macam pelayanan, seperti sembako dan PKH (Program Keluarga Harapan) bertindihan dengan stunting. Data itu bisa tumpang tindih sehingga penanganannya lebih terpadu. Kita tinggal mengoordinasi saja.
Kalau tidak, itu akan menyebar dan proses penanganan masalah jadi tidak fokus dan tidak nyambung. Jadi, harus saling tumpang tindih itu berarti fokus pada masalah.
Baca juga : Perencanaan Pembangunan Manusia Butuh Satu Data