Rehabilitasi Lahan Kritis Menjadi Tanggung Jawab Perusahaan Tambang
Peran perusahaan tambang dalam memulihkan lahan kritis di daerah aliran sungai (DAS) ditingkatkan. Hal itu dilakukan pemerintah dengan mempermudah birokrasi dan proses rehabilitasi di lapangan.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewajiban perusahaan tambang pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan bisa berkontribusi pada upaya pemulihan lahan kritis di daerah aliran sungai. Peran perusahaan tambang ini berupaya ditingkatkan dengan mempermudah birokrasi dan proses rehabilitasi di lapangan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Senin (13/1/2020), di Jakarta, mengatakan, sejak 2019 rehabilitasi hutan dan lahan menjadi prioritas pemerintah. Penanaman pada tahun-tahun sebelumnya yang hanya 23.000-25.000 hektar (ha) per tahun ditingkatkan menjadi 207.000 ha per tahun.
”Bapak Presiden meminta harus dilipatkan penanamannya. Kalau melihat seperti ini dengan situasi sekarang, maka segala upaya energi, termasuk PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang harus diintensifkan,” kata Siti seusai memimpin Rapat Kerja Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Senin.
Hudoyo, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK, menambahkan, saat ini ada sekitar 400.000 ha izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Dengan kewajiban satu banding satu, yaitu 1 hektar IPPKH wajib merehabilitasi 1 ha lahan kritis daerah aliran sungai (DAS), terdapat 400.000 ha lahan kritis yang bisa direhabilitasi perusahaan.
Segala upaya energi, termasuk PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang harus diintensifkan.
Kewajiban bertambah
Menurut aturan main, bagi pemegang IPPKH komersial di provinsi yang memiliki area hutan lebih dari 30 persen, KLHK menambahkan kewajiban agar perusahaan merehabilitasi DAS di luar areal hutan. Perbandingan luas kewajiban yaitu seluas IPPKH ditambah 10 persen.
Saat ini aturan terkait kewajiban rehabilitasi DAS para pemegang IPPKH dipermudah. Ia mengatakan, KLHK merevisi Peraturan Menteri LHK Nomor 89 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanaman bagi Pemegang IPPKH Dalam Rangka Rehabilitasi DAS. Kemudahan itu berupa penetapan lokasi yang penilaiannya bisa dilakukan sendiri oleh perusahaan.
”Dulu (perusahaan pemegang IPPKH) harus mengajukan permohonan rehabilitasi DAS, lalu kita verifikasi, ekspos, dan baru bikin penetapan. Ini kan proses yang sangat panjang dan saya berpikir ini kewajiban, kok, perusahaan harus mohon, ya, buat perusahaan mending tidak memohon,” katanya.
Mekanisme saat ini, KLHK menerbitkan IPPKH sekaligus menyediakan peta lokasi-lokasi DAS yang perlu direhabilitasi. Areal peta itu lalu diverifikasi sendiri oleh perusahaan. Kemudian KLHK kembali terlibat ketika penetapan peta rehabilitasi DAS melalui Balai Pengendalian DAS dan Hutan Lindung.
Siti menambahkan, pihaknya mendorong rehabilitasi di luar kawasan hutan, yaitu area penggunaan lain (APL). Itu dilakukan, antara lain, melalui penyediaan bibit pohon yang tahun lalu terdistribusikan 101 juta batang bibit untuk 200.000-an hektar.
Partisipasi masyarakat seperti ini dinilai menjadi kekuatan untuk bisa merehabilitasi 430.000 ha hutan dan lahan setiap tahun. Namun, diakui, jumlah luasan ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penurunan emisi gas rumah kaca yang membutuhkan pemulihan areal kritis seluas 800.000 ha per tahun.