JAKARTA, KOMPAS — Bank sampah yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia menjadi ujung tombak dalam pengelolaan sampah melalui perubahan perilaku masyarakat. Kreativitas bank sampah yang mencapai 5.244 unit di seluruh Indonesia ini pun diharapkan berkontribusi besar dalam pengurangan sampah serta pengereman polusi sampah ke laut.
Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, serta Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengungkapkan hal itu, Senin (3/12/2018), saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Bank Sampah Ke-5, di Hotel Grand Mercure, Jakarta.
Pertemuan tersebut dihadiri 800 peserta dari perwakilan bank sampah, dinas lingkungan hidup provinsi dan kabupaten/kota, dunia usaha, serta perguruan tinggi dan asosiasi dari 365 kabupaten/kota dan 34 provinsi di Indonesia. Tema yang diambil dalam Rakornas Bank Sampah Ke-5 adalah ”Revolusi Mental Pengelolaan Sampah melalui Pelibatan Masyarakat Berbasis Bank Sampah”.
Program tersebut merupakan kegiatan rutin KLHK setiap tahun sebagai wadah komunikasi dan silaturahmi nasional para pelaku bank sampah di seluruh Indonesia dengan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dunia usaha, dan asosiasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup, khususnya masalah persampahan.
Melalui rakornas ini, Rosa Vivien mengharapkan dapat mendorong tumbuh kembangnya peran serta masyarakat dalam mengelola sampah dengan cara memilah dan mengolah sampah di sumbernya melalui mekanisme bank sampah. Selain itu, peningkatan kapasitas bank sampah dalam hal pengelolaan sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik, bisa ditingkatkan.
Memperluas jejaring
Tak kalah penting, rakornas ini memperluas jejaring kerja sama bank sampah dengan dunia usaha, baik perbankan, sistem daring, maupun sektor industri. Dunia usaha strategis karena bisa menjadi offtaker atau pembeli produk bank sampah.
Isu sampah merupakan isu nasional bangsa Indonesia, terutama kota-kota besar, karena timbulan sampah yang semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, kemajuan teknologi, dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang ingin kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya berdampak pada kian beragamnya jenis sampah yang dihasilkan.
Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah pun menyebabkan sampah belum dapat dikelola secara optimal di sumbernya, banyak sampah yang tercecer ke lingkungan dan berakhir di laut. Diperkirakan 80 persen sampah di laut berasal dari daratan (land based management), sisanya 20 persen berasal dari kegiatan di laut (sea based management).
Timbulan sampah tahun 2016 sebesar 65 juta ton dengan estimasi timbulan sampahnya adalah 0,7 kilogram per hari. Komposisi sampah nasional didominasi sampah organik sebesar 57 persen, sampah plastik sebesar 16 persen, dan sampah kertas 10 persen, sisanya 17 persen berupa sampah lain. Ada peningkatan timbulan sampah plastik pada tahun 2013 sebesar 14 persen menjadi 16 persen pada 2016 dan penurunan timbulan sampah organik nasional dari 60 persen menjadi 57 persen.
Hal itu menunjukkan, warga lebih suka menggunakan produk-produk dengan kemasan sekali pakai seperti styrofoam, plastik sekali pakai, atau produk-produk dengan pembungkus saset yang sulit untuk diolah. Ada lima jenis sampah plastik yang mendominasi di lingkungan, yaitu kantong plastik sekali pakai, PET botol, sedotan, styrofoam, dan saset.
Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah pun menyebabkan sampah belum dapat dikelola secara optimal di sumbernya, banyak sampah yang tercecer ke lingkungan dan berakhir di laut.
Sumber utama sampah nasional sebesar 36 persen dari kegiatan rumah tangga sehingga pendekatan pengelolaan sampah harus dilakukan melalui pengelolaan sampah di sumbernya yang berbasis partisipasi masyarakat dengan membangun kesadaran masyarakat (mindset) untuk menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) melalui pembangunan bank sampah di wilayah permukiman masyarakat.
Bank sampah merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sampah melalui partisipasi masyarakat dengan memilah dan mengolah sampah di sumbernya (social engineering).
Untuk itu, mentalitas bangsa yang peduli pada lingkungan dan bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan lewat bank sampah perlu dibangun. Data KLHK tahun 2017 menunjukkan jumlah bank sampah 5.244 yang tersebar di 31 provinsi dan 218 kabupaten/kota, dengan sampah terkelola terbanyak ialah sampah plastik 40,79 persen, sampah terbesar kedua di bank sampah ialah sampah kertas 33,43 persen, aluminium/besi/seng 21,74 persen, serta selebihnya sampah logam, kaleng, dan sampah lain.
Jika dilihat dari volumenya, bank sampah berkontribusi pada pengurangan sampah nasional sebesar 1,7 persen (1.389.522 ton per tahun) dengan pemasukan rata-rata Rp 1,484.669.825 per tahun. Jumlah itu relatif masih kecil, tetapi optimistis, untuk itu harus terus ditingkatkan.
Pengembangan bank sampah di Indonesia harus dilakukan secara terintegrasi untuk mengelola tidak hanya sampah anorganik, tetapi juga sampah organik dan membangun jejaring serta koordinasi dengan beberapa pemangku kepentingan (multi-stakeholder), baik masyarakat, produsen,/dunia usaha, asosiasi, perguruan tinggi, dan pastinya pemerintah. Dibutuhkan komitmen bersama untuk membangun bangsa yang bersih dan sehat melalui pengelolaan sampah yang baik dan benar.