JAKARTA, KOMPAS – Lokasi karantina badak Pahu, badak sumatera yang ditemukan di Kalimantan disiapkan menjadi kawasan hutan dengan tujuan khusus. Saat ini statusnya masih berupa hutan produksi yang dikelola perusahaan tambang yang akan berakhir izinnya pada 2022.
Penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) ini tak mengubah status fungsinya sebagai hutan produksi. Meski demikian, KHDTK ini akan dikelola secara khusus seperti untuk tujuan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra Eksploitasia, Selasa (18/12/2018), di Jakarta, mengatakan lokasi karantina badak Pahu sedang dalam proses menjadi KHDTK. Diharapkan langkah ini bisa melindungi hutan tersebut yang menjadi habitat baru bagi badak.
Badak Pahu, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang tertangkap pada 25 November 2018 pagi di wilayah Kutai Barat, Kalimantan Timur. Badak betina tersebut tertangkap pada kantong ketiga dari tiga kantong di belantara Kutai Barat yang diduga menjadi habitat badak sumatera.
Dari sekitar Sungai Tunuq tersebut, badak dibawa sejauh 100 kilometer menuju wilayah Kelian yang telah disiapkan menjadi Suaka Rhino Sumatera Kelian Lestari. Lokasi ini dikerjasamakan dengan perusahaan PT Kelian Equatorial Minning yang tak lagi beraktivitas, namun izin pinjam pakainya hingga tahun 2022.
Puspa Dewi Liman, Direktur Program Tropical Conservation Act (TFCA) Kalimantan, mengatakan di kantong tiga hanya teridentifikasi satu individu badak sumatera, kantong dua tidak teridentifikasi dihuni badak sumatera, dan kantong satu dihuni 10-12 ekor badak sumatera. Badak pada kantong pertama ini, lanjutnya, belum terdapat rencana aksi untuk menangkap dan memindahkan seluruhnya.
Ia mengatakan, pemindahan satu badak Pahu pada jarak 100 kilometer itu membutuhkan biaya lebih dari Rp 1 miliar. “Nanti masih dikaji oleh tim survey kalau jumlah populasi feeble ya harus ditangkap, kalau masih memenuhi ya lebih baik tidak ditangkap,” kata Puspa dalam media briefing yang diselenggarakan Yayasan Kehati. TFCA Kalimantan merupakan satu dari dua program utama Yayasan Kehati saat ini.
Hal yang dimaksud Puspa dengan kata “memenuhi” diantaranya yaitu habitatnya terlindungi dan populasi badak memungkinkan berkembang biak. Namun lokasi badak ini berada di hutan produksi yang rentan dibebani izin hak pengelolaan.
Sedangkan lokasi KHDTK yang dipersiapkan memiliki luas sekitar 200-an hektar. Hal ini diakui belum optimal. Namun apabila survei lebih lanjut menemukan populasi badak lain hal ini memungkinkan untuk diperluas lagi.
Indra Eksploitasia mengatakan kondisi badak Pahu saat ini sehat dan beradaptasi dengan boma atau karantina sementara.
Untuk badak yang masih berada di luar seperti teridentifikasi di kantong satu, ia mengatakan jajarannya berpatroli bersama pemilik konsesi. Selain itu, lanjutnya, koordinasi dengan aparat dan pemerintah daerah serta sosialisasi kepada masyarakat akan arti penting dan keunikan keberadaan badak sumatera di Kalimantan juga terus dilakukan.
KHDTK yang disiapkan di Kelian ini nanti akan menjadi satu dari 61 unit KHDTK yang telah ditetapkan KLHK. Satu diantaranya KHDTK Gunung Walat sebagai hutan riset yang dikelola Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.