Kunci menghadapi kebakaran hutan dan lahan adalah pencegahan. Selain memberikan pengertian kepada masyarakat agar tidak membakar, fungsi lahan gambut juga harus dikembalikan menjadi basah, berair, dan rawa.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak hanya mewaspadai ancaman bencana hidrometeorologis, semua pihak juga diminta memanfaatkan musim hujan untuk persiapan musim kemarau tahun 2020. Meski kemarau tahun depan diprediksi normal, upaya mitigasi bencana kekeringan atau kebakaran hutan dan lahan perlu dipersiapkan sejak dini.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Senin (30/12/2019), di Jakarta, merekomendasikan agar semua pihak memanfaatkan musim hujan untuk meminimalkan dampak kemarau 2020. Ia mengimbau agar kapasitas embung, waduk, kolam retensi, atau sistem polder untuk penyimpanan cadangan air dimaksimalkan.
”Hal ini bisa dilakukan pada puncak musim hujan. Selain juga mewaspadai ancaman cuaca ekstrem,” ujarnya dalam diskusi Refleksi Bencana Tahun 2019 dan Proyeksi Bencana 2020 yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Jakarta, Senin.
BMKG memprediksi, kondisi El Nino cenderung netral hingga Juni 2020. Selain itu, tidak ada indikasi fenomena anomali signifikan suhu muka air laut di Samudra Hindia. Tepatnya di sebelah barat daya Sumatera dan sebelah timur Afrika yang memengaruhi musim kemarau di Indonesia.
Suhu muka air laut perairan Indonesia hingga Juni 2020 diperkirakan akan normal, bahkan cenderung menghangat. ”Artinya, diprediksi tidak akan muncul musim kemarau yang berkepanjangan seperti 2019,” ujarnya.
BMKG memperkirakan, musim kemarau akan berlangsung mulai April hingga Oktober 2020 secara beragam di setiap daerah. Beberapa wilayah yang akan mengalami kemarau pada April tersebut di antaranya Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Ancaman kebakaran hutan
Khusus untuk kawasan Aceh dan Riau, Dwikorita mengingatkan bahwa musim kemarau diprediksi akan terjadi pada Februari dan Maret 2020. Oleh sebab itu, ancaman kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan perlu diwaspadai sesegera mungkin.
Sementara itu, curah hujan bulanan pada 2020 diprediksi sama dengan pola normal klimatologi. Kecenderungannya sama dengan rata-rata curah hujan dalam 30 tahun terakhir. Awal musim hujan di setiap wilayah terjadi secara beragam mulai dari November hingga Desember 2019.
Setiap daerah memiliki musim hujan yang berbeda. Secara bertahap, curah hujan diprediksi akan semakin meningkat mulai Januari hingga Maret 2020.
”Puncaknya diprediksi pada Februari dan Maret 2020. Terutama di bagian selatan Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi, dan Papua,” ujar Dwikorita.
Dengan ini, Dwikorita juga mengimbau kepada masyarakat agar menyesuaikan diri dengan musim hujan yang umumnya terjadi pada siang atau sore hari. Terutama dalam menentukan lokasi wisata beserta perlengkapan yang mesti dibawa.
Kembalikan kodrat
Kepala BNPB Doni Monardo menegaskan, kunci menghadapi kebakaran hutan dan lahan adalah pencegahan. Selain memberikan pengertian kepada masyarakat agar tidak membakar, fungsi lahan gambut harus dikembalikan sesuai dengan kodratnya, yakni basah, berair, dan rawa.
Oleh sebab itu, pada musim hujan kali ini sistem sekat kanal harus dipastikan berfungsi dengan baik agar cadangan air tidak terbuang cuma-cuma. Ketua Kelompok Ahli Badan Restorasi Gambut (BRG) Azwar Maas mengingatkan, sekat kanal yang ada saat ini jumlahnya masih sangat kurang.
Beberapa kanal bahkan diketahui sudah tergerus dan bocor akibat kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan perawatan. ”Setiap ada perbedaan elevasi, baik 20 sentimeter, 50 sentimeter, hingga 2 meter maka kanal tersebut harus disekat. Informasi ini tidak banyak dipahami,” ujarnya.
Menurut Azwar, konsep berbagi air dalam suatu Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) menjadi kunci untuk menjaga lahan gambut tetap basah. Dengan begitu, jika terjadi defisit air, tinggi muka air tanah bisa tetap dijaga pada ketinggian 0,4 meter.
”Neraca air pada suatu KHG harus dihitung sepanjang tahun. Cadangan air dalam sebuah kubah gambut harus dijaga dengan baik,” katanya.
Doni mengungkapkan, masyarakat juga akan diberikan bantuan berupa tanaman dan hewan yang mampu memberikan manfaat ekonomi untuk mengubah perilaku. Bantuan tanaman yang disiapkan adalah tanaman yang dapat berbuah dalam jangka waktu pendek, seperti lidah buaya dan nanas, jangka menengah seperti kopi liberika dan pinang, serta jangka panjang seperti aren dan sagu.
”Mereka tidak hanya bergantung pada satu komoditas saja. Mereka harus berhenti melakukan pembakaran lahan,” ujarnya.
Selain itu, untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat, mereka juga akan diberikan bantuan hewan berupa kambing. Sebab, kambing adalah hewan yang tidak tahan terhadap panas. Diharapkan, mereka dapat membantu mencegah kebakaran lahan. Jika tidak, kambing-kambing mereka dapat terancam.
Kebersihan
Selama berlangsung musim hujan, Direktur Kesehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali mengimbau semua pihak agar menambah lubang-lubang resapan biopori. Dengan begitu, akan semakin banyak volume air hujan yang dapat meresap dan disimpan di dalam tanah.
”Keberadaan biopori di permukiman-permukiman atau sarana umum dapat mencegah banjir dan mencegah air tidak terbuang begitu saja ke laut,” ujarnya.
Imran juga mengingatkan agar masyarakat memperhatikan kebersihan lingkungan pada musim hujan. Sebab, perilaku membuang sampah sembarangan dapat memicu genangan air di atasnya sehingga saat musim pancaroba akan dipenuhi oleh jentik-jentik nyamuk demam berdarah.
”Sampah atau rongsokan, seperti kaleng, bisa disingkirkan karena saat peralihan musim kemarau nantinya akan menjadi sarang jentik,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat juga perlu mewaspadai munculnya genangan atau banjir di permukiman. Jika lingkungan tidak bersih, kotoran dan bakteri tikus akan ikut larut dalam air. Genangan tersebut, jika mengenai bagian tubuh yang terluka dapat menyebabkan leptospirosis.