Perusahaan Dunia Ikut Memetik Keuntungan dari Kebakaran Hutan
Greenpeace Internasional menganalisis bahwa sejumlah perusahaan ternama di dunia turut mengambil keuntungan dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·2 menit baca
JAKARA, KOMPAS — Greenpeace Internasional menganalisis bahwa sejumlah perusahaan ternama di dunia turut mengambil keuntungan dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Mereka yang membeli minyak sawit dari perusahaan dalam negeri diminta turut bertanggung jawab.
Beberapa perusahaan tersebut membeli minyak kelapa sawit dari produsen yang terkait dengan ribuan titik panas di Indonesia tahun ini. Mereka juga membeli minyak sawit dari perusahaan yang konsesinya sedang disidik terkait kebakaran hutan dan lahan.
”Perusahaan-perusahaan yang mendapat keuntungan finansial dari kebakaran hutan harus dimintai pertanggungjawaban atas kekejaman lingkungan ini dan dampak buruknya terhadap kesehatan,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati dalam keterangannya di Bangkok, Thailand, Senin (4/11/2019).
Pihak perusahaan bahkan membeli minyak sawit dari perusahaan yamg memiliki area dengan 10.000 titik panas di lahannya. Hal itu bertambah ironis lantaran pemerintah di seluruh dunia hingga kini belum mengambil tindakan serius terhadap perusahaan-perusaahan yang terkait dengan kebakaran tersebut.
”Perusahaan menciptakan tampilan yang berkelanjutan dalam hal pemanfaatan serta kelestarian lingkungan hidup. Namun, kenyataannya sumber bahan baku mereka berasal dari pelanggar terburuk,” lanjut Annisa, dalam keterangan yang diterima Kompas di Jakarta itu.
Seperti diketahui, lebih dari 900.000 orang di Indonesia telah menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang disebabkan dari kabut asap kebakaran tahun ini. Selain itu, hampir 10 juta anak-anak berisiko mengalami kerusakan fisik dan kognitif seumur hidup akibat polusi udara.
Pada periode 1 Januari-22 Oktober 2019, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mengakibatkan sekitar 465 megaton karbondioksida (CO2) terlepas ke udara. Nilainya hampir setara dengan total emisi gas rumah kaca Inggris skala pertahun.
Dalam hal ini, Greenpeace juga menyoroti keterlibatan perusahaan yang menjalin kesepakatan dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Thailand. Asosiasi ini menyatakan bahwa minyak kelapa sawit dari anggotanya memenuhi standar berkelanjutan, salah satunya adalah ”tanpa bakar”.
Kenyataannya, lebih dari dua pertiga kelompok produsen yang terkait dengan kebakaran berulang adalah anggota RSPO. Bahkan, beberapa perusahaan di antaranya merupakan anggota dari dewan pengelola.
Perusahaan-perusahaan global juga telah berkomitmen untuk menghentikan deforestasi pada tahun 2020. Namun, sebaliknya, kehilangan hutan justru terjadi secara cepat. Komoditas yang mereka ambil juga mendorong deforestasi tertinggi.
Greenpeace sendir, baru-baru ini mundur dari sebuah proses negosiasi dengan tiga perusahaan besar dunia dalam pembuatan platform monitoring minyak sawit, khususnya di Indonesia. Hal itu dilakukan karena ketiganya dianggap gagal mengambil tindakan untuk mencapai target nol deforestasi selama berulang kali.