Keberhasilan melalui ujian kehidupan berupa penyakit kanker menggerakkan sejumlah penyintas kanker untuk membantu mereka yang terserang kanker. Mereka pun turut aktif berkampanye melawan penyakit mematikan itu.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
Di tengah kesibukan mengurus pertemuan anggota dan pengurus Reach to Recovery Surabaya (RRS) di Hotel Kampi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (30/1/2020) malam, Ika Damajanti tampak lincah dan menebar senyum. Humas (Hubungan Masyarakat) dari RRS, organisasi nirlaba beranggotakan pasien dan penyintas kanker payudara, ini sesekali memotret suasana acara itu.
Perempuan ini juga merupakan penyintas kanker payudara. Awalnya, pada tahun 2000 di Jakarta, saat berusia 28 tahun, ia merasakan ada benjolan di bagian dada. Saat itu, Ika tak terlalu peduli karena benjolan itu tak sakit dan kadang menghilang. Apalagi, Ika kemudian pindah ke Surabaya mengikuti suami sehingga memulai hidup dari awal dan mengalami stres.
Sekitar Oktober 2000, Ika mulai merasa benjolan menimbulkan nyeri dan ukurannya membesar. Oleh sebab itu, Ika memeriksakan diri ke Klinik Onkology. Ketika itu, Ika tak cemas dan menganggap benjolan itu merupakan pembesaran kelenjar saja, bukan gejala kanker payudara. Apalagi, ia bukan keturunan penderita kanker dan menjaga pola hidup sehat dengan konsumsi sayuran.
Namun, dari pemeriksaan, dokter mulai curiga benjolan itu berbahaya. Ika menjalani pemeriksaan dan biopsi. Hasilnya, benjolan itu merupakan kanker payudara stadium 2 sehingga Ika disarankan segera operasi agar benjolan tidak membesar atau serangan kanker mengganas. ”Saya merasa terguncang, tetapi menyadari operasi merupakan jalan terbaik,” ujarnya.
Operasi berlangsung pada November 2000. Setelah itu, pengobatan berlanjut dengan kemoterapi 6 kali dan radioterapi 36 kali. Harapan untuk memiliki keturunan sejak divonis terserang kanker payudara menipis. Ternyata tujuh tahun dari operasi itu, Ika mengandung dan melahirkan seorang putra. Kini ia menjadi perias dan aktif berorganisasi.
Saya merasa terguncang, tetapi menyadari operasi merupakan jalan terbaik.
Keberhasilannya melewati ujian kehidupan berupa serangan kanker membuat Ika perlu berbagi dengan sesama perempuan. Untuk itu, ia bergabung dengan RRS yang dibentuk pada 21 Mei 2005. Dengan bergabung di organisasi nirlaba ini, Ika dapat berbagi cerita sekaligus aktif dalam berbagai kegiatan penyadaran kepada kaum perempuan tentang bahaya dan antisipasi kanker payudara.
Tidak terdeteksi
Sementara penyintas kanker payudara yang juga jurnalis sebuah media nasional, Endri Kurnia, mengaku kondisi kesehatannya memburuk pada 2010. Saat itu ia cepat letih dan selalu kedinginan. Di rumah, ia kadang mengenakan busana berlapis-lapis dan menutup tubuhnya agar tidak kedinginan meski cuaca tidak sejuk.
Enri yang ketika itu bertugas di ibu kota Jakarta lalu memeriksakan diri ke rumah sakit untuk mengetahui penyebab tubuhnya cepat letih dan kedinginan serta ada benjolan. Namun, ia didiagnosis terkena tifus dan gangguan lambung. Pengobatan sudah ditempuh, tetapi kondisi tubuhnya tak membaik.
Curiga dengan hasil pemeriksaan itu, Enri kemudian melahap banyak literatur, khususnya kanker. Sebagai alumnus Universitas Airlangga, Enri lalu memeriksakan kesehatannya ke Klinik Onkology di Surabaya. Hasilnya, pada tubuhnya ditemukan dua benjolan, yakni berukuran 2 sentimeter dan satunya berukuran 1,5 sentimeter.
Setelah didiagnosis ada benjolan dan diduga kanker, Enri kian gencar mencari informasi bagaimana penanganannya. Naluri sebagai jurnalis dipakainya, yakni menghubungi banyak dokter dan ahli serta membaca buku-buku. Kesimpulannya, cara tercepat dan terbaik adalah operasi dan kemoterapi.
Enri menjalani operasi tahun 2012. Ia juga mengonsumsi air rebusan daun sirsak sesuai anjuran sejumlah dokter dan kalangan penyintas. Ia mengonsumsi obat untuk kurun 10 tahun sejak operasi. Bertahun-tahun sejak benjolan diangkat, kondisi kesehatannya membaik.
Enri kemudian bergabung dengan RRS untuk berbagi cerita dan menjadi bagian dari penyadaran untuk kaum perempuan terkait kanker payudara. Enri telah menuliskan kisahnya melawan kanker payudara dalam berbagai platform (buku, e-book, buku bersuara). Kini ia mempersiapkan buku lainnya yang masih terkait dengan kanker payudara.